02

147 11 7
                                    

ARISTAN

- Happy Reading -

•••

Kaki Aris melangkah keluar dari area parkiran. Sepanjang berjalan di lorong kelas XI, telinganya tak luput dari pujian-pujian yang terlontar dari siswi-siswi. Baik yang berasal dari adik kelas, teman seangkatan, bahkan kakak kelaspun ada. Aris tampak tak perduli. Telinganya sudah terbiasa setiap kali ia datang ke sekolah mendapat ucapan-ucapan seperti itu.

"Kak Aris, good morning," sapa salah satu adik kelas dengan manja.

"Kak, dm aku di ig kok belum dibales?"

"Ris, lo ganteng banget hari ini."

"Sumpah deh, Ris. Lo bikin gue meleleh tiap hari."

"Klepek-klepek gue tuh kalau liat Aris."

"Ris, kita tiap pagi ketemu terus deh perasaan. Apa jangan-jangan kita jodoh, ya?"

"Jadiin gue pacar lo dong, Ris,"

"Nggak minat pacaran, sorry." Aris menyaut datar kemudian melanjutkan langkahnya dengan cepat. Tak ingin berlama-lama mendengar celotehan-celotehan yang sudah setiap hari ia dengar, bahkan dirinya sampai hafal dengan kalimat-kalimat yang terlontar padanya.

Sampai di depan kelas XI IPS 4, Aris masuk ke sana. Ia melihat keempat temannya yang juga merupakan anggota Arbaaz sedang duduk dibangku mereka masing-masing. Ya, bangku kebanggaan anak-anak anggota inti Arbaaz, bangku paling belakang.

"Brian sama Jeremy belum dateng?" Tanya Aris saat ia baru saja mendudukkan bokongnya dibangku.

Michael menoleh sebentar, lalu menggeleng. "Kayaknya lagi mampir ke Warbasis," ucapnya kemudian kembali mengalihkan pandangannya pada ponsel di tangannya. Seperti biasa, cowok itu sedang main game.

"Perasaan gue kok nggak enak, ya?" celetuk Reza sambil memegang dadanya dramatis.

"Nggak enak kenapa tuh? Tumben," sahut Ricky.

Berbeda dengan yang lainnya, si pendiam Frans hanya diam, sesuai dengan sifatnya. Frans yang duduk menyamping sambil bersandar di tembok, menunggu cowok yang duduk dibelakang bangkunya itu melanjutkan ucapannya.

"Kalau nggak salah hari ini ada PR Matematika. Iya nggak sih?" Reza memastikan. Ia menatap keempat temannya secara bergantian.

Aris mengerutkan alisnya. Ia nampak sedang berpikir dan mengingat-ingat jadwal pelajaran hari ini. Tak lama kemudian ia mengangguk. Membuat Reza seketika panas dingin.

Pasalnya, selain lupa ia juga belum mengerjakan PR Matematika itu sama sekali. Bahkan membuka buku pun tidak. Bagaimana bisa membuka buku sedangkan ia saja tadi malam sibuk mabar bersama Michael di basecamp Arbaaz hingga larut malam. Setelah itu, ia pulang dan langsung tidur karena kelelahan.

"Mampus gue bakal kena hukum Pak Abdul ntar!" Reza menepuk dahinya. Menyesali kebodohannya karena lupa mengerjakan PR.

"Lagian siapa suruh nggak dikerjain dulu PR-nya," ucap Ricky menyalahkan.

Reza menatap Ricky dengan tatapan tajam. "Lo inget nggak siapa yang maksa gue buat cepet-cepet kemarin?!"

Ricky seketika nyengir dan menggaruk kepalanya yang padahal tidak gatal. "Gue, Za," ucapnya cengengesan.

"Kampret emang," gumam Michael yang masih dapat didengar oleh Ricky.

"Diem lo, bocil! Game mulu di otak lu! PR udah dikerjain belum?" Semprot Ricky.

ARISTAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang