MINE | Chapter 26

107K 6K 812
                                    

Rios menepati janjinya pada Nara. Ia membawa Nara pulang, tapi bukan pulang ke rumahnya, tidak juga ke rumah ibunya Nara karena Nara tidak ingin bertemu dengan siapapun termasuk ibunya.

Nara tidak ingin pergi kemanapun meski kelihatannya sangat ingin pergi jauh, jadi Rios mengambil alternatif lain, kalau-kalau Nara ingin pulang ke rumah.

Mereka tinggal di Amara hotel untuk sementara waktu.

Kata Nara; kemanapun Rios membawanya, ia akan pergi bersamanya, Ia akan pergi kemanapun Rios pergi. Persetan dengan sekolahnya, Nara terlalu takut untuk kembali beraktivitas seperti biasanya. Ia terlalu takut untuk sekolah dan bertemu dengan gurunya itu. Ia terlalu takut untuk menunjukkan diri pada dunianya seperti dulu. Semoga saja, semoga saja dirinya tidak akan pernah bertemu dengan Galih lagi.

Di dalam suite room Hotel Amara, Nara masih betah berbaring diatas tempat tidur. Ia tidak tidur, hanya melamun meresapi semua situasi dan keadaan mentalnya. Matanya menatap kosong punggung Rios yang sedang bertelepon di dekat jendela kaca.

Padahal jaraknya tidak terlalu jauh, tapi Nara tidak bisa menangkap pembicaraan Rios dengan sang penelepon.

Rios kembali pada Nara sesudah bertelepon beberapa menit kemudian. Rasanya ia sangat letih. Sejak kemarin dirinya sama sekali belum istirahat, bahkan memejamkan matanya pun tidak. Ia menjaga Nara tanpa tertidur, dan sekarang ia sangat ingin sekali memejamkan matanya barang sebentar saja untuk mengobati penat. Tapi begitu melihat keadaan Nara yang masih saja melamun sejak sampai di hotel tadi pagi, Rios jadi lupa akan penatnya.

Pria itu mengulurkan tangannya untuk menyentuh kepala Nara.

Nara jadi sensitif terhadap sentuhan sekarang. Dia langsung menoleh pada orang yang menyentuhnya dengan sikap waspada.

"Mau makan?" tanya Rios sembari meletakkan ponselnya di nakas.

Nara menjawab dengan gelengan kepala.

"Nggak laper emangnya? Kamu sama sekali belum makan loh Sayang dari kemaren."

Lagi, Nara menggelengkan kepalanya.

Nara terlihat seperti tidak memiliki tanda-tanda kehidupan dalam dirinya. Ia terasa kosong, sekosong tatapan matanya saat melamun.

Rios lupa, ia belum memberitahu Nara soal kehamilannya. Jika ia memberitahu Nara sekarang, seperti apa reaksinya?

Nara bergerak bangun untuk duduk dan bersandar pada kepala ranjang. Matanya menatap lurus Rios, "Om belum kasih tau aku rahasianya. Apa yang mau Om kasih tau ke aku?"

Rios berpikir, bertanya-tanya apakah benar ini waktu yang tepat untuk memberitahu Nara?

"Om?"

"Kamu hamil," kata pria itu singkat namun jelas, "kamu lagi hamil sekarang, itu rahasianya."

Ekspresi Nara masih datar, "aku...hamil?"

Rios meraih tangan Nara, digenggamnya tangan Nara itu, "iya Sayang, kamu hamil. You're pregnant."

Nara merasakan jantungnya berdebar diluar batas, dadanya terasa sesak dan sakit. Seperti ada yang berdenyut-denyut didalam tubuhnya tapi entah dititik mana. Perutnya mual dan ia ingin muntah. Tiba-tiba perkataan Galih terputar di kepalanya.

"Saya akan datang lagi kapan-kapan, jaga baik-baik benih yang saya tanam."

Tidak mungkin!

"Karena itu kamu harus makan Sayang, kamu harus balik kayak dulu demi janin yang lagi kamu kandung," ucap Rios mengencangkan genggaman tangannya.

Rios mengeryit saat melihat gelagat Nara yang tiba-tiba memegangi mulutnya dan bertingkah seperti orang yang akan muntah.

Nara benar-benar muntah, tapi sepertinya tidak ada yang keluar dari mulutnya. Hal itu membuat Rios langsung cemas dan menangkup wajah Nara.

MINE  [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang