29. PTSD

478 56 0
                                    

Part nya cukup panjang ya:)

Jangan lupa vote❤🙏
.
.
.
.
.

29.PTSD
_____________________________________

"Saya tidak yakin jika harus mengatakan ini, tapi setidak nya saya sudah memberi saran untuk membawa pasien ke psikiater saja"

Varrel yang dari tadi hanya mendengarkan penjelasan dokter Rendi langsung mengerutkan alisnya bingung.

"Maksud anda?"

"sebelumnya saya minta maaf karena harus menanyakan hal ini, tapi,,apa sebelum nya pasien pernah mengalami peristiwa yang membuat pasien merasa trauma sampai sekarang?" tanya dokter Rendi tanpa pernah mengalihkan pandangan nya dari varrel.

Varrel mengangguk, pandangan nya mulai kosong, mengingat bagaimana sulitnya kaila melalui trauma yang gadis itu alami.

"pernah dok"

"beberapa tahun lalu adik saya hampir di lecehkan, dan dia juga menyaksikan langsung sahabatnya di bunuh di depan matanya"

varrel mencoba menjelaskan, tatapan nya masih kosong, dia benar-benar khawatir dengan keadaan kaila.

"sepertinya pasien mengalami gangguan mental"

Dheg!

"Anda pikir adik saya Gila?" Bentak varrel spontan.

"tidak, saya tidak mengatakan itu. tapi dari yang saya perhatikan kaila memang mengalami gangguan mental, seperti yang Anda katakan tadi, bahwa adik Anda pernah menyaksikan langsung sahabatnya di bunuh di depan matanya kan? kalau seandainya anda juga menyaksikan sendiri bagaimana tingkah adik Anda tadi, Anda juga pasti berpikir seperti apa yang saya pikir kan"

"saya memang bukan Psikiater, tapi saya sering mendapat pasien yang sama seperti kaila"

varrel mengusap wajahnya dengan kasar, ia bingung harus berkata apa sekarang.

"jadi lebih baik lagi jika kaila di bawa ke psikiater saja, agar dia dapat di tangani oleh tenaga medis profesional dengan cepat" ucap dokter Rendi memberi saran.

"tapi ini nggak bahaya kan dok?" tanya varrel.

"saya tidak bisa memastikan"

Varrel menghela napas pelan, mencoba agar tetap selalu berpikir positif bahwa adik nya pasti akan baik-baik saja.

"oiya, besok kaila juga sudah boleh di bawa pulang" sambung dokter Rendi dengan senyuman, tatapan nya tak lepas dari varrel yang masih terlihat bimbang.

"Terimakasih banyak dok, kalau begitu saya permisi" pamit varrel, dengan langkah pelan laki-laki jangkung itu lalu berjalan mendekati pintu ruangan tersebut.

"kaila pasti baik-baik saja, selama ada orang yang selalu memperhatikan dan memberikan nya semangat"

Baru saja varrel membuka knop pintu ruangan itu, namun dokter Rendi sudah kembali berbicara mencoba sedikit menenangkan varrel.
varrel berbalik menatap kembali dokter Rendi dengan senyuman yang di paksakan, setelah itu varrel akhirnya keluar dari ruangan tersebut.

Dengan langkah gontai varrel kembali berjalan menuju ke ruangan kaila, laki-laki itu terlihat sangat lelah, bayangkan saja bagaimana capek nya varrel sekarang, di tambah lagi banyak sekali yang menghantui pikiran nya, mulai dari kuliah, mengurus dua perusahaan, dan harus memikirkan kesehatan adik nya.

Cklekk!

varrel membuka knop pintu ruang rawat kaila lalu masuk dengan langkah pelan, pemandangan pertama yang ia lihat ketika masuk ke dalam adalah, Ragha yang masih setia menunggu kaila semalaman.

K A R A Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang