#17 Menghancurkan Hidup

184 34 1
                                    

Tes, tes. Pengumuman! Karena kejadian beberapa hari lalu, kami dari pihak sekolah lupa menginfokan bahwa hasil survei ekstrakurikuler beberapa minggu yang lalu sudah menentukan hasilnya. Sebuah gedung olahraga di belakang sekolah telah resmi menjadi milik sekolah. Kalian tidak perlu lagi olahraga di lapangan, panas-panasan. Dan satu lagi yaitu ekstrakurikuler di bidang seni akan menempati gedung di sebelahnya. Bagi kalian yang memiliki bakat di bidang seni musik, lukis, tari dan akting bisa bergabung dengan club seni. Sekian terimakasih.

Dari dalam kelasnya, Zweitson mendengar pengumuman itu. Lalu dengan begitu saja, kenangan saat ia menulis kertas survei itu bersama Ricky lewat tanpa permisi memenuhi isi kepalanya. Lalu sekarang apa? Ia tidak punya semangat untuk melakukan itu.

Sepinya kelas ini seolah mendukung rasa sesak dalam dadanya. Biasanya suara Ricky akan terdengar memanggil namanya dan mengajaknya ke kantin, tapi kali ini suara itu tidak ada. Ia menangis sendirian di kelasnya. Kemudian Bubu dan Ruru keluar dari tas dan berdiri di atas mejanya.

"Kak Mizone jangan sedih. Kak Mizone tahu gak kenapa tiba-tiba Kak Ricky untuk pertama kalinya setuju dengan apa yang Papanya lakuin?" Zweitson menggeleng. Ia tidak peduli dengan Bubu yang selalu salah menyebut namanya. Ia hanya penasaran dengan alasan itu.

"Karena Kak Ricky mau Kak Mizone hidup dengan melakukan hal yang Kak Mizone sukai bukan melakukan hal sesuai kebutuhan."

"Lo aja masih hidup dengan melakukan hal yang gak lo suka, pinter banget lo nyuruh orang buat ngelakuin itu." Zweitson menghapus air matanya.

"Dan Kak Soni inget sama kata-kata Bapak?" kali ini Ruru yang berbicara. "Bapak bilang, butuh dan ingin itu satu. Karena keinginan itu bagian dari kebutuhan kita. Dan kebutuhan itu bagian dari keinginan kita."

Sekarang Zweitson tertawa kecil. Tidak menyangka bahwa makhluk-makhluk menggemaskan di depannya ini juga bisa berkata bijak. Walau kebanyakan mengutip kalimat Bapak dan juga Ricky.

Baiklah Zweitson paham dengan maksud kedua makhluk ini. Mereka ingin Zweitson mendaftar ke club seni dan melakukan hal yang ia suka disana. Karena saat ini, ia memang perlu menghibur diri. Mungkin melukis bisa membawa ketenangan untuknya dan dengan begitu ia bisa berpikir jernih untuk membalas trio Sengilhan.

Tapi sebelum mendaftar club seni, sepertinya ia harus pergi ke kantin karena kakinya tidak akan sanggup berjalan ke gedung belakang sekolah yang cukup jauh. Bahkan Zweitson tidak pernah tahu bahwa ada gedung di belakang sekolah mereka. Lalu kenapa tidak coba di sewa saja untuk beberapa kegiatan? Memang sekolahnya ini pelit.

Sampai di kantin, ia membeli semangkok bakso yang ia lahap dengan nikmatnya. Seharusnya ia membawa Bubu dan Ruru ke kantin. Karena sampai saat ini, ia tidak tahu apakah dua makhluk itu perlu makan untuk bertahan hidup atau tidak.

Sementara Bubu dan Ruru asik bertengger di dekat jendela sambil memperhatikan Fajri bermain basket. Bubu menatap Ruru dengan ragu-ragu. Ia juga ingin menanyakan banyak hal pada Ruru yang katanya sudah hidup lebih lama. Juga tentang kenapa mereka membawa kesialan.

Tanpa melontarkan pertanyaan, Bubu mendapat jawabannya. Ruru dengan senang hati bercerita tentang dirinya di masa lalu dengan anak laki-laki bernama Tamangga. Saat itu juga Bubu merasa takut dan bersalah. Jadi Kak Ricky pergi itu karena Bubu?

Bubu hampir menangis tapi ia tahan sekuat tenaga. "Terus kenapa tadi Ruru bohong sama Kak Mizone?"

"Bubu mau ninggalin Kak Soni gitu aja? Tanpa tanggung jawab?"

"Maksudnya?"

"Bubu harus bantu Kak Soni dulu sebelum pergi. Setelah Bubu bilang kebenarannya, apa Bubu masih yakin kalau Kak Soni gak bakal ngebuang kita?"

SONBU || Zweitson UN1TY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang