⛲RiMbun-28⛲

49.5K 6.4K 347
                                    

Hola, tekan vote dan komen⛲

~~~~

"Gue mau bundir aja lah."

Perkataan Arez membuat ke 4 temannya kaget, saat ini mereka ada di kantin Sekolah, 1 minggu setelah Arez keluar dari Rumah Sakit.

Begitu juga dengan yang lainnya, tapi hanya Embun saja yang belum masuk sekolah. Kakinya masih dalam pemulihan.

"Istighfar Arez!" seru Minjun seraya menggeplak kepala belakang Arez.

"Ck, gue pengen ketemu perempuan itu lagi.." keluhnya sedih kemudian menumpukan wajahnya dilipatan tangan.

Baik Java, Minjun dan River saling pandang, seolah memberi pesan tersirat.

"Yaudah, lo temuin aja lah." celetuk Java.

"Enak banget bibir lo ngomong, gue aja gatau alamatnya dimana."

"Makannya, jangan amnesia."

"Bacot!"

Arez galau, dia merasa sangat merindukan perempuan bernama Klara itu, dia sangat ingin bertemu perempuan itu.

Tapi apa alasannya? Dia bahkan gak kenal dan gak ingat siapa perempuan itu dihidupnya.

"Udah lah. Nanti gue tanyain Kak Bebi." ceplos Java.

"Tapi, Kak Bebi kan juga lupa." sahut Minjun.

Perkataan Minjun membuat Java terdiam, dia kembali lupa kalau Bebi itu amnesia.

Dan tak ada perkembangan yang sesuai dalam hubungan mereka. Bebi seolah menarik garis pembatas antara Java dan dirinya.

Seperti Java dulu, yang selalu menarik garis saat bertemu Bebi.

Karma yang menyakitkan bagi Java saat ini.

River yang tadinya sedang asik makan bekal kiriman Embun terdiam, dia langsung meorogoh ponselnya yang tadi bergetar.

Ternyata itu dari kantor polisi dimana Bundanya ditahan.

"Halo, selamat siang Pak."

"Selamat siang, Dek River. Kami ingin melaporkan bahwa ibu anda melarikan diri dari sel tahanan. Dimohonkan untuk berjaga-jaga agar anda tidak bertemu dengannya."

River menegang, tiba-tiba perasaannya menjadi tak enak, dia meneguk ludahnya kasar.

"B-baik, terima kasih atas laporannya Pak."

River mematikan sambungan tersebut, wajahnya pucat pasi, ditambah keringat dingin yang mengalir dipelipisnya.

"Kenapa Riv?" tanya Minjun khawatir.

River menunduk perlahan. "Bunda gue kabur darinl penjara." lirihan itu menyentak kesadaran ke 3 teman River.

Mereka shock, jika bunda River kabur, pasti yang dijadiin target balas dendam adalah Embun.

Tapi semoga saja itu tak terjadi, semoga Bundanya tobat dan hanya ingin melarikan diri.

Bukan menargetkan siapapun.

"Udah, berdoa aja semoga bunda lo gak aneh-aneh." tegur Java.

River mengangguk. Ya semoga saja seperti itu.

...

Raut bahagia terukir diwajah River, hari ini sepulang sekolah tadi dia ke rumah sakit tempat dimana Embun menjalani terapi jalan.

"Semangat cayangnya Riveeeeer." serunya memberikan semangat pada Embun yang tengah berusaha berjalan dibantu Dokter Arnold.

Jujur River cemburu, tapi Embun tak akan berpaling darinya. Toh, Dokter Arnold itu sudah 40 tahun, tapi vibe nya memang vibe daddy sugar sekali.

Sementara River, vibe nya baby sugar.

Tapi tak apa, Embun suka nya baby, bukan daddy.

Embun mengulas senyum bahagia, terlebih saat melihat betapa semangatnya River disana.

Membuat tekat Embun untuk sehat semakin besar.

Saat lagi semangat-semangatnya, tiba-tiba alarm kebakaran di Rumah Sakit itu berbunyi keras.

Semua langsung lari, panik melanda mereka dan tentu saja mereka harus menyelematkan diri.

Arnold langsung melepaskan alat bantu jalan yang ada di tubuh Embun, dia berlari ke ruang sebelah meninggalkan Embun yang hampir jatuh.

"EMBUN!" River ah bukan.

Winter keluar karena rasa panik dan takut melandanya. Dia berlari kearah Embun dan menggendongnya ala bridal.

Karena tenaga Winter dan River itu berbeda, cenderung lebih kuat Winter.

Asap mulai mengepul, sementara mereka saat ini ada di lantai 3.

Winter berlari keluar ruangan dengan cepat, dia mendorong siapapun yang berani menghalanginya.

Dilihatnya tangga darurat penuh, Winter memutar otak, dia harus kabur lewat mana.

Mata berpendar panik, posisi Rumah sakit ini ada ditengah pemukiman warga, mungkin jika Winter lompat keluar.

Dia akan mendarat di seng atau atap rumah warga.

"Kita bakalan selamat Embun, bertahan." Embun mencengkram seragam yang Winter kenakan.

Winter berlari kearah jendela yang tak ada penghalangnya, matanya mencari benda yang bisa dibuat untuk memecahkan kaca tersebut.

Tapi percuma, dia tak menemukannya.

Kebetulan ukuran kaca jendela itu persegi yang muat untuk mereka berdua.

"Embun, tutup mata kamu." bisik Winter dan langsung saja Embun turuti.

Winter menurunkan Embun sebentar, dia menyiapkan kepalan tangannya.

Dengan kuat, Winter memukul kaca jendela tersebut.

PYAR!

Darah menetes dari kepalan tangan Winter, tapi dia tak perduli.

Segera dia angkat Embun lagi dan keluar melaluin jendela tersebut.

Dan untung saja, atap rumah yang ada didekat jendela itu, berbentuk Rooftop.

"Ah, syukurlah." Winter bersiap untuk melompat, walau setelah ini kakinya pasti akan terkilir.

Tak apa, demi Embun dan demi menebus rasa bersalahnya karena sudah melempar Embun ke sungai 2 minggu yang lalu.

Tapi, kenapa kebakaran ini bisa terjadi? Aneh sekali.

®^^®

Bersambung😾

100 komen tanpa spam untuk lanjut lagi.

My Spoiled River [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang