5

580 27 1
                                    

Bel sekolah berbunyi, menandakan bahwa hari ini semua mata pelajaran telah usai. Dara membereskan buku-bukunya. Juga membawa tas Yona yang sampai saat ini gadis itu belum kembali juga.

"Yona dihukum lagi?" Tanya Anya sembari berjalan keluar kelas.

"Iya, kayaknya dia ditambah hukuman gara-gara tadi ninggalin lapangan gitu aja." Jawab Dara.

"Kita mau pulang bareng? Kayaknya malem ini gue bisa nginep di rumah lo Ra," Anya tertawa senang.

"Boleh-boleh. Gue seneng banget, kalo lo gimana Ma?" Tanya Dara melirik ke arah Alma yang berada tepat di sampingnya.

"Boleh aja, lagian besok libur. Tapi, aku pulang dulu ambil baju jadi nggak pulang bareng." Ujar Alma yang mendapat anggukan dari Dara.

Dara tersenyum senang. Akhirnya, ia tidak akan merasa kesepian lagi. Kalaupun abangnya itu akan pulang, dia tidak peduli. Lagipula di keluarganya memang tidak ada yang peduli akan perasannya selama ini.

"Le, lo abis ngomong apa aja sama Yohan?" Tanya Adylan menghampiri gadis itu yang terlihat sedikit pucat.

"E-enggak, gue balik duluan." Jawab Yona, yang langsung bergegas menuju kelasnya.

Adylan hanya menatap gadis itu pergi. Setelah melihat gadis itu berjalan menaiki tangga, dirinya langsung pergi mencari keberadaan Yohan. Entah apakah hanya perasaan nya saja, tapi sepertinya ada yang mereka sembunyikan.

"Dara mana ya?" Ian menunggu gadis itu di depan parkiran.

"Wih, belum pulang nih bareng dong." Naya menepuk bahu Ian pelan.

"Lagi nungguin cewek gue."

"Eh, lo udah ada cewek? Gue baru tau."

"Lo nggak sama Adylan?" Tanya Ian yang merasa situasinya menjadi canggung.

Naya itu, pacar Adylan. Yang kedua setelah Farah lebih tepatnya. Naya juga memacari Adylan hanya karena ingin dikenal banyak orang. Sebenarnya, gadis itu lebih mengincar Ian.

"Kayaknya, gue mau putus aja. Tadi Gita baru aja diputusin, katanya juga tadi Dylan gandeng cewek lain. Gue udah mau serius Yan," Ujar Naya tersenyum.

"Baguslah, walaupun si Adylan temen gue tapi ya lo jangan mau juga jadi yang kedua kayak gitu."

"Btw, cewek lo dari kelas apa nih? Kenalin sama gue bisa dong,"

"Kayaknya nggak dulu deh, dia malu-malu. Nanti kalo dia udah nyaman gue publish." Ucap Ian, tersenyum tipis.

"Lo pengertian banget ya, Dylan mana pernah. Yang ada, nyari cabang terus." Naya memutar bola matanya malas.

"Haha, salah lo juga mau sama orang brengsek kayak dia. Tapi dia baik kok,"

"Iya sih, kalo baik emang gue akuin dia baik banget, royal juga. Cuman ya kayak gitu, nggak bisa setia." Naya menjadi curhat pada Ian.

Ian hanya tertawa kecil, melihat jam di pergelangan tangannya yang sudah semakin siang. Kemana gadis itu? Kenapa ia belum lewat juga sampai saat ini?

"Yona!" Ian melihat gadis itu berjalan melewati parkiran. Yona langsung menoleh.

"Iya kak?" Gadis itu berhenti, melihat wanita yang berada di samping Ian dengan tatapan datar walaupun kesannya sinis bagi Naya.

Ian menghampiri Yona dan membawanya sedikit menjauh dari Naya. Entah kenapa Ian merasa tidak nyaman berada didekat Naya.

"Dara kemana ya?" Tanya Ian sedikit berbisik.

"Tadi sih, dia nelpon terus katanya udah di depan gerbang. Kenapa? Mau pulang bareng ya? Cie yang udah jadian." Yona meledek Ian.

"Udah tau ya? Haha, yaudah ke gerbangnya mau bareng?" Ujar Ian menawarkan tumpangan.

ANTARIKSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang