Perempuan itu tidak lagi mendatangi Reno.
Hari-hari Reno di kampus pun berjalan tenang seperti biasa.
Harusnya, Reno merasa lega, bukan?
Namun yang terjadi, justru sebaliknya. Reno masih terus dirundung gelisah. Diam-diam, ia sering berkeliaran ke seluruh penjuru kampusnya hanya demi memastikan bahwa perempuan itu masih hidup. Tetapi, Reno tidak menemukannya. Ia bahkan lupa menanyakan perempuan itu berada di fakultas mana.
Teman-temannya meledeknya sedang caper alias cari perhatian. Juga, beberapa lain mengatakan ia senang tebar pesona dengan mengajak mereka berkeliling dari satu jurusan ke jurusan lainnya. Temannya mengira, ada mahasiswa baru yang tengah ia incar. Mereka seolah lupa, bahwa perhatian Reno hanya berpusat pada Arin seorang.
Ah, tetapi belakangan ini, ia bahkan mengabaikan Arin. Terlalu sibuk menerka-nerka, ia kerap dilanda banyak prasangka mengenai hal-hal buruk yang bisa saja terjadi padanya di masa depan.
Apa jangan-jangan, cewek itu udah pindah kuliah, ya?
Ya, baguslah kalau begitu. Jadi, Reno tak perlu memusingkannya lagi.
Tapi ....
"Ren!"
"Apa?" sentaknya dengan nada sewot.
"Perasaan badmood mulu deh," celetuk Marvel sambil menyerahkan sekaleng cola pada temannya itu. "Lagi ada masalah di rumah?"
Di kampus.
Sambil menghela, Reno membuka kalengnya. Meneguk beberapa kali, sembari mengedarkan pandangan keseluruh penjuru taman di depan gedung fakultasnya. "Yang lain mana?"
"Masih ada kelas mungkin," Marvel melipat kakinya di atas bangku yang terbuat dari semen. "Tapi beneran deh, Ren, lo kenapa sih?"
"Ck, mulai cerewet lo. Persis nyokap gue," cebik Reno enggan menjawab. Merogoh saku hodie, ia mengeluarkan rokok. "Gue lagi suntuk aja. Tapi nggak tahu kenapa."
Bohong!
Ia sangat tahu alasan kenapa dirinya menjadi uring-uringan begini. Hanya saja, tak mungkin ia katakan yang sebenarnya. Bisa habis ia diledek teman-temannya. Jadi, sembari mengisap rokok, Reno menekuk kakinya yang semula berselonjor. Ia mainkan asap sesukanya, membuat beraneka bentuk sebisanya. Sebelum kemudian terbatuk-batuk.
"Sial!" makinya berang.
Marvel terbahak kian kuat, ia mengeluarkan ponsel dan sibuk berselanjar di sosial media. "Heran gue, kenapa ya, akhir-akhir ini nggak ada yang trending 19 detik lagi?" gumamnya seraya mencebik.
"Otak lo butuh dikucek," timpal Reno menyeringai.
"Kayak otak lo bersih aja," ledek Marvel yang masih sibuk berselancar. Kini, ia beralih pada akun instagramnya. "Ck, orang lagi berduka. Ada aja, ya, yang komen nggak-nggak di status orang itu. Yang ngiklan nggak ngotak, sumpah."
Reno malas menanggapi. Sebab kini, pikirannya sudah sibuk menerawang jauh.
Apa cewek itu sudah menggugurkan kandungannya?
Apa cewek itu benar-benar tak ingin mengganggunya?
Benarkah cewek itu mengandung benihnya?
Halah, buat apa sih dia merasa bersalah begini?
Toh, mereka tidak saling mengenal.
Masa bodoh sajalah!
"Ren, Arin noh," Marvel menyenggol kakinya.
Dan Moreno buru-buru membuang puntung rokok setelah menyudutkan baranya. "Shit! Pasti bakal ngadu nyokap nih," gerutu Reno sambil menghalau sisa-sisa asap rokok yang masih berada di sekelilingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Partner
ChickLitMenjadi pengagum yang tersembunyi, Kalanaya Zavira akhirnya mendapatkan kesempatan untuk menghabiskan waktu satu malam bersama Moreno. Dari sebuah website rahasia yang dikelola oleh senior kampus, Lana memperoleh undangan yang ia idam-idamkan. Dan M...