Dua Puluh Tiga

33K 5.5K 595
                                    

Yess,aku hadir kembalii sambil nunggu The Red Sleeve tayang hahaha

Ayo ayoo yg kemaren nebak Reno lagi syalala sama Arin mana suaranyaaa????

Abis baca part ini, kalian kudu sungkem sama kesayangan akuuu yaaa hahaha

Happy reading


Jangan terlalu percaya pada sebuah rencana. Karena begitu ditampar realita, bisa saja kita justru tersungkur parah. Segalanya, memang terlihat mudah saat berada di kepala. Namun, ketika tersaji di depan mata, hanya gemetar resah yang bisa dirasa.

Dan Reno sedang mengalaminya.

Beberapa menit sebelum ia berangkat bersenang-senang dengan Arin, realita itu menahan langkahnya. Semangat yang tadi sempat membuat hatinya berbunga-bunga, redup tak tersisa. Tangis Lana, serta penjelasan perempuan itu yang terbata-bata, cukup membuat Reno paham bahwa sekaranglah waktunya.

Ia sudah tak bisa ke mana-mana.

Mereka tak diperkenankan menikmati semua hal yang telah terencana.

Jadi, setelah membatalkan janjinya dengan Arin, Reno memutuskan tetap berada di kamarnya saja. Mengurut semua peristiwa tak terduga yang ia alami belakangan ini. Tentang Lana dan status mereka yang dipaksa keadaan tuk bersiap menjadi orangtua. Di usia yang masih terbilang muda. Menapaki kerumitan yang lagi-lagi tak pernah terpikir sebelumnya.

"Hadapi semuanya, Ren," gumamnya menyadarkan diri sendiri. "Bangkit, Ren. Lo perlu ngaku sama keluarga lo sekarang juga," ia terus meyakinkan diri yang sempat merasa goyah karena ketakutannya akan murka sang ayah. "Inget anak-anak lo, Ren," ia embuskan napas lelah sambil menutup mata. "Bayangin kalau sekarang Lana lagi kena sidang bokap nyokapnya."

Memijat pelipis, Reno benar-benar sakit kepala. Ucapan Lana yang terbata-bata tadi, cukup membuat tubuhnya terserang demam tiba-tiba. Yang ia tahu, ia akan binasa hari ini juga. Setelah nanti puas dihajar ayah dan kakaknya, Reno masih harus menghadapi keluarga Lana lagi.

Hm, bagus!

Reno akan babak belur.

"Lo nggak jadi pergi?"

Reno menoleh ke arah pintu kamarnya yang terbuka. Ada kakak laki-lakinya yang malam nanti bersiap menyatakan lamaran pada kekasihnya. Namun sebentar lagi, tampaknya Reno akan merusak rencana itu dengan realita yang siap ia paparkan. Melangkah gontai ke arah sang kakak, Reno tahu pengakuannya pasti akan mengacaukan segalanya. "Maafin gue, ya, Mas?"

Kening Miko mengernyit. "Tumben?"

Reno hanya mampu menghela. "Gue mau ngomong sesuatu, Mas."

Lagi-lagi, Miko menatap adiknya itu dengan heran. "Ngomong apa? Sama gue?"

"Sama semuanya. Sama papi mami sekalian."

"Wuih, dari roman-romannya, ngeri nih?" celetuk Miko tertawa. "Ada apa sih, Ren? Serius banget tuh muka," guraunya seraya mengikuti sang adik menuruni anak tangga. "Ren? Mau ngomong apa lo? Muka serius banget kayak ketahuan ngehamilin cewek aja."

Deg.

Reno meringis seketika.

Ia menghentikan langkah sejenak, demi menatap kakaknya dengan tatapan horor.

"Kenapa?"

Apa di wajahnya sudah tercetak jelas bahwa ia menghamili seorang gadis?

Apa wajahnya benar-benar menampilkan dosa yang telah ia perbuat?

"Malah bengong nih anak. Ada apa sih?"

Ada berita gede, Mas. Dan gue yakin, lo pasti murka waktu ngedengernya.

Dream PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang