#35 Pria Warna Warni

155 42 2
                                    

Kejadian hari ini sudah berakhir, tapi kekhawatiran Zweitson masih juga berlangsung. Zweitson masih belum menemukan eksistensi Ruru disana. Sebenarnya kemana makhluk itu pergi?

Di tengah rusuhnya para polisi menangkap para penjahat itu, Zweitson pergi kesana kemari mencari keberadaan Ruru. Mungkin Ruru tertidur atau pingsan di suatu tempat. Dia tidak peduli pada orang-orang yang menatapnya bingung.

Lalu setelah beberapa menit menghabiskan waktu hanya untuk berkeliling di gudang penyimpanan ini, Zweitson memutuskan untuk mencarinya di area luar gudang ini.

"Mau kemana lagi tuh anak," gerutu Fiki.

"Udah lo jangan ngeluh mulu, bantu cari Ruru!" tegas Fenly

Dan akhirnya mereka menemukan Ruru di dalam tas yang ada di tumpukan jerami. Ruru tidak bisa keluar dari sana karena ia tidak bisa membuka tas itu dari dalam. Untungnya dia tidak terluka dan kembali bersama mereka dalam keadaan utuh.

"Kemana aja sih?!" teriak Zweitson

"Ya maaf, gak bisa keluar," kata Ruru

"Udah ayok pulang! Capek tau gak nungguin kamu aja!" kata Zweitson.

Mungkin Zweitson berbakat dalam banyak hal, tapi untuk mengekspresikan perasaannya sepertinya Zweitson yang terburuk. Sementara Ruru hanya bisa menunduk sedih.

Dalam perjalanan pulang, Zweitson diam seribu bahasa. Bukan hanya dirinya, tapi juga Fiki, Fajri dan Fenly yang sudah terlelap di dalam mobil. Fauzan yang menyetir mobil Fenly dan mengantar mereka pulang.

Sesampainya di rumah, mereka memutuskan untuk menginap di rumah Zweitson saja karena rumah Zweitson yang paling dekat dengan TKP. Selain itu juga Fauzan harus kembali ke kantor polisi. Orang tua mereka tidak ada yang tahu apa yang di alami oleh anak-anaknya ini.

Naisa duduk di ruang tamu dalam kegelapan menunggu putranya pulang. Ini sudah hampir tengah malam. Terlepas dari Zweitson adalah anak laki-laki, anak itu pergi tanpa pamit padanya. Tentu saja Naisa mengkhawatirkan putranya.

Begitu lampu rumah di hidupkan, mereka semua di kagetkan dengan keberadaan Naisa dengan wajah datarnya. Zweitson pun akhirnya ingat bahwa ia belum mengatakan pada ibunya akan pergi ke luar rumah.

"Dari mana kalian?"

"Maaf Bu aku gak pamit dan baru pulang selarut ini," kata Zweitson

"Ibu tanya dari mana?"

"Aku ngajak Zweitson main PS di rumah, tante," kata Fenly

"Iya, kita keasikan main game sampe lupa waktu," kata Fajri

"Tau tuh Bi, aku udah ingetin mereka tapi katanya, 'ah entar ajaa nanggung dikit lagi' gitu," kata Fiki yang sukses membuat ketiga teman lainnya menatapnya sinis.

"Terus ngapain rame-rame kesini? Mau lanjut sampe besok pagi?" tanya Naisa

"Enggak kok tante Nai, kita cuma mau bantu Zweitson jelasin ke tante. Kita kan setia kawan," kata Fajri. "Sekalian numpang bobo," lanjutnya cengengesan. Pesona Fajri memang luar biasa. Amarah Naisa seketika lenyap oleh pesonanya, bahkan sampai membuat Naisa tertawa.

Sebenarnya Naisa tertawa tidak sepenuhnya karena Fajri, tapi juga karena Zweitson. Putra satu-satunya yang jarang bermain sampai lupa waktu itu akhirnya bisa merasakan bagaimana ia di marahi saat pulang larut malam.

─o─

Petugas polisi malam itu harus lembur karena harus mengurus Joshua dan antek-anteknya. Fauzan yang baru saja kembali langsung menghampiri Gilang di salah satu meja interogasi. Dia kembali mengambil alih untuk menginterogasi Gilang.

SONBU || Zweitson UN1TY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang