Rios tak mengalihkan pandangannya dari segelas minuman berwarna oranye diatas meja selagi Pak Fernandes mengajaknya berbicara disebuah ruang keluarga.
"Papa tau kamu capek, tapi nggak usah masang muka kusut begitu kenapa! Nggak enak diliat."
"Saya cuma mampir sebentar," kata Rios, cara bicaranya sedingin ekspresi wajahnya.
"Acaranya aja baru mau dimulai. Lagipula ada Marcel yang pengen banget ketemu kamu, tapi katanya kamu nggak pernah mau ketemu sama dia."
"Saya bukannya nggak mau ketemu, cuma belum sempet aja."
"Kalo gitu mumpung disini, sekalian nanti kamu temuin dia."
"Mungkin lain kali," ujar Rios yang terlihat suntuk sejak tadi.
Pak Fernandes menatap tajam putranya itu untuk beberapa saat, "Mama mu mengirim undangan ke Nara, apa istrimu itu nggak dateng?"
Rios tidak berniat menjawabnya, tidak ingin dan malas.
"Ck, Papa nggak berharap Nara dateng, tapi kalo dia mengabaikan undangan ibu mertuanya, bocah itu memang nggak pantas jadi istri kamu lebih lama."
Rios menenggak setengah minumannya sebelum melihat Pak Fernandes dengan lirikannya yang dingin.
Nada bicara Papanya yang seolah merendahkan Nara itu membuat Rios tersinggung.
Inilah alasan mengapa Rios malas berurusan dengan Papanya.
Pak Fernandes selalu saja mencari kesempatan untuk membahas Nara agar bisa menjelekkannya.
Keputusan bagus Nara tidak datang kemari, dia jadi tidak harus bertemu Papanya dan mendengar kata-kata menyakitkan darinya.
Memang, memang Nara sudah menjadi istri sah Rios dan telah menjadi menantu keluarga besar Fernandes, tapi meski Papanya menerima Nara sebagai istri Rios, bukan berarti si tua ini menyukai Nara begitu saja.
Dan Rios sudah berkali-kali menegaskan Pak Fernandes agar tidak mencampuri urusan pribadinya, tapi Papanya tetap saja ikut campur.
"Seenggaknya kalo memang Papa nggak mengharapkan kedatangannya, nggak usahlah ngirim-ngirim undangan segala. Jangan buat Nara seolah-olah dia perempuan nggak bener!" ucap Rios berusaha menekan emosinya.
"Denger ya, Rios! Papa nggak bisa terima Nara meski kamu bersikeras tetep pertahanin gadis itu!" seru Pak Fernandes, sama sekali tak ada nada bersahabat dalam suara atau cara bicaranya, "ceraikan dia secepatnya dan kembalikan pada orangtuanya!"
Rios tidak bergeming, berkedip pun tidak selagi menatap mata Papanya, "kenapa? Karena status sosial Nara?" ejeknya muak, "Masih aja."
"Nyatanya dia memang nggak pantas bersanding dengan kamu, Rios! Sadar kenapa sih!"
"Pa, saya udah bilang kan berulang kali, uang itu nggak akan dibawa mati! Status sosial yang Papa bangga-banggakan itu nggak akan berguna kalo Papa mati. Jadi jangan terlalu menyepelekan orang-orang dibawah! Jangan terlalu sombong kalo mati aja masih butuh bantuan orang lain. Takutnya Tuhan murka, dan Papa kena karmanya!"
Agaknya Rios benar-benar jengkel, ia bersikap seperti ini bukan hanya karena Nara, tapi memang karena karakter Papanya yang sejak dulu ia tak suka.
Menjadi orang kaya membuat Papanya serasa berada diatas angin. Dan jujur saja, Rios membencinya. Bukan orangnya, tapi sifatnya.
Rios sudah berkata dengan kalimat-kalimat pedasnya, tapi Pak Fernandes malah tersenyum, ia tersenyum menyeringai. Ia kagum pada putranya sendiri karena telah berani menceramahinya hanya karena seorang gadis.
KAMU SEDANG MEMBACA
MINE [TERBIT]
RomanceSUDAH TERBIT DI FIRAZ MEDIA PUBLISHER *** "Saya nikahkan dan kawinkan Kyra Alinara binti Kaif dengan ananda Manu Rios Fernandes dengan mas kawin berupa cincin emas 24 karat, 100 triliun uang, 1 unit rumah mewah, 5 unit gedung apartemen, 50% saham da...