Dua Puluh Lima

35.8K 5.2K 523
                                    

Percayalah gengss, bapak2 terbaiiqq di lapakku itu cuma bapaknya Affan, Bara n Raja. Selebihnya tetep aja nyebeliinn hahahaa

Eh, tapi, semua anaknya Opa Hartala baiq2 kok. Makanya akuu sayaanggg syalalalaa

Yuklah, update sekarang. Soalnya jam 8 kurang, aku sibuk streaming The Red Sleeve hahahaa

Happy reading kaliaann


Ketika vonis telah dijatuhkan, biasanya tersangka akan mengajukan banding bila hasilnya tidak sesuai dengan harap mereka mengenai keringanan sebuah hukuman. Protes pun mulai dilayangkan. Lalu kericuhan menjadi babak baru dari pengadilan yang sering dilabeli penuh ketidakadilan.

Penyesalan di ujung waktu, tak pernah berbuah manis. Air mata hanya menunjukkan betapa tragisnya tangis tanpa berkesudahan. Dimensi lara menjadi teman tersuram yang bertahta di jiwa. Menghilangkan tawa, memunculkan depresi tiada tara.

Namun pada akhirnya, para tersangka tak bisa berbuat apa-apa. Kejahatan yang mereka lakukan, telah menyebabkan banyak hati terluka parah. Merontah tak ada guna, mereka sepakat menjalani hari-hari yang tak mudah.

Reno ditinggalkan oleh kedua orangtuanya di rumah Lana begitu saja. Setelah kesepakatan dilakukan, kedua orangtuanya langsung pulang dengan menggunakan mobilnya. Tanpa dipandang sayang, ia resmi ditiadakan. Ayahnya tak pernah main-main dalam memberi mereka hukuman. Jadi Reno paham, kali ini ia resmi tamat.

"Punya bapak, tega banget sama anak," gumamnya sok menggerutu. Padahal, hatinya benar-benar tercubit pilu. Sambil meremas rambut, ia tutup mata sejenak. Bayangan air mata ibunya, membuatnya menghela berkali-kali. Tetapi bila mengingat semarah apa sang ayah tadi, Reno tahu ia tidak akan berani. "Maaf, Pi," bisiknya penuh penyesalan. "Maafin Reno, Mi," ia tekan kelopak matanya perlahan. "Maafin gue, Mas, gue bikin kacau acara lo," ia terus bermonolog sendiri. "Mbak Raisa," ia menarik napas panjang.

Kakak perempuan Reno tidak ingin dilangkahi perihal jodoh. Waktu itu, Reno hanya mencibir ancaman kakaknya. Tapi sekarang, ia bahkan melangkahi dua sekaligus.

"Siapa yang tahu bakal kayak gini," gumamnya sambil mengusap wajah.

Well, ia dan Lana akan menikah dua minggu lagi atau paling lama sebulan dari hari ini. Tak akan ada pesta perayaan. Hanya akad saja dan itu pun digelar di rumah Lana. Kemudian, mereka akan terbuang selamanya. Karena kedua orangtua mereka, tidak ada yang ingin menampung keduanya setelah menikah nanti.

Mereka akan dilepaskan sendiri.

Dituntut mandiri karena telah berbuat sesuka hati.

Sambil mengusap wajahnya, Reno menarik napas berkali-kali.

"Dream partner, berengsek," makinya geram. "Acara kampret," tangannya terkepal kuat.

Astaga, kenapa semuanya terasa teramat berat?

"Sial!" umpatnya sambil menjambak rambutnya yang sudah berantakan sejak tadi. "Mau tinggal di mana nanti," gumamnya putus asa. Maksudnya, tentu saja setelah menikah.

Harus ke mana ia bawa Lana?

Bagaimana dengan kuliah mereka?

Lalu, biaya untuk hidup berdua?

Ah, enam bulan dari sekarang, mereka akan menjadi berempat.

Bagaimana dengan biaya melahirkan?

Bagaimana dengan nutrisi si kembar?

Demi Tuhan, Reno merasakan kepalanya mau pecah.

"Ren?"

Kepala Reno menoleh.

Dream PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang