***
Hampir tiga jam lamanya setelah Rios pergi, Nara baru terjaga. Kepalanya berdenyut-denyut. Sekujur tubuhnya terasa sakit, terutama dibagian wajahnya, pergelangan tangan, dan area kewanitaannya. Rasanya tubuhnya seperti remuk tak karuan. Tenggorokannya sangat kering.
Nara menelan ludah sembari memfokuskan penglihatannya pada langit-langit kamar rumah sakit. Kemudian otaknya memutar adegan dimana dirinya diperkosa Galih. Wajah brengsek Galih yang menyeringai membuat jantung Nara berdegup kencang. Tangannya meremas seprai kuat-kuat. Ia kembali dihantui rasa takut. Saat ia merasakan ada yang menyentuh tangannya, Nara langsung bangun dari posisi berbaringnya dan menarik dirinya, ia memeriksa sekujur tubuhnya dengan panik. Ia pikir tubuhnya masih telanjang, tapi ternyata tidak. Tubuhnya terbalut pakaian panjang sekarang. Meskipun pakaiannya tampak asing, tapi dirinya lega telah berpakaian. Ia meremas bajunya itu. Entah kenapa tubuhnya bergetar.
"Non?" suara bibi memecah kepanikan di kepala Nara.
Nara melihat bibi dalam ekspresi paniknya, wajahnya memucat. Ia ketakutan. Membutuhkan waktu beberapa detik untuk Nara dapat mengendalikan pikirannya.
"Non Nara?" bibi bersuara sekali lagi.
Nara menelan ludahnya sekali lagi, tenggorokannya masih terasa sangat kering, sekering bibirnya, "bi?" suaranya hampir bergetar.
"Iya Non," sahut bibi, "Ini bibi."
Wanita paruh baya itu tampak cemas memerhatikan Nara yang terlihat panik dan ketakutan. Rasa ingin tahunya muncul. Apa yang membuat Nara langsung panik begitu bangun dari tidurnya?
"Aku dimana?" tanya Nara tanpa ada sorot kehidupan dalam dirinya.
"Dirumah sakit Non, Pak Rios yang bawa Non kesini," jawab bibi.
Nara mengedarkan pandangannya untuk menyisir ruangan itu dengan gelisah. Lalu ia melihat tangannya, ada infus yang menusuk punggung tangannya.
"Non Nara baik-baik aja?" Bibi bertanya sekali lagi, ia kelihatan sangat mencemaskan Nara.
Enggak, pikir Nara. Batinnya sangat tertekan.
"Bibi panggilin dokter dulu ya sebentar buat periksa Non Nara," ucap bibi.
Nara cepat-cepat meraih lengan bibi sambil menggelengkan kepalanya, "bibi jangan kemana-mana, temenin aku disini." pintanya memohon dengan sangat.
Bibi memandangi Nara sejenak sembari berpikir. Lalu ia memegang tangan Nara dan menggenggamnya, "ya udah nanti aja panggil dokternya. Non istirahat lagi aja sambil nunggu Pak Rios."
Nara menurut saat bibi membantunya berbaring lagi dan memasangkan kembali selimutnya, "Om Rios pergi kemana, Bi?"
"Pak Rios lagi keluar sebentar Non. Nggak lama lagi balik kesini kok."
Meski berkata demikian, bibi sendiri tidak yakin sebenarnya. Rios memang bilang kalau dia hanya akan pergi sebentar. Bibi pikir Rios hanya akan keluar selama beberapa menit karena katanya sebentar, tapi sudah hampir tiga jam dan majikannya itu belum kembali. Kira-kira pergi kemana beliau?
Sementara itu, Nara terdiam membisu. Ia memalingkan wajahnya. Dirinya mengingat dengan jelas bagaimana ia menangis tak terhentikan didalam pelukan Rios setelah dirinya diperkosa. Memikirkan kalau dirinya sudah disentuh bahkan diperkosa laki-laki lain membuatnya merasa sangat malu dan kotor. Rasanya ia ingin menangis lagi sekarang.
Bibi kembali duduk di kursinya. Sambil memerhatikan Nara dirinya mengingat saat siang tadi sebelum pergi belanja ia sempat bercakap-cakap dengan Nara. Saat itu Nara baik-baik saja sama seperti biasanya. Begitupun saat ia mengobrol dengan Nona mudanya ditelepon. Tapi begitu ia pulang ke rumah dua jam kemudian, tepat sesaat sebelum adzan ashar, Rios meneleponnya dan memintanya untuk datang ke rumah sakit karena Nara pingsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MINE [TERBIT]
RomanceSUDAH TERBIT DI FIRAZ MEDIA PUBLISHER *** "Saya nikahkan dan kawinkan Kyra Alinara binti Kaif dengan ananda Manu Rios Fernandes dengan mas kawin berupa cincin emas 24 karat, 100 triliun uang, 1 unit rumah mewah, 5 unit gedung apartemen, 50% saham da...