Empat

48.8K 4.5K 270
                                    

Ini tuh masih part2 awal yaaa
Jadi, abang-adek-zone masih gemess di sini hahahaa

Happy reading

"Abang!"

Arin berlari begitu mengenali dua cowok yang tadi sempat ia lihat tengah terlibat perkelahian. Tergopoh-gopoh, ia hampiri Moreno yang kini tengah ditenangkan oleh teman-teman cowok itu. Ia tarik lengannya, membawa tubuh jangkung tersebut menjauh dari kating yang ia kenal cukup vocal di kampus mereka.

"Abang berantem?" terdengar sangat implusif sekali pertanyaan itu. "Kenapa sih, Bang?" tanyanya lagi setelah Moreno hanya diam saja. "Mau aku bilang Mami kalau Abang berantem?"

"Ck, siapa yang berantem," tukas Reno sembari mengusap keningnya yang berpeluh. Napasnya masih terengah-engah, namun sorot matanya tetap menancap pada Ilham. "Sana ke mobil gue dulu," ia mendorong Arin menjauh begitu melihat Ilham bangkit setelah ia menghajarnya beberapa kali tadi. "Sekali lagi gue denger lo ngomong kayak gitu, abis lo!" ancamnya sungguh-sungguh. "Jauh-jauh lo dari gue mulai detik ini, Ham!"

Namun, Ilham tentu saja tidak takut. "Emang lo siapanya dia, hah? Bukannya kalian abang-adek-zone? Boleh dong, gue deketin adek lo?" matanya mengerling Arin dengan jelas. Sudut bibirnya berdecih, menatap Moreno lurus-lurus. "Nggak usah sok-sok ngejagain adek lo itu dari cowok-cowok bangsat. Kalau kelakuan lo sendiri aja justru yang paling biadab!"

"Berengsek lo!" maki Reno kuat. Ia akan merangsek kembali menghajar Ilham, namun seruan Arin membuatnya mengurungkan langkah itu.

"Abang?! Aku mau pulang! Kalau Abang tetap mau berantem, aku bakal nebeng sama Tristan!"

"Lo lagi! Apaan sih?!" tatap Reno menggulung tajam. "Ancaman lo Tristan terus. Tristan terus. Males banget gue," cebiknya dengan wajah bertekuk masam.

"Ya, makanya, ayo pulang," pinta Arin mencoba terlihat garang.

"Tsk! Nyebelin banget lo sekarang," gerutu Moreno jengkel.

Diam-diam Arin tersenyum, ia membungkukkan badannya sebentar untuk meraih ransel Reno yang berceceran. Rambutnya yang panjang hari ini terberai, kemudian jatuh menutupi sebagian wajah ketika ia memungut barang-barang Reno. Setelah menepuk-nepuk ransel tersebut hingga bersih, Arin pun menentengnya. "Ya, udah, yuk pulang, Bang? Aku laper," ia menggandeng lengan Reno tanpa segan. "Nanti aku buatin ximilu kesukaan Abang."

Meraih ranselnya yang berada di tangan Arin, Reno mencangklongkannya ke pundak sebelah kanan. Lalu, ia menjitak kepala Arin pelan. Membuat cewek itu berseru dan mencubit pinggangnya. Reno membiarkannya, ia menyukai apa pun yang dilakukan Arin untuknya. "Awas lo kalau deket-deket sama tuh titisan setan."

"Namanya Tristan, Abang," Arin mengulum senyum geli. Mengarahkan Reno supaya mempercepat langkah menuju mobil cowok itu. "Cepet ih, panas."

"Ya, iya, kepanjangannya si Tristan itu 'kan, titisan setan," ujar Reno ketus. Ia merogoh saku celana, mengeluarkan kunci mobil. "Rin?"

"Hm?"

Reno membukakan pintu untuk cewek itu. Dan ketika mereka sudah bertatapan seperti ini, Reno justru ragu. Apalagi, ketika kelereng sewarna malam milik Arin mengarah tepat pada jendela dunianya. Reno hanya mampu menghela napas, ingin rasanya merangkum wajah cantik tersebut dengan kedua tangan. Menyembunyikannya dari dunia. Menyembunyikannya dari berpasang-pasang mata yang kerap memandang sosok ini dengan tatap yang memuja.

Demi Tuhan, Reno membutuhkan dirinya agar segera tiba di masa depan.

Supaya ia bisa cepat-cepat meng-klaim Arin pada dunia.

Dream PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang