MINE | Chapter 62

51.2K 4.8K 755
                                    



Sudah seminggu lebih kota Jakarta dan sekitarnya diguyur hujan lebat.

Berita banjir, angin kencang di sejumlah wilayah yang memporak-porandakan pemukiman warga bahkan gelombang tinggi air laut memenuhi hampir semua channel TV.

Dan minggu berikutnya sejak kepergian Rios, langit hanya mendung tanpa hujan.

Semua situasi ini seakan-akan menggambarkan bagaimana keadaan Nara tanpa Rios.

Apalagi ia baru menerima kabar bahwa kepulangan Rios akan ditunda selama seminggu selain karena pekerjaannya yang belum selesai tapi juga karena badai akibat cuaca buruk disana.

Sudah dua minggu, dan mereka jarang sekali berkirim kabar.

Nara tidak mau menghubungi Rios karena tak ingin mengganggu, jadi ia hanya menunggu pria itu menghubunginya.

Dan ajaibnya Rios nyaris tidak punya waktu untuk meneleponnya atau setidaknya mengirim pesan, hanya beberapa kali semenjak dia pergi.

Kata Aslan jadwal pekerjaannya memang sangat padat sekali. Kalau sampai minggu depan, itu artinya tiga minggu adalah total waktu Rios pergi.

Nara tidak berkomentar, kepalanya hanya mengangguk mencoba mengerti. Dan sikapnya pun menjadi lebih pendiam dari biasanya.

Ia tidak banyak omong, tidak pada ibunya, bibi, juga Aslan. Mungkin hanya pada Salma ia banyak bicara, itupun hanya ketika di sekolah atau lewat panggilan telepon selama beberapa menit.

Satu-satunya cara agar dirinya tidak terlalu memikirkan Rios atau merindukan pria itu hanyalah dengan membaca buku novel selama berjam-jam sampai larut malam di kamarnya, atau jika ia terlalu merindukan suaminya, ia akan menghabiskan waktunya di ruang kerja pria itu.

Entah itu membaca buku, atau sekadar merebahkan tubuhnya hingga tertidur di sofa.

Tapi sore ini Nara berada di kamarnya dari sepulang sekolah pukul empat sore tadi untuk menyelesaikan membaca salah satu novel fantasi favoritnya.

Ketika sudah terlalu pegal duduk didekat jendela dan matanya mulai pedih membaca tulisan berupa sinopsis cerita novelnya, ia menutup bukunya dan mengarahkan pandangannya ke luar.

N

ara melamun, selama beberapa saat keningnya mengernyit saat tetesan rintik hujan melintas di luar kaca jendelanya.

Sore itu senjanya cukup terang sebelum rintik hujan merampas keindahan warnanya.

"Ujan lagi," lirihnya.

Tanpa Rios, dirinya merasa benar-benar kesepian, seperti orang tidak berdaya, seperti tangannya hilang sebelah. Kurang lengkap.

Walaupun kelihatannya biasa saja, tapi sungguh dalam hatinya Nara menginginkan Rios sekarang juga. Ia ingin mengadu pada pria itu, bahwa belakangan ini dirinya kerap kali mimpi buruk.

Bukan hanya soal adegan pemerkosaannya, tapi juga wajah Galih yang terus muncul ketika ia menutup mata barang sedetik.

Mimpi buruk itu kembali menghantuinya.

Rasanya seperti baru terjadi kemarin, begitu nyata dan menakutkan, membuatnya gemetaran setiap bangun tidur.

Nara jadi takut terlelap, sebisa mungkin ia menjaga matanya untuk tetap terbuka dan menghalau kantuk sekuat tenaga, namun apalah daya ketika alam bawah sadarnya menginginkannya untuk istirahat sejenak.

Jika Rios ada, mungkin ia akan berhenti memimpikan hal itu, karena hanya Rios satu-satunya orang yang mampu membuatnya merasa aman, namun untuk saat ini pria itu berada di luar jangkauannya.

MINE  [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang