Sepuluh

39.1K 5K 379
                                    


Padahal niatku tuh update rutin yaa
Ternyataa gk bisaaa huhuhuu
Emang gitu, rencana selalu ditampar realita yaaa

Yuklah, happy reading aja buat kalian semuaaa

Sementara itu, Lana dihadapkan pada fase baru yang bernama mual dan muntah.

Rasanya, momen ini sedikit terlambat mengingat sudah nyaris tiga bulan ia tidak mendapatkan tamu bulanan. Harusnya, peristiwa mual dan muntah ia peroleh sejak awal, bukan? Tetapi mengapa, baru sekarang ia merasakannya?

Kepalanya pusing tak tertahankan. Lambungnya terasa begah, padahal tak ada apa pun yang ia konsumsi pagi tadi. Bukannya tak lapar, hanya saja Lana tak berselera. Namun yang paling aneh, Lana merasa bahwa perutnya sudah mulai membesar. Tiap kali ia berkaca, maka ia yakin bahwa perutnya telah nampak membuncit. Ia sampai bingung harus mengenakan pakaian apalagi agar bentuk perutnya itu tak terlalu kentara.

Siang ini, ia harus menjaga stand jurusannya. Ada pertandingan futsal antar jurusan. Dan tim danusan, merasa hal itu merupakan peluang untuk mencari sumber dana. Sudah ada beberapa stand yang berada di sekitaran lapangan. Dari mulai menjajakan camilan, makanan berat, juga minuman. Lana kebagian menjaga stand minuman bersama dengan adik tingkatnya.

Ada lemon tea, es jeruk, juga leci di standnya.

Lana hanya tinggal duduk dan menunggu pembeli saja. Masalahnya, Lana terus diterjang oleh mual tak berkesudahan. Keringat dingin, membanjiri raganya. Belum apa-apa, ia sudah merasa lelah.

"Kak Lana, lagi sakit, ya?"

Lana menoleh pada Vivi seraya mengangguk. "Nggak enak badan aja. Mungkin karena kemarin abis jatuh dari motor, jadi badannya ngerasa pegel-pegel gitu," ia beralasan. Tak mungkin ia katakan bahwa kini ia sedang hamil. Sekalipun ia belum tahu harus melakukan apa pada janinnya, tetapi sepertinya menggugurkan kandungan bukan opsi yang pantas dipilih. Ia membiarkan janin itu tumbuh dengan kebingungan yang masih melanda diri.

"Haduh, kalau gitu harusnya Kakak pulang aja, Kak. Atau mau ke ruang kesehatan, Kak? Aku bisa jaga ini sendirian kok, Kak."

"Nggak apa-apa, Vi," ujar Lana berusaha menenangkan. Ia menyesap lemon tea dengan ekstra lemon di dalam cupnya. Rasa asam, ia harapkan dapat membantunya sedikit demi mengatasi mual. "Vi, nanti kalau sesekali gue ke toilet, lo nggak apa-apa 'kan ditinggal sendiri?"

"Aman, Kak."

Lana juga berharap hari ini akan aman.

Ia tak sanggup berlari menuju toilet bila perasaan mualnya terus membabi-buta begitu. Terlebih, saat lapangan sudah ramai dan banyak mahasiswa mampir untuk membeli minuman. Di situlah perutnya bergejolak kembali. Berkali-kali sudah ia menutup mulut dengan tangan. Dan berkali-kali pula, ia menekan keinginan untuk muntah.

Rasa pusing kembali menyambanginya. Wewangian dari parfum yang hilir mudir melewati hidungnya, membuat perasaan Lana kian tak keruan. Dan perasaan ingin muntah benar-benar tak tertahankan lagi.

"Vi," ia berbisik pelan. Sebelah tangannya sudah membekap mulut serta hidungnya. Kali ini, mualnya tak mampu ia kendalikan. "Gu—gue ke toilet dulu, ya?"

"Oh, oke, Kak."

Ia tak bermaksud meninggalkan Vivi seorang diri di tengah ramainya pembeli. Namun Lana, tak bisa berada di sana terlalu lama. Ia perlu mencapai toilet dengan segera. Mengeluarkan apa pun yang kini mendesak di tenggorokkannya. Mesti ia tahu, itu hanyalah cairan asam dari lambungnya.

***

"Eh, yang jaga stand minuman tadi anak mana sih?"

"FKIP, kalau nggak salah. Kenapa?"

Dream PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang