Pulang sekolah, Zweitson memiliki rencana untuk pergi ke makam Bapak dan juga Ricky. Semua pekerjaan paruh waktunya sudah ia lepaskan sebelum mendaftar ke club seni. Dia ingin menunjukan pada Bapak dan Ricky bahwa kini dirinya akan keluar dari zona nyamannya untuk melepaskan gelar pengecutnya.
Pertama ia mengunjungi makam Bapak. Masih kurang sanggup untuk bertemu Ricky dalam wujud gumpalan tanah basah dengan nisan bertuliskan nama Ricky. Ia berjalan melewati makam Ricky dan berjalan terus menuju makam Bapak. Ternyata disana ada Ibu.
"Ibu!"
"Ehh Soni, udah pulang sekolah? Enggak kerja kamu?"
"Enggak Bu, Zweitson gak kerja lagi kecuali sabtu-minggu." Naisa tersenyum.
Menit berikutnya, mereka membersihkan makam Bapak. Mencabuti rumput-rumput dan tanaman liar yang tumbuh di sekitar peristirahatan Bapak, menaburi bunga-bunga indah di atasnya dan sentuhan terakhir, Ibu mengganti bunga mawar dalam vas.
"Pemakaman kan identik sama bungan krisan, tapi kenapa Ibu milih bunga mawar untuk makam Bapak?" tanya Zweitson yang berharap mendapat filosofi dari bunga mawar dan pemakaman. Tapi nyatanya, Ibunya bukan orang yang tertarik dengan filosofi. Alasannya sesederhana ia hanya menyukai bunga mawar.
Naisa menatap nisan Wijaya lalu tersenyum sambil merangkul putranya. Zweitson ikut tersenyum, dalam hati berkata, "Pak, tolong jaga Ricky disana dan janji suatu hari nanti, kalian yang akan jemput Zweitson."
Setelahnya mereka pergi. Naisa juga ingin mengunjungi makam Ricky, tapi ia harus membuat donat untuk ia jual nanti sore. Jadi ia putuskan untuk membiarkan Zweitson pergi sendiri. Lagi pula ia tahu, Zweitson ingin mengatakan sesuatu yang mungkin saja tidak jadi karena kehadiran dirinya.
Setelah sampai di makam Ricky, ternyata makamnya penuh dengan bunga, makanan, minuman dan banyak sekali surat yang entah siapa yang meletakannya disana. Zweitson membaca salah satunya.
Rick, maaf waktu itu gue pergi. Gue tahu rasanya di bully dan gue trauma banget sama kejadian waktu SMP. Gue gak mau mengalami hal yang sama lagi dengan berurusan dengan lo, tapi ternyata gue egois Rick. Justru karena gue tahu rasanya di bully, gue seharusnya bisa merangkul lo. Maaf untuk itu Rick, maaf untuk keegoisan gue, maaf untuk semuanya.
-Diaz
Surat dari teman-teman sekelasnya. Zweitson tersenyum sumir. Apa seseorang baru akan baik pada kita hanya setelah kita mati? Apa seseorang baru akan menghargai keberadaan kita hanya setelah kita mati? Apa kita harus mati dulu untuk melihat siapa saja yang benar-benar peduli pada kita? Kalau iya, Zweitson ingin mati saja.
Bubu dan Ruru keluar dari tas. Mereka bertengger di nisan milik Ricky sambil memakan beberapa makanan yang ada disana. Zweitson jadi berpikir, bagaimana makanan-makanan itu di cerna oleh kapas-kapas dalam tubuh mereka?
"Kalian itu makan mulu perasaan!"
"Makan itu bisa bikin happy. Terutama makan coklat, Kak Mizone cobain deh," kata Bubu menawarkan coklat silverqueen padanya.
Zweitson dengan senang hati menerima karena ia juga menyukai coklat itu. Setelahnya ia merapikan makam Ricky dan menata semua yang ada disana dengan baik, layaknya penderita OCD yang tidak tahan melihat sesuatu yang berantakan. Setelah semuanya terlihat rapi, ia mulai mengobrol dengan Ricky.
"Rick, lo bilang mau back-up gue kan kalo gue keluar zona nyaman? Apa penawaran itu masih bisa? Gue butuh back-up kalo sesuatu yang buruk terjadi."
Temtu tak ada jawaban dan ia juga tahu bahwa penawaran itu sudah tidak lagi berlaku. Tapi Bubu tiba-tiba berkata, "Masih."
"Kata siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SONBU || Zweitson UN1TY [END]
Fanfiction[Zweitson dan Bubu] Mengingat hubungan Zweitson dan Bubu sangat manis di cerita "Bubu || UN1TY" author ingin mengangkat kisah mereka di cerita ini. Namun latar belakang Bubu di cerita ini akan berbeda dengan cerita sebelumnya. Bercerita tentang seb...