Prolog

4.3K 87 2
                                    

Hai, welcome to ECCEDENTESIAST. Jadi di sini aku mutusin buat revisi lagi cerita ini supaya bisa lebih layak buat dibaca. Ini revisi ke-3 sebenernya, soalnya sebelum revisi besar besaran tahun lalu aku udah sempet adain revisi dulu sebelum up.

Btw, kalian nemuin cerita ini dari mana sih? Nggak sengaja, rekomendasi teman atau dari Ig/Tiktok? Kasih tau dong.

Kita tau caranya menghargai orang lain, jadi jangan lupa vote dan komen di setiap part yang akan aku update nanti ya. Apapun komentar kalian, aku harap itu mengandung arti yang baik ya. Walaupun masih belum banyak yang baca cerita ini. Tapi aku seneng setiap lihat notif dari kalian.

Jangan cuma stuck di prolog ya, kalian nggak akan tahu kalau nggak baca sampai akhir. Bisa di save dulu di perpustakaan pribadi atau reading list kalian, selagi nunggu aku up lagi sampai tamat. Biar enak bacanya. Tapi kalau mau baca langsung juga boleh banget, lebih bagus malah.

Ramein setiap chapter ya.

Oiya, jangan panggil aku thor, author, min, atau apalah itu. Just call me Una, jangan yang lain ya.

Yaudah, nggak usah bertele tele lagi, kita langsung cuss ke prolognya🙌

.

.

''Kita hidup di jaman yang lebih mengutamakan keformalitasan daripada keadilan.''

.

''ORANG ORANG MENCARI KEBENARAN LEWAT FORMALITAS, TIDAK PEDULI ITU ADIL ATAU TIDAK!''

''SATU SATUNYA YANG AKU PEDULIKAN DI SINI ADALAH UANG! hanya uang yang mampu membungkam setiap mulut sampah orang orang sok suci itu.''

''KALAU BEGITU KENAPA KITA MENIKAH DULU?! KALAU TAHU AKHIRNYA AKAN SEPERTI INI, LEBIH BAIK AKU TIDAK MENIKAH SAMA SEKALI.''

''Terlalu terlambat, Elle untuk mengatakan itu. Tidak ada yang bisa di rubah lagi.''

''BISA! KITA BISA BERCERAI DAN SEMUANYA AKAN KEMBALI SEPERTI SEMULA!''

BRAKK

''Shit!''

Seena mengumpat lirih setelah bunyi pintu yang ditutup secara kasar itu terdengar. Lagi lagi orang tuanya bertengkar. Entah masalah apa kali ini, tapi untuk yang kesekian kalinya Seena merasa sangat buruk.

Ia menutup kedua telinganya sejak tadi. Menggunakan sebuah earphone hitam pemberian kakaknya bulan lalu. Memutar musik keras keras namun tetap saja suara penuh kebencian dari Danis dan Elleana masih terdengar.

Bercerai yah?

Jika dengan perceraian mereka berharap kembali seperti semula, apa itu artinya mereka akan membuang Seena? Seena sudah cukup menjadi sampah selama ini, apa hanya untuk melihatnya sebagai seseorang yang berharga itu sangat sulit?

Selama 16 tahun hidupnya, Seena tidak pernah tau bagaimana rasanya memiliki keluarga yang harmonis. Setiap hari hanya bertengkar, adu mulut, kdrt, dan segala bentuk makian dari orang tuanya sendiri yang Seena dapatkan. Apa salah jika Seena berharap ingin mati saja?

Tidak lama setelah suara bantingan pintu itu, rumahnya kembali senyap seperti biasa. Seena mengecilkan suara musiknya lalu melepas earphone yang menutupi kedua telinganya tadi. Ia duduk bersila di atas ranjang dengan punggung bersandar di kepala ranjang beralaskan bantal tebal miliknya.

Seena menghela nafas pelan, ''Kalau gue pengen mereka bertahan, mereka atau gue yang egois?'' Tanyanya pada diri sendiri.

Seena hanya memiliki satu keinginan, bisa bahagia bersama orang orang yang dia sayang sebentar saja. Walaupun hanya sekali seumur hidupnya, Seena akan sangat bersyukur jika bisa merasakannya.

Hanya sekali, dan setelahnya tidak lagi, karena Seena yakin ia hanya butuh bisa merasa bahagia walaupun hanya sebentar. Setidaknya sebelum dunia semakin berubah dan semesta semakin berlaku tidak adil.

''Jangan mati dulu, Seen.'' Gumamnya sebelum menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

.

.

See you🖐

ECCEDENTESIAST [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang