32

46 4 2
                                    

ARISTAN

- Happy Reading -
___________________

"Hebat juga lo ternyata. Padahal, nabrak Aris bukan salah satu dari rencana kita," ucap Kezio diiringi senyum seringaiannya.

"Gue nggak sengaja nabrak dia, sumpah," ucap Rafael sambil mengacak rambutnya.

"Lo kenapa malah bersikap kayak gitu, huh? Takut?" Kezio menaikkan sebelah aslinya.

Rafael mengangguk. "Gue khawatir ada yang liat kejadian waktu itu trus laporin gue atas dugaan kasus tabrak lari."

Kezio menggeleng menyanggah perkataan Rafael. "Nggak bakal ada yang laporin lo," ucapnya meyakinkan.

"Nggak menutup kemungkinan, kan? Kebenaran pasti bakal terungkap cepat atau lambat."

•••

Suara dering ponsel terdengar. Seluruh atensi semua anggota inti langsung tertuju ke arah meja yang mana di sana terdapat ponsel mereka yang tersusun rapi. Saat ini, ketujuh anggota inti itu sedang bermain permainan ular tangga karena mereka sedang melakukan challenge untuk tidak bermain ponsel.

Michael yang notabenenya selalu bermain game di ponsel pun merasa tidak terima. Akhirnya, atas saran dari Reza, mereka pun bermain permainan ular tangga itu. Mengenai dari mana mereka mendapatkan alat-alat permainan itu, jawabannya adalah Reza yang dengan senang hati membawanya dari rumah sebelum datang ke basecamp ini tadi pagi.

"Elah, ganggu orang main aja dah," gerutu Reza. "Cepet, Ris. Giliran lo yang jalan." Reza menyerahkan dadu kepada Aris kemudian disambut oleh cowok itu.

"Liat dulu sana," titah Brian malas.

Hilang sudah harga dirinya sebagai ketua geng motor akibat bermain permainan ular tangga ini. Terlebih, sejak tadi ia selalu turun posisi karena berada di kolom yang terdapat ular. Tak hanya dirinya, Frans yang notabene paling savage diantara mereka semua pun bernasib tak jauh beda dari Brian. Berbeda dengan Brian dan Frans, Aris hanya mengikuti saja alur permainan ini tanpa protes sedikitpun. Sedangkan Reza, Ricky, Michael dan Jeremy terlihat antusias untuk mencapai kolom finis lebih dulu.

Jeremy selaku orang yang paling dekat dengan posisi meja pun mengangguk. Ia lantas menoleh pada ponsel Aris yang menyala kemudian meraihnya.

Mama is calling ...

"Ris, nyokap, lo telpon," ucap Jeremy lalu menyerahkan ponsel itu kepada Aris.

Aris segera meraih ponselnya. Baru hendak menerima, panggilan tersebut sudah terputus. Ketika hendak menelpon balik, sebuah pesan chat masuk membuat Aris mengurungkan niatnya.

Mama :
[Dia udah sadar, Ris. Kalau nggak sibuk, ke sini, ya. Dia nyariin kamu]

Aris mengembangkan senyumnya membuat keenam sahabatnya menatap heran.

"Kenapa tuh?" celetuk Jeremy.

"Dapet undian berhadiah kali," sahut Ricky.

Setelah mengirimkan balasan kepada sang Sella, Aris segera bangkit dan meraih kunci motornya yang berada di gantungan kunci.

"Gue ke rumah sakit dulu," ucapnya tergesa. Dari raut wajahnya yang terlihat, sangat kentara sekali Aris tengah bahagia sekarang.

"Ngapain?" tanya Brian bingung.

"Dia udah sadar," balas Aris kemudian berlari ke luar dari area basecamp.

Ricky menoleh ke arah Brian. "Kita nyusulin nggak?" tanyanya.

Brian lantas menggeleng. "Bukan sekarang waktu yang tepat. Biar dia dijengukin sama orang terdekatnya dulu."

"Kita kapan jengukin dia?" timpal Michael.

"Besok aja."

•••

Tak memerlukan waktu lama bagi Aris untuk tiba di rumah sakit. Langkah kakinya tergesa saat berjalan di lorong menuju ruang rawat seseorang itu.

Setibanya ia di depan ruang rawat, seorang pria paruh baya berdiri di sana sambil menatap ke arahnya.

"Papa," lirih Aris pelan kemudian segera menghampiri Adnan yang telah berdiri di sana kurang lebih 15 menit lamanya tanpa masuk ke dalam ruangan.

"Papa udah lama dateng?" tanya Aris.

Adnan mengangguk. "Udah 20 menit Papa di sini."

Aris melirik ke dalam ruangan. Di sana, sudah ada Sella yang tampak berbicara dengan dia yang bersandar pada headboard brankarnya.

Aris kembali menatap Adnan. "Ayo masuk, Pa," ajaknya.

"Kamu duluan aja."

"Nggak. Papa harus masuk bareng aku." Tanpa banyak kata, Aris meraih tangan Adnan kemudian membawanya masuk ke dalam ruangan berbentuk persegi serba putih tersebut.

Sella dan cewek yang berada di atas brankar lantas menoleh saat kedatangan Aris dan Adnan. Sebuah senyum tipis terlihat di wajah cantik cewek tersebut saat melihat dua laki-laki itu masuk ke ruangannya.

"Papa, Aris," ucapnya masih terdengar lemah.

"Anin," panggil Aris lembut kemudian segera menghampiri cewek tersebut.

Anindya Prameswari Favian, adik kandung dari Aris Keano Favian yang telah mengalami koma selama 2 tahun akibat kecelakaan yang menimpanya akhirnya kini telah sadar meskipun keadaannya masih sangat lemah.

Setitik air mata perlahan keluar dari mata Aris dan membasahi pipinya ketika ia memeluk Anin, adik yang sangat ia sayangi dan cinta keduanya setelah Sella, Mamanya.

Aris melepas pelukannya kemudian mencium singkat kedua belah pipi Anin. Tak lupa ia mengelus surai hitam legam dan panjang milik adiknya itu. "Gue kangen sama lo, Nin," ucap Aris.

Meski keadannya masih lemah, Anin tetap berusaha mengangkat tangan kanannya kemudian menghapus jejak air mata di pipi Aris. "Gue juga," ucap Anin pelan bahkan terdengar seperti lirihan.

Anin beralih menatap Adnan yang berdiri di sebelah brankarnya. Aris yang paham dengan keadaan pun lantas bangkit dari duduknya dan memberikan ruang bagi Adnan untuk melepaskan rindu selama 2 tahun lamanya terpendam kepada putri bungsunya itu.

Jika sebelumnya Aris mencium pipi Anin, maka Adnan mencium keningnya cukup lama. Perlakuan tersebut merupakan hal yang paling Anin sukai dari Adnan dan Aris.

Sella menghapus bulir air mata yang jatuh membasahi pipinya. Sungguh, keadaan seperti ini sangat ia rindukan sejak 2 tahun terakhir.

"Mommy, kapan aku bisa pulang?" Anin menoleh menatap Sella setelah Adnan melepas pelukannya.

"Keadaan kamu masih lemah, Sayang. Kamu harus dirawat beberapa hari sampai bener-bener pulih." Sella mengelus puncak kepala Anin.

Raut wajah Anin berubah sendu. "Aku kangen rumah, Mom."

Ia kini beralih menatap Adnan. Satu-satunya orang yang akan menuruti segala keinginannya. Dengan gerakan perlahan, Anin meraih tangan Adnan dan membujuk pria paruh baya itu. "Pa, aku mau pulang. Bilangin sama Mommy aku mau pulang."

Aris mendekat dan duduk di pinggiran brankar. "Anin, lo baru aja sadar setelah sekian lama. Seenggaknya, lo dirawat dulu dua atau tiga hari buat pulihin keadaan lo. Ya?" ucap Aris penuh kelembutan, berharap Anin mau mengerti.

Anin terdiam beberapa saat sebelum akhirnya ia mengangguk mengiyakan.

•••

To be continue⚘

ARISTAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang