Nggak lamaa kan? Hahahaa
Yaudah lah yuk, kita ketemu sama manteen baru dulu wkwkwk
Duh, eikee maluu.
Yuklah, happy reading.Perasaan ini membingungkan.
Namun di sisi lain, teramat mendebarkan.
Reno tak mampu menghentikan tangannya yang gemetaran. Tidak juga berkeinginan menjeda apa yang sudah terlihat di mata. Sambil menelan ludah, ia terus mengajak tangannya bekerja. Walau tak jarang, jakunnya bergerak gelisah.
Ini salah.
Tetapi, ia tidak mau menyudahinya.
Ya, Tuhan, haruskah ia berhenti sekarang juga?
Karena aktivitas ini, membuatnya teringat pada dosa yang pernah ia perbuat.
"Lan, lo yakin?"
Ia perlu menanyakan hal itu sekali lagi.
"Kalau lo nggak yakin, gue janji bakal berhenti di sini."
Namun Lana tak mengatakan apa pun selain desah yang pelan-pelan mengudara.
Baiklah, Reno mengaku kalah.
Jadi, ketika helai demi helai kain yang melekat di tubuh Lana terburai oleh ulah jemari-jemarinya. Reno tak lagi mampu abai pada detak yang menggema memenuhi sukma. Netranya berulang kali tergelincir hanya tuk memastikan bahwa tubuh itu nyata untuknya. Meneliti inci per inci, Reno merasakan pening mulai menguasai diri.
Kali ini, tidak ada alkohol yang menemani.
Saat ini, tidak ada pula kenaifan yang membebani.
Mereka sadar betul kegiatan ini akan bermuara ke mana. Lalu, angguk pelan dari kepala Lana, membuat jantung Reno berpacu ribut. Dengan susah payah, ia ajak tangannya bergerilya. Melucuti pakaiannya sendiri. Meloloskan tubuh dari jerat kain yang mengganggu. Berpacu dalam waktu ketika ia sudah sepolos yang ia mau. Berpadu dengan Lana yang sama polos seperti dirinya. Berada di atas ranjang dengan seprai cokelat membentang. Tubuh mereka seolah menantang.
"Kali ini, gue nggak akan minta maaf," Reno bergumam lirih sesaat setelah telapak tangannya mendarat mulus di bagian paha Lana yang halus. Gugupnya sudah menghilang jauh. Kini, adrenalinnya terpacu sungguh. "Dan gue harap, lo nggak menyesal," ia tatap Lana lurus-lurus. "Gue nggak mau ada adegan nangis besok pagi."
"Gu—gue ...," Lana menderukan napas tercicit. "Malu," ia ungkap dengan pipi memerah panas. "Gue malu, Ren."
Reno tahu, tetapi demi Tuhan, ia akan mati bila Lana memutuskan menutupi dirinya lagi. "Jangan ditutupi," ia menghalau tangan Lana yang berniat menyembunyikan lagi sebagian tubuh perempuan itu. Dengan berani, ia coba menyentuh hati-hati. Kali ini, sepasang daging kenyal membuncah yang menggodanya untuk mengecupi. Namun, Reno tak segera menyambut bagian itu dengan lidah. Susah payah, ia menahan hasrat di dada. Membelai pelan, hingga desir di darahnya meminta yang lebih dari sekadar sentuhan. "Lan?"
Astaga, Reno bisa gila.
Lana menggigit bibirnya, resah. Malu bertatap muka, ia pejamkan mata. Berada di ranjang yang sama, mereka pun saling terbuka. Menampilkan ketelanjangan yang sebelumnya tak pernah terbayangkan.
Ah, tapi mereka pernah melakukannya.
Walau bukan yang pertama, tetapi gugup itu masih terasa.
"Lan?" matanya sayu penuh damba. Jemarinya yang tadi sekadar menyentuh, kini mulai meremas bagian itu. "Gue nggak mau berhenti," ucap Reno sungguh-sungguh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Partner
ChickLitMenjadi pengagum yang tersembunyi, Kalanaya Zavira akhirnya mendapatkan kesempatan untuk menghabiskan waktu satu malam bersama Moreno. Dari sebuah website rahasia yang dikelola oleh senior kampus, Lana memperoleh undangan yang ia idam-idamkan. Dan M...