Tiga Puluh Delapan

43.7K 5.2K 726
                                    

Maaf yaa, kemarin tuh ada masalah sama laptop aku. Terus karna aku gaptek, aku sok otak atik sendiri. Endingnya, malah makin bermasalah dong.

sori ya jadi lambretaaa. Padahal part ini tuh udah selesai lama lhooo hahaha.

Percaya ato nggak, aku nulis part ini duluan dibanding 2 part ulala sebelumnya. Karena waktu itu, aku masih mikirin yh di KBM pssti gk bisa lulus sensor aku kalo nekat bikin syalala kyk 2 part kemarin.

Makanya, niatnya lgsg lompat aja. Skip2 ulala manzaaa, dan tetap berpedoman lurus gk neko2. Eh, tpi ternyata aku tergodaa hahahaa

Yuklah, happy reading yaaa


"Bangke! Lo belah duren 'kan?"

Reno dilempar oleh bantalan sofa, begitu ia keluar dari pintu kamar Lana. "Lo apaan sih?" dengkusnya sambil menguap lebar. Ia menggaruk perut serta kepalanya. Menyadari hanya mengenakan boxer tanpa atasan, Reno segera menatap teman-temannya. "Ups, kalian ngelihat aurat gue," katanya seraya menyilangkan kedua lengan menutupi dada. "Duh, mendadak gue merasa berdosa."

"Bangsat!

"Monyet!"

"Makin nggak ngotak nih orang!"

Reno hanya bisa cengengesan. Dengan wajah tengil, ia melongok ke arah dapur apartemen Sean. "Ada sarapan apa nih?" ia benar-benar tak tahu diri. Sudah menumpang, bangun juga siang. Begitu bangun malah menanyakan sarapan. "Eh, udah siang, ya, ternyata?" karena horden di kamar Lana belum ia buka. "Yan, sarapan apa nih, buat gue sebagai anak kost?"

"Sarapan kadal, Njing!"

"Kalau ngomong tuh, yang konsisten dong, Yan," Reno meledek. "Sebenernya, lo tuh sarapan kadal atau anjing?" gelaknya tertawa.

"Babi!" maki Sean sambil melempar Reno dengan kaleng soda yang sudah kosong.

"Nah! Makin bervariasi aja, ya, menu sarapan lo? Udah kadal, anjing, sekarang babi lagi. Ck, luar biasa emang lambung lo, Yan," Reno makin menyebalkan saja bila sedang merasa berada di atas awan.

Well, maklumlah, kebutuhan batinnya telah terpenuhi secara utuh. Bangun dalam keadaan telanjang tanpa mendengar tangisan, merupakan privilege bagi dunia Reno yang baru. Apalagi, tidak ada drama Lana lari ke kamar mandi demi menghindarinya. Walau canggung, mereka saling menyapa dengan melempar senyuman. Lalu setelah itu, barulah Lana izin menggunakan kamar mandi duluan.

Astaga, Reno ingin merona saja.

Tetapi tidak jadi, karena tahu teman-teman laknatnya tak akan berhenti menggoda.

"Lo nyebelinnya permanen, ya, sekarang? Abis enak-enak juga, masih aja bacot," gerutu Sean sebal.

Bergaya sombong, Reno pura-pura melengos seraya mengedikkan bahu. "Jadi, kalian udah pesen sarapan apa, wahai, sahabat-sahabatku?"

"Kita-kita mau sarapan di luar. Lo kalau mau sarapan, ada pizza tuh, tinggal manasin aja," sahut Marvel sambil menguap. "Lo berisik amat tadi malam, Njing! Kita semua akhirnya ngungsi ke kamar," keluh Marvel.

Reno meringis. Ia pura-pura terbatuk dan segera mencari air di lemari es. Setelah menandaskan setengah air dingin di dalam gelas, ia buru-buru menghampiri teman-temannya. "Udahlah, kalian buru minggat aja sana."

"Kenapa?" Kenzo yang sedari tadi masih sibuk dengan ponsel, akhirnya menatap Reno. "Mau lanjut?"

Melempar kotak tisu pada Kenzo, Reno mendengkus ketika temannya tersebut memaki. "Lana malu ada kalian di sini. Dia juga butuh sarapan. Udahlah, gue nanti rebus indomi aja. Buruan, minggat kalian," usir Reno seraya mengibaskan tangannya.

Dream PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang