#41 Chaos-2

126 36 3
                                    

Ruru sedikit kecewa melihat penampilan Tamangga yang berantakan. Siapa pun bisa tahu bahwa pria di hadapannya ini adalah pecandu narkoba dan tergabung ke dalam suatu geng menakutkan ibu kota.

"Hai Tama. Kamu udah sebesar ini sekarang," kata Ruru dengan mata berkaca-kaca.

Tama hanya bisa menangis haru. Ruru benar-benar ada di hadapannya saat ini. Lantas ia memeluk Ruru seerat mungkin seolah ia tidak akan melepaskan Ruru lagi untuk selamanya.

Entahlah bagaimana caranya mendeskripsikan perasaan Tama saat ini. Yang jelas dia senang berkali-kali lipat karena akhirnya menemukan sosok yang selama ini ia cari.

"Tama apa kabar? Baik-baik aja kan tanpa Ruru? Semoga kesialan-kesialan yang Ruru bawa hilang seratus persen dari hidup Tama ya." Ruru berharap Tama akan menjawab bahwa hidupnya baik-baik saja.

"Kesialannya memang hilang, Ru. Tapi keberuntungan gak pernah datang meskipun hanya sekali. Aku sempet marah sama kamu. Aku pikir kamu juga membawa pergi keberuntungan itu. Tapi akhirnya aku sadar. Kamu kesialan dan juga keberuntungan itu. Ruru jangan pergi lagi ya."

"Ruru juga kangen banget sama Tama. Tapi Tama, Ruru tetaplah sebuah kesialan. Ruru gak mau buat Tama menderita lagi karena kehadiran Ruru. Mungkin saat itu keputusan Tama yang buat Ruru pergi. Tapi sekarang Ruru yang memutuskan buat pergi dari kehidupan Tama. Tama gak boleh lagi ada di deket Ruru."

"Apa Ruru udah ketemu sama orang yang lebih baik dari Tama?" Tama bertanya dengan harap bahwa Ruru akan menjawab, hanya dirinya lah orang yang paling baik bagi Ruru. Nyatanya memang benar, Zweitson masih belum sedalam itu menempati hati Ruru.

"Mungkin," kata Ruru dengan senyuman manis. Senyuman yang menusuk hati Tama karena fakta bahwa memang dulu dirinya memperlakukan Ruru dengan sangat buruk.

"Jadi Ruru gak mau balik sama Tama lagi?"

"Gak untuk saat ini." Ruru ingin, bahkan sangat ingin kembali bersama Tama. Tapi ia tidak mau membuat Tama kembali tertimpa kesialan karena dirinya. Setelah di culik oleh Ricky dan menceritakan semuanya, Ruru berpikir bahwa ada suatu cara agar kesialan yang ia bawa bisa hilang atau ternetralisir. Tapi dia ingin memastikan itu untuk saat ini.

Selama ini dia hanya berpura-pura lupa mengenai Ricky yang ternyata masih hidup. Obat apapun itu tidak akan mempengaruhinya sama sekali. Dia yakin Bubu tidak sama sepertinya. Dia ingin mencari tahu lebih dalam lagi mengenai Bubu.

"Untuk saat ini?" Tama bertanya, karena dia pun masih memiliki sesuatu untuk di kerjakan. Sementara Ruru mengangguk dan melenggang pergi tanpa mengatakan apapun lagi.

Tama tidak menghentikannya karena memang belum waktunya untuk bertemu dengan Ruru saat ini. Dia juga memiliki beberapa hal yang harus diselesaikan sebelum itu. Kalau menurut jadwalnya, ia bertemu Ruru setidaknya dua bulan dari sekarang.

─o─

Melihat Zweitson, Fenly, Nissa dan Jenny membersihkan kamarnya dengan bersungguh-sungguh, membuat Beni tertawa kecil. Ini pertama kalinya kamar ini dikunjungi oleh orang lain selain Tama dan langsung mendapatkan serangan bakteri dari mulut Fenly.

"Son! Jorok anjir! Masukin ember ihhh!" kesal Jenny

"Aneh lo Son, masak muntah gue lo mainin gitu. Dasar aneh!"

"Kalian niat gak sih bersihin kamar gue? Ini udah hampir satu jam loh. Kamar sempit gini di bersihin sama empat orang lama banget perasaan."

"Heh Bento! Kamar lo itu kotornya gak cuma karena muntah Fenly. Emang pada dasarnya aja kamar lo ini kotor, makanya kita lama!" kata Nissa

"Nama dia Beni, Niss."

"Ya serah gue dong. Mulut-mulut gue!"

"Udah lah mending kalian pulang. Reva sama Fajri udah pulang duluan noh."

SONBU || Zweitson UN1TY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang