39

239 6 1
                                    

Proses mengantarkan Ian kembali ke pelukan tuhan sudah dimulai. Semua teman-temannya, saudara-saudara dan orang-orang yang mengenal Ian datang.

Banyak tangis pilu yang terdengar, tatapan sendu pada tubuh yang sekarang sudah terbujur kaku. Memori-memori tentang Ian mulai terputar dipikiran masing-masing orang yang melihatnya.

"Ndra, tonjok muka gue sekarang." Ucap Agam, dengan baju sekolahnya yang baru saja sampai didepan pintu rumah Ian.

"Gam.." Andra menatap tidak tega pada temannya itu.

"Ian pasti bercanda kan Ndra? Dulu gue sama Ian perasaan masih main benteng-benteng an gitu. Terus ya Ndra, kita juga suka main ps bareng-bareng. Berangkat ke masjid padahal main, masa sekarang Ian udah gak ada? Nggak mungkin lah, ya kan?" Agam tertawa, yang kesannya dipaksakan.

"Gam.." Lagi, Andra tidak tahu harus berkata apa.

"APA!! IAN NGGAK MUNGKIN NINGGALIN GUE NDRA! GUE SAMA IAN DARI KECIL UDAH BARENG-BARENG! GAK ADIL KALO DIA PERGI DULUAN KAYAK GINI!" Teriaknya, membuat Agam menjadi perhatian.

"Ian udah nggak ada, gausah kayak anak kecil. Lo udah gede, tau mana yang bener dan enggak." Ucap Yohan, langsung memasuki rumah Ian.

Bugh!

Sebuah pukulan dilayangkan keras oleh Agam kepada Yohan. Yohan menyela bibirnya yang mengeluarkan cairan merah akibat pukulan Agam.

"Bajingan! Lo nggak tau perasaan gue anjing!" Teriak Agam, yang berusaha ditahan oleh Andra.

"Ya lo pikir semua orang disini nggak sedih?! Pikir pake otak lo! Kita semua yang disini lagi berduka, harusnya lo doain Ian bukan teriak-teriak kayak gini!" Jelasnya, pergi meninggalkan Agam juga Andra.

Suasa mereda, Agam duduk disamping mayat Ian yang terlihat pucat namun tetap tampan. Agam masih bisa melihat senyum Ian walaupun sekarang tidak akan ada lagi senyuman itu.

Andra masih bisa melihat sosok Ian yang sering mengeluh jika dimintai nebeng, namun kedepannya tidak akan ada lagi hal itu.

Dan Yohan, pria itu memang tidak sedekat teman-temannya yang lain dengan Ian. Namun, Yohan tahu bahwa Ian orang baik. Tuhan mengambilnya, karena tuhan sangat menyayangi Ian.

Perlahan, semua orang mulai melafalkan surah Yasin. Ibu juga Lia masih mematung, tidak terima apa yang sedang terjadi sekarang Ini. Air mata mereka menetes, tanpa mereka sadari.

***

Dara berlari sekuat tenaga menuju gang kecil yang hanya bisa dimasuki motor. Ia tahu Papanya sudah terlambat mengatakan hal itu, ia juga tahu bahwa saat ini Ian sudah meninggalkan gadis itu.

Namun, hatinya masih berharap bahwa semua biaa diulang. Semuanya bisa ia perbaiki dan tempelkan satu persatu seperti puzzle.

Melihat bendera kuning didepan rumah pria yang sangat ia cintai, rasanya sangat menyayat hati. Dara tetap melanjutkan langkahnya menuju rumah Ian. Prianya, telah pulang.

Dara mematung saat melihat sebuah keranda yang berisi mayat Ian didalamnya. Keranda itu kemudian ditutupi oleh sebuah kain hijau. Dara terjatuh pada tanah basah yang berada dihalaman depan rumah Ian.

"Aksa, aku dateng loh. Papa udah mau restuin kita, Sa. Pulang yuk? Aku disini loh Sa." Ucapnya, lirih.

"Ra!" Teriak seseorang, yang tidak mengalihkan atensi Dara dari keranda yang sudah diangkat oleh beberapa pria itu.

"Ra! Bangun!" Ucap Yona, membantu sahabatnya berdiri.

Sementara itu, Adylan langsung berlari menuju keranda. Tatapannya sendu, Adylan bahkan tidak ada disaat-saat terakhir Ian. Mengapa, mengapa Ian pergi? Sebenarnya apa rencana tuhan?

"Yo, Ian.." Adylan menatap Yohan, seakan tak percaya akan kepergian Ian.

Yohan mengangguk. Pria itu mengangkat keranda di bagian belakang, dengan Agam disampingnya.

"Gue mau nganter Ian pulang juga." Ucap Adylan.

Andra yang berada di samping bapak, mengalah dan memberikan bagiannya untuk Adylan. Adylan dan yang lain, mulai mengangkat keranda itu secara bersamaan.

"Laa ilaaha illallah.."

Terdengar suara takbir mengantarkan Ian kembali ke pelukan tuhan. Kecuali Adylan dan Yohan, semuanya berucap begitu. Ibu, Lia, Dara ketiga wanita itu benar-benar hanya terdiam tidak percaya menatap keranda yang mulai berjalan dengan orang-orang yang mengangkat juga mengiringinya.

Ibu juga Lia mengikuti Bapak yang akan menguburkan putra kesayangannya itu. Sementara Dara masih sibuk dengan pikirannya, dan Yona hanya menemaninya.

"Nggak!! Aksa! Kamu nggak boleh pergi!! Papa udah mau restuin kita Sa! Ayok balik ke sini! Kamu nggak boleh pergi ninggalin aku Sa!" Teriak Dara mengejar keranda yang sudah berjalan sedari tadi.

"Ra! Tunggu!" Teriak Yona, gadis itu menyusul Dara.

Dara berlari sekuat mungkin, dirinya tersandung batu kerikil yang membuat terjatuh. Dara menangis dalam, semuanya hanya sia-sia. Ian sudah tidak ada, lantas bagaimana ia akan menjalani hidupnya sekarang?

"Na.." Dara menangis dalam pelukan Yona.

"Gue tau ini berat Ra, nangis aja gapapa." Ucap gadis itu, memeluk sahabatnya erat.

"Aku lemah banget ya, Na?"

"Nggak, orang yang nangis itu nggak lemah Ra. Nangis itu manusiawi, paham kan?"

"Aksa pasti marah banget sama gue Na, makanya hukum gue dengan cara kayak gitu." Dara terkekeh kecil.

"Kak Ian sayang kamu, bahkan sampai dia tiada juga dia cuman sayang sama kamu Ra."

Perkataan itu membuat Dara menangis semakin dalam. Hancur sudah harapan masa kecil Dara yang ingin bersama Ian untuk selamanya. Dunianya seakan gelap, tak ada penerangan apapun yang bisa menyinari hari-hari nya.

"Kalau Aksa balik, aku bakalan pilih dia Na. Aku bakalan samperin dia dan nggak suruh dia pulang malam itu."

"Semua udah terjadi, nggak ada yang bisa kamu ubah. Terima kenyataan nya ya Ra? It's ok buat sedih, nyerah dan ngerasa ga berguna. But, satu hal yang harus kamu tau Kak Ian pasti mau kamu bahagia."

***

Hari sudah malam, Dara sudah berada dikamarnya saat ini. Bersama Yona, yang tidak jadi pergi ke New York karena tidak tega meninggalkan sahabatnya dalam keadaan seperti ini.

Alma juga Anya juga menginap disini, mereka benar-benar iba melihat Dara yang sedari tadi hanya terus melihat ke arah jendela. Ditemani rintik hujan pelan, yang sama seperti tangisannya.

"Makasih kalian udah mau nemenin gue, gue beruntung punya kalian." Ucap Dara setelah sekian lama.

"Kita beruntung memiliki satu sama lain, Ra." Ucap Alma, dan Dara hanya tersenyum tipis.

"Gue akan berusaha lupain Ak- Kak Ian. Gue mau Kak Ian tenang juga disana, gara-gara gue Kak Ian jadi gini. Dan sekarang, dengan gatau dirinya gue mau dia pulang ke pelukan gue. Haha,"

"Ra?" Anya berucap.

"Temenin gue sampe gue bisa menerima semuanya ya?" Ucap Dara melihat sahabatnya berbarengan.

tbc.

haii, hehe thnks yaa udah baca !!

oiyaa, mampir sc yuk? kita ngobrol-ngobrol random.

okay, see you on the next part!! 🐙💗

ANTARIKSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang