Dua Belas

38.7K 5.3K 491
                                    

 duuh, Reno kesayangan akuu hadirot hahahahaha

Yuk, intipp keuwuan Reno yg selalu bikin baper wkwkkwk

Happy reading gengssss

"Udah?"

Lana mengangguk sambil menyeka wajahnya dengan tisu yang disodorkan Reno. Ia meraih botol minyak kayu putih di dalam tas, lalu menggosok hidungnya yang kian merasa sensitive akhir-akhir ini. "Gue mau duduk dulu," matanya menangkap deretan kursi yang tak jauh dari toilet. "Gue capek."

Reno menuruti tanpa ragu. Ia berjalan di belakang Lana, sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, sudah dua kali mereka berhenti di jalan hanya karena Lana ingin muntah. Dan kini, baru saja tiba, Lana sudah memburunya mencari toilet untuk kembali muntah.

"Lo udah berapa hari bolos kuliah?"

"Dua," jawab Lana singkat. Ia tengah menghirup aroma terapi dari minyak kayu putih yang kini ia dekatkan ke hidungnya. Menarik napasnya dalam-dalam, agar aroma menenangkan itu dapat meredakan gejolak mual.

Well, pada akhirnya, ia setuju pada ajakan Reno ke rumah sakit.

Pemuda itu bilang, bila memang tidak ingin menggugurkan, setidaknya mereka perlu tahu berapa usia pasti janin yang ada di dalam kandungan Lana. Supaya tidak terus menerka-nerka. Agar tak ada lagi praduga.

Tetapi Lana seolah tahu, Reno tak mungkin repot-repot melakukan hal ini tanpa tujuan. Selama dua hari mereka tak bertemu, Lana memilih membolos kuliah. Pusingnya luar biasa menyiksa. Sementara untuk lari dari masalah ini seorang diri, ia pun tak berdaya.

Bayangan murka kedua orangtua, terus membayangi dirinya. Tiap kali ibu dan ayahnya menghubungi, rasanya Lana ingin segera mengaku. Tetapi tak berani, dan tak punya nyali.

"Ren," Lana menatap Reno sejenak.

"Apa?"

Menelan ludah, Lana segera menggelengkan kepala.

Sejujurnya, ia merasa takut.

Sesungguhnya, ia tidak tidak percaya pada Reno.

Ia khawatir pada kandungannya.

Dalam angan terliarnya, ia berharap dapat pergi dan tinggal hanya berdua saja dengan anaknya. Namun, ia tidak memiliki uang lebih. Lagipula, harus ke mana ia melangkah? Ketika tubuhnya, justru tak berdaya tiap harinya.

"Masih mual?"

Pertanyaan Reno membuyarkan Lana dari pikiran-pikiran yang tak menentu. Ia tatap pemuda itu dalam diam. Merekam sosoknya melalui ingatan yang ingin ia kristalkan. Kemudian mempertanyaan pada semesta, tentang kebodohan yang telah ia lakukan.

Andai hari itu ia tidak berkeras mendaftarkan diri ke dalam acara tersebut, pasti hidupnya tidak akan kacau seperti ini.

Tidakkah cukup baginya hanya menjadi pengagum rahasia?

Mengapa ia nekat menunjukkan wajah?

Lihatlah, akibat yang kini ia derita.

Pandangan Lana lantas turun ke bawah. Menatap perutnya yang sudah sudah membesar. Entah berapa usia janinnya di dalam sana. Yang jelas, kehamilan yang awalnya belum bisa ia terima, kini sudah menunjukkan eksistensi yang tak mungkin ia ingkari.

Ia memang sedang mengandung.

"Lan, lo mau ngemut permen mau nggak sih?" Reno menyodorkan dua bungkus permen mint pada Lana. "Ehem, maksud gue buat ngurangi mualnya."

Dream PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang