Lima

40.9K 4.4K 205
                                    


Jangan ngehaluin Raja di sini yaaa
Karena beneran gk bakal ada.
Awas deh kalian yaaaaa

Yuklah, happy reading

Lana menghela, menutup ponsel juga matanya. Sejenak, ia nikmati perih yang mulai menusuk-nusuk sanubari. Menjadi pengagum rahasia, benar-benar makan hati. Ck, sampai kapan ia akan melakukan stalking ini?

Padahal, sudah satu bulan lebih sejak berakhirnya malam itu. Bahkan bila menghitungnya dengan sungguh-sungguh, dua bulan hampir berlalu. Harusnya, Lana mulai memupuk benci, tetapi yang terjadi ia tetap menyukai Reno, sembunyi-sembunyi. Bagaimana pun, laki-laki itu seharusnya ia sebut banci. Meninggalkannya dengan kepanikan seorang diri. Merenggut apa yang tak seharusnya ia beri, tetapi walau begitu, Reno tidak salah sepenuhnya. Karena, memang dialah yang berkeras mengikuti acara itu. Ia terlalu naïf dengan berasumsi, menghabiskan malam dengan Reno berarti mengobrol sampai pagi.

Astaga, Lana nyaris gila setelah hari itu.

Bila tidak teringat UAS, mungkin Lana akan mengubur dirinya dalam duka penyesalan.

Mengikuti sosial media semua orang yang berhubungan dengan Moreno, terkadang mendebarkan. Namun tak jarang, justru menyakitkan. Apalagi, di saat-saat seperti ini. Ketika libur semester sudah berjalan beberapa minggu. Lana tak bisa mencoba lagi memandang Reno dari jauh. Karena mereka tidak berada di tempat yang sama.

"Lana?"

Pintu kamarnya terbuka, menampilkan sosok wanita yang paling berharga di hidupnya.

"Kenapa, Bun?"

"Kamu masih pusing?"

Tadi, sudah tidak pusing. Tetapi baru saja, pusing itu datang lagi. Tepatnya, ketika ia melihat story yang ditampilkan di akun media sosial milik Aswika Faurin yang ia ikuti. Adik tingkatnya di kampus, namun mereka beda fakultas. Namun, Arin—begitu cewek cantik itu sering disapa, merupakan sosok yang paling dekat dengan Reno.

Tidak hanya di kampus, tetapi juga di rumah.

Dari kabar yang beredar, hubungan mereka hanya sebatas kakak dan adik biasa. Kebetulan lainnya, tempat tinggal keduanya saling berdekatan.

Namun, Lana tidak mempercayai fakta itu. Sebab, pernah beberapa kali ia mendapati Reno selalu memandang Arin dengan tatap yang seperti miliknya ketika diam-diam memandang laki-laki itu.

"Lan? Kok malah bengong sih? Masih pusing banget, ya?"

Lana akhirnya bangkit, ia duduk di tengah ranjangnya sambil bersila. "Masih agak pusing sih, Bun. Tapi nggak pusing bangetlah. Kenapa, Bun? Bunda mau minta Lana temanin ke mana?"

"Ambil kebaya di Bude Neti, yuk, Lan? Bisa nggak kamu bawa motornya? Kalau nggak bisa, Bunda nggak apa-apa kok pergi sendiri."

"Lana ikut aja, deh, Bun. Biar sekalian bisa nyoba kebayanya di sana. Kalau ada yang nggak pas, bisa langsung diperbaiki."

"Ya, udah, yuk siap-siap. Bunda tunggu di depan, ya?"

Lana mengangguk.

Ia bangkit dari ranjang, menuju lemari pakaiannya. Ia hanya perlu mengambil jaket saja. Lana adalah anak bungsu dari tiga orang bersaudara. Kakak pertamanya perempuan, sudah menikah beberapa tahun lalu. Dan minggu depan, kakak laki-lakinya yang akan menikah. Untungnya, segala persiapan dilakukan oleh pihak mempelai wanita. Makanya, Lana tidak perlu ikut repot membantu mengurusi printilan pernikahan hanya karena ia sedang menjalani hari liburnya.

"Udah?"

Lana mengangguk. Ia menerima helm yang disodorkan ibunya. "Bun, setelah nikah nanti, Mas Iqbal tinggal di sini dulu 'kan sama Mbak Laura?"

Dream PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang