#14 Dia pergi

216 38 16
                                    

Ricky tiba di sebuah atap gedung setelah ia berhasil kabur dari trio Sengilhan. Nafasnya tersengal dan wajahnya pun sudah cukup mengkhawatirkan dengan memar bekas pukulan.

Tak lama, trio Sengilhan juga tiba di rooftop dengan langkah santai namun cukup mengintimidasi langkah Ricky. Shandy terus mendekati Ricky yang membuat Ricky ketakutan pada setiap langkah yang Shandy ambil. Sementara Farhan dan Gilang masih tetap diam di tempat.

Ricky terus mundur menghindari Shandy, tapi sayang ia sampai pada pembatas gedung itu. Mungkin benar jika ia ditemukan mati atau di hadapkan dengan situasi seperti itu, ia tidak akan terkejut. Tapi ia juga tidak bisa terima karena ia belum menyelesaikan semuanya.

"Cu-cukup," kata Ricky

"Kasi pelajaran lagi bos," kata Farhan

"Iya tuh bener, biar lain kali dia gak berani macam-macam sama kita," kata Gilang

Ricky terduduk karena ia tidak ingin jatuh kebawah sana. Shandy ikut menyamakan tingginya dan berjongkok dengan tatapan yang super menakutkan. Bahkan lebih menakutkan dari tatapan boneka mugunghwa kochi pieot seumnida yang akan menembaknya kapan saja jika ia bergerak. Lalu dengan begitu saja, Ricky membeku di tempat.

"Gue sih cukup, kalian aja."

Shandy menyingkir dari hadapan Ricky yang sempat benafas lega sebelum akhirnya Farhan dan Gilang kembali memukulinya. Sementara Shandy merogoh sakunya dan menghisap nikotin sambil memperhatikan dua temannya memukuli Ricky.

"Itu akibatnya kalau lo berani macam-macam sama gue," katanya kemudian melanjutkan menghisap nikotinnya sampai habis.

Setelah beberapa menit, mereka bertiga membiarkan Ricky sendiri di atas rooftop dengan rasa sakit yang teramat sangat pada tubuhnya. Sudah biasa bagi Ricky untuk ditinggal sendiri dengan rasa sakit seperti ini. Bedanya, ia tidak benar-benar sendiri sekarang. Ada Bubu dalam tasnya.

Pandangannya buram menatap kepergian tiga orang yang menjadi alasan tubuhnya sangat kacau. Kemudian Bubu nampak di depan matanya, mengkhawatirkannya dan terus memanggil namanya. Lalu semunya menjadi gelap.

Beberapa menit kemudian, situasi di bawah gedung itu tampak biasa-biasa saja. Terlihat Zweitson berlarian kesana-kemari mencari Ricky. Dalam tas yang ia gendong, mungkin Ruru sudah pusing karena terombang-ambing di dalamnya.

Lalu tanpa sengaja matanya menatap kepergian trio Sengilhan dari gedung A menuju kantin. Zweitson hendak menghampiri mereka dan bertanya keberadaan Ricky. Mereka pasti tau dimana Ricky.

Baru beberapa langkah ia berlari menuju tempat dimana trio Sengilhan berdiri, sesuatu jatuh dari atas, tepat lima meter di belakangnya. Jatuhnya sesuatu itu diiringi dengan teriakan histeris dari siswa yang ada di sekitarnya. Lalu dengan rasa penasarannya Zweitson memutar tubuhnya.

Tubuh seorang siswa terkapar di tanah dengan darah mengucur deras dari kepalanya. Sebuah kaca mata dan tas gendong berwarna biru setia menemani di sebelahnya. Juga sebuah boneka yang ikut terkena cairan merah miliknya. Bubu.

Zweitson yang melihat itu mendadak kaku. Ia ingin mendekat, tapi kakinya seakan terpaku di tempat. Matanya di penuhi genangan air, sedih mengetahui fakta sahabat terbaiknya lah yang ada disana.

Ricky. Dia benar-benar pergi meninggalkan apa yang seharusnya ia selesaikan lebih dulu.

Dari dalam tas Zweitson, Ruru mendongak. Untungnya atensi semua orang sekarang ada pada tubuh tak berdaya Ricky, jadi tidak ada yang melihatnya mendongak dari tas Zweitson. Bubu sama sepertiku, pembawa sial. Dia merenggut kehidupan Ricky.

SONBU || Zweitson UN1TY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang