6

600 23 0
                                    

Matahari sangat terik kala itu, tidak heran karena memang saat ini pukul 1 siang. Ian mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Membawa seblak milik Dara.

Sepanjang perjalanan, Ian hanya tersenyum memikirkan kejadian yang baru saja terjadi. Terkadang jika dipikir-pikir sedikit memalukan untuknya.

"Kayaknya ada yang nggak beres sama gue," Ian mengusap wajah nya pelan.

Perasaan yang sangat bahagia kala itu, Ian masih tidak percaya akan hal yang sudah ia lakukan. Rasanya aneh mengutarakan perasaannya dengan cara yang seperti itu. Tidak biasa saja untuknya.

"Oh iya mah, ini dia Alma. Temen aku, sama Anya tapi dia lagi di kamar mandi. Mereka mau nginep, boleh kan?" Ujar Dara lembut.

Mama Dara hanya tersenyum, melihat sedikit sinis ke arah Alma. Wanita itu mengajak Dara untuk menjauh sedikit, berbicara hanya 4 mata dengannya.

"Sayang, mama kan udah bilang jangan sembarangan bawa masuk orang asing ke rumah." Ucap nya membuat Dara sedikit murung.

"Dia temen aku ma, bukan orang asing."

"Iya mama tau, tapi kan ga ada jaminan juga dia nggak akan macem-macem. Kamu harus hati-hati sayang," Dara menatap datar seorang wanita yang sudah melahirkannya itu.

"Kalo aku marah, apa mungkin mama bakalan ngerti? Kalo aku maksa, mama pasti bakalan marah. Dan alhasil, aku nggak akan bisa kemana-mana. Terus, aku harus ngapain?" – batin Dara.

Sejak kecil, Dara tidak pernah bisa membuat keputusannya sendiri. Ia selalu tertekan dengan pendapat-pendapat yang ada di sekelilingnya.

Mama bilang seperti ini, Papa bilang seperti itu. Orang lain berpendapat yang berbeda lagi, dan itu selalu membuatnya bingung. Akankah ia harus mengikuti ini atau itu?

Dan alhasil, dia hanya dapat mengikuti keputusan yang orang tuanya ambil. Dara tidak benci pada mereka, hanya saja jika boleh Dara ingin sekali orang tuanya itu mengerti apa yang dirinya rasakan. Apakah itu salah?

"Tapi mah, dia udah ke sini." Ucap Dara setelah sekian lama bertarung dengan pikirannya.

"Yaudah kali ini mama izinin." Terlihat jelas sekali senyuman lebar terukir dalam wajah cantik milik gadis itu.

Dara senang, yang kemudian gadis itu membawa Alma untuk naik ke kamarnya. Alma yang sedari tadi hanya memperhatikan, menatap sendu ke arah Dara. Tampak sangat jelas bahwa gadis itu menyembunyikan segalanya.

Alma mengusap pundak gadis itu pelan, tersenyum lebar sehingga gadis itu merasa hangat di buatnya. Alma seperti sosok ibu bagi Dara, Yona maupun Anya.

Karena hanya gadis itu yang bisa berpikir dewasa dan tenang bahkan dalam keadaan yang sangat memprihatinkan. Orang tuanya lah yang mengajari Alma untuk menjadi sosok seperti itu.

Mereka selalu memberi kebebasan pada Alma untuk memilih. Jika itu salah, maka mereka akan memberi penjelasan mengapa hal itu tidak diperbolehkan.

Selagi benar, orang tua nya tak pernah berkomentar apapun. Mereka hanya mendukung dan memberi pengaruh positif agar anaknya itu dapat berkembang menjadi lebih baik.

***

"Gua boleh masuk?" Tanya Yohan merasa canggung.

"Iya, lagian di dalem juga ada bibi sama Pak Asep." Jawab Yona mempersilahkan.

Yohan turun dari motornya, melihat ke sekeliling rumah dengan desain modern yang sederhana namun enak dilihat.

ANTARIKSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang