Dua Puluh Satu

34.7K 5K 516
                                    


Setelah weekend yg padat, Reno kembali hahaha

Yaudah deh, happy reading aja ya kaliaann

"Lo demam, Ren?"

Reno mendengkus, lalu teman-temannya tertawa.

Melempari mereka semua dengan kaleng-kaleng bir di atas meja, Reno memilih menutup mata setelahnya. Meladeni teman-temannya hanya akan membuatnya kian gelisah saja.

"Nervous banget, ya, Ren? Padahal, lo belum disuruh ngucap lho," ejek Sean. Sekarang, giliran mereka yang melempar Reno dengan kulit kacang dan bungkus keripik kentang. "Santai, Ren. Nikmati hari-hari berharga lo dululah."

"Pala lo!" maki Reno seraya berdecak. "Dia anak bungsu. Gilak! Punya kakak cowok pula! Mati gue!"

Lalu teman-temannya kembali terbahak-bahak, membuat wajah Reno kian masam saja dibuat mereka. Mencoba mengabaikan mereka semua, Reno meraih ponsel. Memeriksa notifikasi chat, dan Lana tak ada mengabarinya.

Berarti, situasi masih aman, ya?

Okay, tarik napas, Ren. Semua masih aman terkendali.

Ck, tapi Reno sudah terlanjur diterpa kekhawatiran sedari tadi.

"Lo langsung ketemu abangnya tadi?" Kenzo menendang kaki Reno yang tak bisa diam. "Sekalian bokapnya juga?"

Sambil menyugar rambut, Reno mengangguk. "Lana cuma minta dianterin sampai gerbang kompleknya aja. Eh, pas dia turun, malah ketemu nyokapnya yang lagi jalan sama temen-temen pengajian. Nyokapnya nanya dong, pulang sama siapa. Lana nggak bisa bohong, dibilangnya pulang sama temen. Ya, udah, terpaksa deh gue ikut turun terus nyalami nyokapnya. Ditawarilah gue mampir ke rumahnya."

"Berarti, first impression lo keren dong, Ren. Sampai nyokapnya Lana nawarin lo mampir segala," canda Kenzo cengengesan. "Eh, tapi 'kan, di mata buibu komplek, lo selalu kelihatan mantu-able banget, ya, Ren? Makanya, nyokapnya Arin percaya banget kalau anaknya diasuh kadal kayak lo," tambahnya meledek.

"Bangsat lo, Ken!" umpat Reno melempar Kenzo dengan kotak tisu. Tetapi setelah itu, ia berdecak. Menyugar rambutnya kembali dan terlihat lelah. "Harusnya, Lana tuh tinggal bilang aja gue kang grab gitu. Jadi, abis persoalan. Eh, ini malah digiring ke rumahnya dong gue setelah itu. Kebetulan kampret lainnya, kakak cowoknya pas banget baru pulang. Terus, bokapnya yang ngebukain pager."

Reno tak bisa melupakan bagaimana jantungnya berdetak kencang sore tadi. Ia merasa mati gaya. Mati kutu. Dan mati semati-matinya.

"Bokapnya kelihatan nggak ramah. Mukanya ketat banget, nggak ada senyumnya sama sekali. Persis bokap gue, cuma bokap gue tuh level juteknya di atas bokapnya Lana lagi. Ngeri gue," Reno bergidik.

"Tapi, lo 'kan nggak diapa-apain sama mereka, Ren. Udahlah, santai aja," komentar Marvel menahan tawa.

"Belum diapa-apain, lebih tepatnya," koreksi Sean segera. "Nanti setelah anaknya ngaku, baru deh eksekusinya."

"Bangke!" maki Reno sambil menendang meja.

Well, Lana itu tidak jago berbohong. Reno khawatir, bisa saja perempuan itu sudah ketahuan sekarang. Apalagi, tadi Lana sempat bilang bahwa yang tinggal di rumah, tidak hanya kedua orangtuanya. Melainkan, kakak laki-laki Lana dan istrinya juga. Okelah, kalau malam ini memang aman.

Lantas, besok pagi bagaimana?

Sudahlah anak-anaknya itu banyak tingkah semua.

Sejak dini saja, Reno sudah tahu kalau anak-anaknya itu adalah jelmaannya sekali.

Dream PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang