#34 Plan B

161 44 2
                                    

Reva, Nissa dan Jenny tiba di sebuah toserba. Sore ini mereka mendapat tugas untuk membeli beberapa peralatan yang di butuhkan untuk persiapan acara ulang tahun sekolah mereka.

Kejadian yang hampir menewaskan mereka itu membuat mereka tidak fokus. Mereka lupa harus membeli apa dan malah mengingat hal-hal yang seharusnya di beli oleh teman mereka yang lain. Sementara Nissa asik membayangkan wajah tampan Fenly yang terpampang perlahan saat kaca mobil itu terbuka.

"Tadi lo catet kan kita harus beli apa aja?" tanya Jenny pada Reva

"Oh iya! Bisa-bisanya gue lupa, bentar."

Setelah memberi catatannya, Jenny mulai membagi tugas. "Niss, lo cari kertas jagung sama pipet disana yaa," pinta Jenny, namun Nissa tidak mendengarkan.

"Rev, lo cari gelas plastik sama pita di belakang," kata Jenny, namun ia tetap tidak di dengarkan.

"Kalian kenapa sih?!" teriak Jenny yang akhirnya menyadarkan mereka berdua.

Nissa jelas membayangkan wajah tampan Fenly, sementara Reva merasa khawatir. Fajri tidak menghubunginya sejak kemarin dan kejadian tadi membuatnya merasakan firasat buruk. Fajri pasti baik-baik aja kan?

Sementara disisi lain, seorang pria juga mengkhawatirkan keadaan Fajri. Mendengar suara tembakan dari earphone yang terpasang di telinganya membuat jantungnya berdegup kencang. Bahkan sendok dan garpu dari restoran tempatnya berada ini ia genggam dengan erat.

Hahahahahahahaa

Terdengar suara tawa Gilang. Keadaan di gudang penyimpanan tua itu sungguh sangat menegangkan. Semuanya membuka mata mereka ketika mendengar Gilang tertawa, termasuk juga Fajri. Bukan dia yang tertembak.

"Anjing lo!" maki Fauzan. Dia sudah ketakutan setengah mati tadi. Sementara Fajri tidak menyangkan bahwa kakaknya itu bisa berkata kasar juga.

Kemudian Tuan Zakno dan antek-anteknya juga ikut tertawa. Lalu keadaan kembali serius saat Gilang kembali mengarahkan pistolnya ke arah Fajri, sementara Fajri menutup matanya pasrah.

Zweitson, Fenly dan Fiki tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Mereka juga harus melakukan sesuatu sampai polisi datang. Saatnya rencana kedua di jalankan.

"Stop!" teriak Zweitson yang menbuat beberapa orang langsung ingin menangkap mereka bertiga. "Cip di tubuh Fajri udah keluar! Ada di saya," kata Zweitson menunjukan cip palsu di tangannya.

Joshua langsung memeriksa tubuh Fajri. Saat bajunya dibuka, sebuah perban membalut perutnya yang menandakan bahwa mungkin memang cip itu sudah keluar.

Zweitson memberikan syarat pada mereka untuk membiarkan Fajri dan Fauzan hidup jika mereka menginginkan cip yang ada di tangannya. Namun, kata-katanya hanya di balas tawa nyaring dari Tuan Zakno. Sepertinya dia menganggap Zweitson itu bodoh.

"Kamu kenapa mirip sama Ricky sih? Kenapa ikut campur urusan orang lain? Urus aja diri kamu sendiri!"

Setelah mengatakannya, Tuan Zakno memberikan isyarat untuk menghabisi mereka semua. Gilang juga kembali menaruh perhatiannya pada Fajri. Kini dia menatap Fajri dengan tatapan paling menakutkan.

"Ji, gue juga gak mau ngelakuin ini. Gue juga tau beberapa tahun lalu lo gak pernah punya keinginan untuk di culik. Tapi Ji, gue belajar satu hal selama hidup di dunia ini. Kita gak akan di ijinkan untuk melakukan hal yang kita inginkan, bahkan untuk hari ini."

Fajri mendengarkan pidato Gilang dengan seksama. Ia menganggap apa yang Gilang katakan adalah nasehat pengantar jalannya menuju Yang Maha Kuasa.

"Tapi Ji, kita gak mungkin hidup kayak gini terus kan? Kita harus berusaha gimana caranya biar kita bisa melakukan hal-hal yang kita inginkan. Ini cara gue Ji dan cara ini berhasil. Di taman, Fauzan milih gue. Kalo dia milih lo, mungkin gue di taman udah mati. Dan itu artinya... Selamat tinggal Fajri."

SONBU || Zweitson UN1TY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang