33

48 4 3
                                    

ARISTAN

- Happy Reading -
____________________

Usai pelaksanaan upacara bendera, Intan bersama kedua sahabatnya berjalan menuju ke kelas. Tak sengaja, matanya melihat Aris yang berada di depannya bersama keenam sahabat cowok itu. Intan seketika teringat dengan pesan chat yang dikirimkan Aris dua hari lalu yang mengajaknya jalan-jalan. Namun nyatanya, ia tidak datang. Bahkan, menghubunginya lewat pesan chat pun tidak ada.

Intan tetap melanjutkan langkah kakinya bersama Raqilla dan Jesna melewati gerombolan anggota inti tersebut. Akan tetapi, Aris menyadari kehadirannya. Keduanya sempat bersitatap beberapa saat sebelum akhirnya Intan memutus kontak mata tersebut lebih dulu.

"Ris, Intan tuh," celetuk Ricky.

"Gue tau," balasnya singkat.

Sebuah ide terlintas dalam otaknya untuk mengerjai Intan. "Kenapa lo tolak ajakan gue waktu itu?" Pertanyaan yang terlontar dari Aris sontak membuat Intan menghentikan langkahnya.

Ia berbalik badan dan menatap Aris. Begitupun halnya dengan Raqilla dan Jesna.

"Kapan gue nolak, anj*r?! Lo aja nggak ada ngechat gue," ucap Intan.

"Gue udah ngechat, tapi lo bilang nggak bisa. Jadi ya udah. Lo tau kan konsekuensinya kalau lo nolak ajakan gue? Nolak sama dengan hancur," ucap Aris sembari mengeluarkan ponselnya dari saku seragam sekolahnya.

Intan melotot tak percaya. Dengan segera, ia menarik tangan Aris dan membawanya menjauh dari keenam anggota inti dan juga kedua sahabatnya.

"Apa maksud lo?" tanya Intan serius.

"Lo harus siap-siap reputasi lo hancur hari ini juga," ucap Aris.

"Lo nggak bisa ambil keputusan sendiri gitu dong! Udah gue bilang, lo nggak ada ngechat gue. Chat lo aja nggak pernah ada masuk ke hp gue, jadi kapan gue ngebales kalau gue nolak ajakan lo?" ucap Intan kesal.

Cewek itu lantas mengeluarkan ponselnya kemudian menunjukkan pesan chat terakhir dari Aris yang dikirim cowok itu ketika ia mengajaknya pergi, tak lupa pula dengan ancamannya tersebut.

"Liat, chat lo ke gue cuman ini. Nggak ada yang lain." Intan memperlihatkan roomchatnya dengan Aris.

"Tapi di sini beda." Aris turut memperlihatkan roomchatnya yang terdapat tolakan Intan atas ajakannya.

Intan terdiam membeku. Perasaannya mendadak tidak enak. Sungguh, dalam pesan chat itu, ia tidak pernah mengetikkannya dan mengirimkannya kepada Aris. Lalu, bagaimana bisa ada balasan seperti itu dalam roomchat Aris dan dirinya?

"Ini WA lo, kan? Jadi ya udah, berarti emang lo yang ngirim dan nolak ajakan gue."

Aris mulai mengutak atik ponselnya. "Gue bakal sebarin fakta seorang Intan Alessandra Alena, bintang sekolah SMA LB yang suka nonton series Thailand dengan logo petir kuning sama petir merah," ucap Aris dengan tangan yang fokus mengetik di layar benda pipih tersebut.

"Anj*r! Gue nggak pernah nonton yang logo petir merah!" sentaknya tak terima.

Intan menghembuskan napas pelan untuk mengontrol emosinya. Jangan sampai ia menyebutkan semua nama binatang kepada cowok ini. Untuk saat ini, biarlah ia merendahkan gengsinya daripada harus merelakan harga dirinya hancur di mata seluruh murid SMA Lentera Bangsa.

"Oke, gue akuin gue salah. Gimana sebagai gantinya kita jalan nanti malam?" ucap Intan menawarkan.

Aris menghentikan pergerakannya kemudian beralih menatap Intan. Ia terdiam sejenak lalu mengangguk. "Oke. Gue jemput lo jam 8 malam," ucapnya.

Tanpa disadari, seseorang sedari tadi telah mendengar perbincangan mereka berdua.

•••

Jam istirahat telah berakhir. Saat ini, ketujuh anggota inti sudah berada di ruang kelas dan duduk di bangku mereka masing-masing. Hal itu dikarenakan sebentar lagi Bu Sri akan masuk. Kalau saja bukan wanita itu yang akan mengajar setelah ini, mungkin mereka masih bersantai di rooftop tanpa peduli jam belajar sudah dimulai.

"Ris, gimana keadaan Anin?" tanya Brian.

"Keadaannya semakin membaik. Mungkin besok atau lusa dia udah diizinin pulang sama dokter," jawab Aris.

"Dua tahun bukan waktu yang sebentar buat nungguin dia sadar dari komanya," timpal Jeremy.

"Syukurnya waktu itu Anin cepet di bawa ke rumah sakit," sambung Reza.

Aris mengangguk mengiyakan ucapan Reza. Cowok itu lantas menoleh ke arah Frans yang sedari tadi hanya diam mendengarkan perbincangan sahabatnya. "Gue sangat berterima kasih sama lo, Ans. Gue nggak bisa bayangin gimana keadaan Anin kalau aja lo nggak lewat di tempat kejadian buat nolongin dia," ucap Aris.

Frans mengangguk singkat. "Udah jadi kewajiban gue buat nolongin. Secara, gue juga punya adik cewek kayak lo. Gue tau gimana rasanya kalau tau adik yang paling lo sayangi tiba-tiba kecelakaan." jawabnya.

Michael mengerutkan kedua alisnya heran. "Lo punya adik? Sejak kapan, nj*r?!"

"This is my privacy." Frans menjawab singkat.

Ricky menggeplak punggung Michael. "Buat apa lo nanya-nanya tentang adiknya Ans? Jangankan adiknya, orang tuanya aja dia boro-boro mau ngasih tau ke kita," ucapnya.

Memang pada dasarnya, diantara ketujuh anggota inti, hanya Frans yang sangat tertutup dengan anggota lain. Jangankan tentang keluarganya, tentang Frans sendiri saja tidak banyak yang mereka tahu. Yang mereka tahu hanyalah Frans seorang anak laki-laki yang terkenal pendiam, dingin, savage dan tinggal seorang diri di sebuah apartemen. Oh ya, satu lagi, dia adalah cenayang. Begitu yang sering dikatakan oleh Reza.

"Kalian kayak nggak tau Ans aja," celetuk Brian. "Hal kecil dan sepele aja kalau dia bilang privasi ya berarti emang nggak boleh ada yang tau. Dan kita sebagai sahabat harus ngehargain hal itu."

"Nggak usah ghibahin gue bisa?" tanya Ans membuat keenam sahabatnya seketika terdiam.

"Kita boleh jengukin Anin nggak sih?" tanya Reza mengalihkan pembicaraan.

Aris mengangguk senang. "Boleh, nanti sekalian pergi bareng abis pulang sekolah."

•••

Di kelas XI IPS II, Intan termenung di mejanya sambil berpikir keras. Siapa yang telah mengirimkan chat kepada Aris bahwa ia menolak ajakan cowok itu?

Untung saja Aris masih mau berbaik hati tidak menyebarkan aibnya itu ke semua murid SMA Lentera Bangsa. Coba kalau tidak? Intan tak tahu di mana ia akan meletakkan wajahnya ini.

"Bengong mulu, mikirin apa sih?" tanya Raqilla yang sadar dengan keterdiaman Intan sejak bermenit-menit yang lalu. Bahkan, saat di kantin tadi pun ia lebih banyak diam ketimbang berbicara seperti biasanya. "Tentang chat itu?"

Intan mengangguk. "Gue nggak amnesia, Qil. Gue yakin seyakin yakinnya kalau yang nolak ajakan Aris di chat itu bukan gue yang kirim," ucapnya frustasi.

"Ada yang pinjem hp lo kali," celetuk Jesna yang duduk di belakang Intan dan Raqilla.

"Bisa jadi tuh. Coba lo inget-inget dulu, Tan," usul Raqilla.

Akhirnya, Intan mengingat kejadian beberapa hari yang lalu yang mana ketika Aris mengajaknya jalan, bertepatan pula dengan kedatangan Rama ke rumahnya.

Saat ia kehilangan ponselnya malam itu setelah selesai makan malam, Rama-lah yang telah memakainya tanpa izin dari Intan.

"Apa jangan-jangan Rama yang udah bales chat Aris pakai hp gue?" lirih Intan pelan namun masih dapat di dengar oleh Raqiila.

"Maybe,"

"Coba ntar pulang sekolah lo tanyain sama orangnya langsung," ucap Jesna.

"Nanti gue coba," jawab Intan.

•••

To be continue⚘

ARISTAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang