Fenly dan Fiki mengunjungi Fajri di rumah sakit setelah pulang sekolah. Fajri baru saja menyelesaikan operasinya dan masih tidak sadarkan diri di ruang ICU. Dokter memberikan cip itu kepada Fauzan dan dia menitipkan Fajri kepada Fenly dan Fiki.
Sejam, dua jam, Fajri belum juga bangun, padahal itu hanya operasi biasa. Karena khawatir, Fenly menanyakannya pada sang dokter. Dokter bilang itu cukup normal, tapi Fiki memaksa dengan sok mengancam bahwa sang dokter melakukan malpraktik. Terpaksa dokter harus memeriksa lagi keadaan Fajri, padahal pekerjaannya masih banyak.
Saat dokter memeriksa mata Fajri menggunakan senter seperti yang kita lihat di film-film, dokter tahu bahwa sebenarnya Fajri sudah sadar namun berpura-pura.
"Sepertinya saya salah saat mengatakan bahwa kondisinya normal. Mungkin kamu benar, saya tanpa sadar melakukan malpraktik dan menyebabkan beberapa infeksi dalam organnya."
Fenly bingung. Dia memang tidak lebih pintar dari dokter di hadapannya, tapi ia tahu, pemeriksaan sederhana itu tidak mungkin membuat dokter tahu bahwa ada infeksi di dalam tubuh Fajri. Sementara Fiki mulai merasa bersalah karena mengancam seperti itu. Kini dia percaya bahwa perkataan adalah doa.
"Serius dok?! Saya belum baikan sama pacar saya dok! Kalau dokter nyembuhin saya, saya gak akan nuntut dokter deh!" kata Fajri panik.
"Sudah sembuh," kata sang dokter kemudian pergi begitu saja.
"Apa?" Fajri bingung, sementara Fenly dan Fiki melipat kedua tangannya di depan sambil melihat Fajri dengan tatapan mengintimidasi.
Fenly dan Fiki kesal karena tidak di beritahu soal Fajri yang akan melakukan operasi. Mereka sangat kesal saat mengetahuinya dari Zweitson tadi pagi di sekolah, terutama Fenly yang semalam juga menginap di rumah sakit. Seharusnya Fajri menyapa mereka saat itu.
"Ya maaf. Abang gua juga tiba-tiba nyeret gua ke rumah sakit tanpa cangcingcong dulu."
Namun alih-alih marah, Fenly lebih perhatian kepada Fajri. Jujur ia sendiri takut melakukan operasi dan menganggap Fajri telah melalui waktu-waktu yang melelahkan, padahal Fajri sendiri biasa saja. Hanya terasa seperti hibernasi yang biasa ia lakukan saat libur semester.
"Gimana keadaann lo?" tanya Fenly
"Kaki gue agak sulit di gerakin sih," kata Fajri
"Emang lo mau kemana?"
"Gue lagi kepengen bubur nih." Langsung saat itu juga Fenly keluar untuk membelikan Fajri bubur. Sementara Fajri dan Fiki bertos ria karena berhasil mengerjai Fenly.
─o─
Di sebuah restoran hotel bintang lima, Ricky dan Zweitson duduk berhadapan. Zweitson masih berusaha menghentikan tangis harunya mengetahui bahwa Ricky masih hidup. Sejenak semua pertanyaannya ia singkirkan dan merayakan kembalinya hidup Ricky.
"Udah Son, nanti gue di kirain ngapa-ngapain anak orang njir!"
"Emang! Emang lo bohongin gue selama ini! Kenapa?!" tanyanya sambil masih sedikit menangis.
"Lo berhenti nangis dulu baru gue cerita."
Segera setelah Zweitson berhenti menangis, Ricky menceritakan semuanya. Semuanya termasuk misteri Ruru dan Bubu. Sebenarnya Ricky tidak mau menyembunyikan satu fakta pun pada Zweitson. Tapi fakta bahwa Wijaya pergi karena Ruru membuat Ricky ragu mengatakannya.
"Itu kok Ruru sama Bubu bisa ada di tangan lo. Perasaan ada di tas gue," kata Zweitson menggeledah tasnya dan kedua boneka itu masih ada disana. Lantas satu pertanyaan lagi timbul di benaknya.
"Ya itu yang gue ceritain tadi, dari sungai itu."
"Berarti tadi lo sempet ke sungai itu?"
Kemudian tiba-tiba Ruru berbicara dengan berbisik. "Kak Ricky masih hidup?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SONBU || Zweitson UN1TY [END]
Fanfic[Zweitson dan Bubu] Mengingat hubungan Zweitson dan Bubu sangat manis di cerita "Bubu || UN1TY" author ingin mengangkat kisah mereka di cerita ini. Namun latar belakang Bubu di cerita ini akan berbeda dengan cerita sebelumnya. Bercerita tentang seb...