⛲RiMbun-47⛲

41.4K 5.7K 182
                                    

Astaga aku kebablasan, harusnya besok tamat tapi ini malah udah di chapter 47, artinya 3 chap lagi selesai:(

Tekan vote dan ramaikan komentar⛲

~~~~~

Sudah beberapa hari ini, baik Embun maupun River tak saling bertemu, River yang sibuk di kantor sementara Embun yang sibuk di Rumah Sakit.

Bahkan untuk saling telepon saja mereka jarang, apalagi saling bertemu.

Tapi untungnya siang ini Embun bisa bertemu dengan River, kata River dia sudah terlampau merindukan Embun.

Dan juga ada hal yang harus River katakan pada Embun.

Setelah membayar gojek, Embun berjalan masuk ke dalam gedung kantor, semua pegawai yang melihatnya datang langsung menunduk sopan.

Mereka sudah tau kalau Embun adalah calon Nyonya mereka.

"Tuan River sudah menunggu di ruangannya, Nyonya." Embun mengangguk singkat saat Asisten River yang baru sudah menunggunya.

Mereka masuk ke dalam lift dan menanti benda kotak itu naik.

Selama di dalam, tak ada perbincangan yang terjadi diantara Embun dan pria bernama Louis itu.

Bahkan saat lift sampai dan pintu terbuka, masih tak ada perbincangan sama sekali.

Embun berjalan didepan Louis sementara pria itu dibelakangnya, Embun nampak anggun hanya dengan balutan kemeja putih dan celana panjang hitamnya.

Begitu sampai di depan pintu, Embun langsung masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Assalamualaikum, River."

River yang tadinya sedang mengerjakan berkas-berkas disana sontak mendongak, dia tersenyum lebar.

"Waalaikum sallam, Mbuuun aaaaa River kangeeeeen." pekiknya bahagia.

Embun tertawa pelan, dia mendekati River dan langsung memeluknya erat.

"Kangen River juga." bisik Embun ditelinga River.

Pria ber jas hitam itu terlihat nyaman sekali berada dipelukan calon istirnya itu, apalagi 7 hari lagi adalah hari pernikahan mereka.

Dan tentu saja tak boleh ada rahasia diantara mereka.

"Katanya kamu mau bicarain sesuatu? Apa itu?" tanya Embun langsung.

River melepas pelukannya dan langsung berjalan menuju meja kerjanya, dengan cepat dia menarik laci nomer 2.

Lalu mengambil sebuah berkas, sebelum dia memberikannya pada Embun, River sempat membacanya sejenak.

"Apa itu sayang?"

River dengan kepala yang menunduk memberikan berkas itu pada Embun, tangannya berkeringat menanti apa yang akan Embun katakan.

Embun menerima berkas itu dan membacanya lekat.

Psikolog HaloDo.

Tertera: River Devandro Winter.

Keluhan: Merasa gelisah dan takut ditinggalkan, serangan panik yang berlebihan, ketakutan akan diri sendiri, obsesi pada 1 object, berhalusinasi dan pikiran buruk, merasa takut akan trauma pelecehan yang pernah dialami.

Hasil pemeriksaan: Menderita Ansietas, Obssesive Love Disorder, gejala Skizhofernia, DiD, PTSD.

Embun diam memandang berkas pemeriksaan dari Psikolog dan Dokter Kejiwaan.

Tatapan mata Embun tertuju pada River yang menunduk tak berani menandang Embun sama sekali.

Bahunya bergetar pelan. "Maaf..hiks aku punya penyakit kejiwaan Mbun maaf..hiks..maaf karena aku..hiks..aku ada penyakit mental..hiks.." isaknya pilu.

Embun hanya diam, sebenarnya dia gak heran kalau River punya penyakit kejiwaan.

Trauma akan keluarga, pelecehan yang selalu ibunya berikan, ketakutan akan ditinggalkan.

Apalagi hanya Embun satu-satunya orang yang selalu ada bersamanya, wajar dia khawatir ditinggal pergi Embun.

Dan obsesi yang besar pada Embun, mulai memicu pemikiran untuk membunuh Embun agar wanita itu tak jadi milik orang lain.

Embun mengelus rambut River pelan.

"Gak papa, kalau kamu lupa aku ini Dokter, hal kayak gini udah biasa aku hadapin. Udah ya jangan nangis, sst sayangnya aku gaboleh sedih."

Dengan lembut Embun memeluk River dan mengelus punggungnya, menghantarkan perasaan hangat dan tulus di relung hati River.

River menumpahkan tangisannya semakin kuat, merasa bahagia karena mengenal Embun dan berhasil setia selama 7 tahun lamanya.

Embun melepas pelukannya, dia menangkup wajah River dan menyeka air matanya perlahan.

Lalu mencium kedua pipi pria di depannya ini dan juga dahinya.

"Sayangnya aku gaboleh sedih, sayangnya aku udah cukup menderita, sayangnya aku harus bahagia mulai sekarang sama aku." bisik Embun tulus.

River terenyuh, dia kembali memeluk Embun erat.

"Punyaku..hiks..Embun punyaku..hiks..selamanya hanya punyaku..hiks.."

"Iya, tenang ya. Jangan kayak gini sayang, atur napas kamu."

"Hiks..takut.."

"Gausah takut, udah aku gabakal ninggalin kamu."

River mengangguk, Embun hanyalah milinya, selamanya akan seperti itu.

Tak akan dia biarkan siapapun memiliki Embun, siapapun itu.

Selama beberapa hari belakangan ini, River mendatangi Psikolog guna memeriksa kesehatan mentalnya.

Nyatanya dia sudah cukup rusak, pantas saja River tak bisa tenang.

Kecemasan selalu dirasakan, ketakutan pada hal yang belum terjadi, sampai pemikiran buruk untuk membunuh Embun sempat terlintas.

Sudah cukup jelas membuktikan, kalau kesehatan mental River tak baik-baik saja.

®^^®

Bersambung😾

Mereka mirip Queenze dan Damian⛲

My Spoiled River [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang