MINE | Chapter 14

116K 7.4K 185
                                    

Sudah hampir seminggu sejak Salma mengetahui rahasia pernikahan Nara dengan Rios setelah membuat keributan besar di rumah mereka.

Setelah Nara menjelaskannya pelan-pelan, mau tidak mau Salma harus menerima kenyataan bahwa sekarang temannya benar sudah menikah dan memiliki suami.

Meski Salma sangat kecewa pada Nara karena menyembunyikan rahasia sebesar itu darinya, tetapi Salma tidak berkomentar banyak atau marah terlalu lama pada Nara. Karena bagaimanapun, ia merasa tidak punya hak atas hidup Nara beserta keputusan yang diambilnya.

Sebagai teman, Salma hanya bisa berdoa yang terbaik untuk Nara. Semoga Nara bahagia, dan tidak menyesali keputusannya karena menikah terlalu dini dengan laki-laki yang jauh lebih tua darinya.

Sejauh yang Salma lihat, Nara sepertinya bahagia bersama Rios. Syukurlah.

Dan hubungan pertemanan mereka baik-baik saja.

Nara senang Salma tahu soal pernikahannya sekarang, jadi beban dipundaknya terasa ringan. Namun belakangan ini ia murung karena Rios belum menghubungi dirinya sejak pria itu berangkat ke Singapore seminggu yang lalu.

Nara mencebikkan bibir. Ia bukannya terlalu manja ingin terus ditelepon atau dikabari, hanya saja ada sesuatu yang ingin ia tanyakan pada Rios. Sesuatu yang bisa dibilang penting. Tetapi karena Rios sulit dihubungi, ia pun terpaksa menunggu.

Kemarin, ia mendapat sebuah paket pakaian pesta, lengkap dengan sepasang sepatu heels dan tas. Dan ada secarik undangan yang datang bersama paket itu.

Undangan anniversary kedua orang tua Rios.

***

Padahal hari masih terik, tapi Rios sudah menyelesaikan semua pekerjaan penting dalam agenda perjalanan bisnisnya kali ini dan berakhir di bar hotel tempatnya menginap selama di Singapore.

Seorang bartender wanita datang pada Rios dengan senyum manis teramahnya, "what can i get for you, Sir?" tanyanya dalam aksen lokal.

"Do you have anything light on tap?"

"Ya."

"Give me that."

"Okay." Sang bartender segera menyiapkan bir ringan permintaan Rios, "on the rocks?"

"Yes please, a little."

Menyesap alkohol adalah sebuah perayaan sederhana yang selalu dikerjakan Rios setelah usai menyelesaikan pekerjaan beratnya.

Mungkin seharusnya anggur, atau cocktail, tapi Rios sedang tidak ingin mabuk. Ia ada penerbangan sore ini untuk kembali ke Jakarta, jadi bir ringan adalah pilihan bijaknya.

"Thank you," ucap Rios setelah bartender tadi memberikan pesanannya.

Tak lupa ia juga mengeluarkan sebungkus cigarettes dari saku celananya dan meloloskannya sebatang untuk disulut sebelum menghisapnya.

Asap rokoknya mengepul lembut, bergulung-gulung di udara sebelum lenyap terhempas angin.

Kalau dibilang peminum, Rios memang peminum. Ia juga perokok, tapi bukan perokok berat, hanya sebagai kebutuhan bukan kegemaran.

Saat itu Aslan datang dan segera duduk di samping Rios. Rios mengangkat gelasnya pada Aslan, menawarkan Aslan minum melalui bahasa isyaratnya, namun seperti biasa, asistennya itu menolak.

"Kenapa?" tanyanya saat melihat wajah Aslan tak bisa rileks, tapi kalau dipikir-pikir Aslan memang tak pernah bisa rileks, dia selalu saja serius.

"Nara nelponin Bapak dari tadi pagi," ucap Aslan memberitahu.

MINE  [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang