36

42 5 12
                                    

ARISTAN

- Happy Reading -
____________________

"Kata Dokter Nara, Anin udah bisa pulang ke rumah besok," ucap Adnan memecah keheningan di meja makan pagi ini.

Untuk pertama kali setelah 2 tahun lamanya, akhirnya keluarga kecil itu kembali melakukan sarapan bersama meski belum ada kehadiran Anin diantara mereka. Meski begitu, keadaannya masih tetap sama. Adnan dan Sella masih enggan berbicara banyak. Mungkin, permasalahan diantara keduanya belum benar-benar berakhir. Mereka berdua seakan enggan berdamai dengan keadaan dan kembali pada kebersamaan.

"Besok kalau Anin pulang, aku harap Mama sama Papa nggak banyak bertengkar lagi. Setidaknya, jangan lakuin hal itu di depan Anin."

Adnan dan Sella terdiam mendengar penuturan Aris.

"Jangan keseringan nggak ada di rumah juga. Seenggaknya kalau nggak demi kami berdua, lakuin demi Anin. Jaga perasaan dia dan jangan sampai dia tau gimana keadaan keluarganya semenjak dia koma 2 tahun yang lalu." Usai berucap demikian, tanpa menunggu kedua orangtuanya menjawab, Aris segera bangkit dari duduknya dan melangkahkan kaki keluar.

•••

Ketujuh anggota inti Arbaaz yang baru saja selesai melaksanakan senam pagi di SMA Lentera Bangsa, langsung menuju ke markas mereka yaitu Warbasis.

"Gimana lo sama Intan?" tanya Brian membuka percakapan.

"Gimana apanya?" Aris bertanya balik.

"Mau sampe kapan hubungan kalian berdua?"

"Gue juga nggak tau, Bri."

"Gue curiga jangan-jangan lo udah mulai ada rasa, Ris, sama Intan," ucap Jeremy.

Ucapan Jeremy lantas diangguki oleh Michael.

"Rasa apaan? Jeruk, Nanas, Apel, Mangga atau Durian?" tanya Reza.

"Rasa cinta maksudnya, Za! Ngadi-ngadi banget sih lo, ah!" kesal Michael.

"Rasa belum sempat menggenggam, tapi sudah harus melepaskan," celetuk Frans.

"Kayak Reza, dong!" tukas Ricky cepat membuat orang yang disebutkan namanya sontak menoleh dan menatapnya tajam.

"Ya emang Reza," ucap Frans lagi.

"Nistain aja terus, nistain!" Reza memberengutkan wajahnya kesal.

"Udah dapet izin dari orangnya langsung tuh. Disuruh bahkan," sahut Frans lalu menggigit sebuah pisang goreng.

"Lo nggak usah ikut-ikutan nistain gue deh, Ans. Lo kalau nistain nggak nanggung-nanggung soalnya," peringat Reza.

"OH, JADI INI KERJAANNYA? KALIAN NGGAK LIAT INI UDAH JAM BERAPA?! CEPET MASUK KE KELAS!"

Tiba-tiba saja sebuah suara melengking terdengar beberapa meter dari ketujuh, ralat, sekitar dua puluh anggota Arbaaz yang berada di Warbasis. Sontak saja hal itu membuat seluruh atensi anggota Arbaaz teralihkan. Beberapa meter di depan mereka, Bu Sri tengah berdiri dengan tangan berkacak pinggang dan wajah yang garang.

•••

Di dalam kelas, Intan menatap gelang yang tadi malam diberikan Aris kepadanya. Ia masih tak habis pikir, bagaimana bisa cowok itu menggabungkan namanya dengan nama Intan hingga terinspirasi membuat gelang bertuliskan ARISTAN itu. Tanpa ia sadari, senyumnya perlahan mengembang ketika teringat kejadian tadi malam.

"Hayoloh, ngapain senyum-senyum?" Raqilla tiba-tiba datang membuat Intan terjingkat kaget.

"Ngagetin aja sih, lo," ucap Intan kesal.

ARISTAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang