33

221 11 6
                                    

Ian menaiki motornya, dengan perasaan kecewa pria itu pergi meninggalkan kediaman rumah Dara. Apa yang harus Ian lakukan sekarang?

Ian mengambil ponselnya yang berada didalam kantung celana. Dirinya menepi sejenak, menelpon Adylan untuk mengajaknya bertemu.

Namun, sang pemilik ponsel itu tidak menjawabnya. Hanya ada keterangan berdering disana. Ian menghela napas, sedetik kemudian ponselnya ia masukkan kembali dan melanjutkan perjalanan.

Malam yang sepi itu, seakan menuntun Ian kembali ke rumahnya dengan tenang. Hatinya masih sakit, jika mengingat tentang Dara. Gadis kepunyaannya, yang sangat ia cintai.

***

"Kamu mau lari lagi?" Adylan menghapus air matanya kasar. Jujur, dirinya sangat malu menangis dihadapan Yona seperti ini.

"Iya, atau aku harus nyusul bang Leo aja Lan?" Tanya Yona, menghadiahkan kekehan kecil pada kalimat terakhirnya.

"Lea!" Teriak Dylan, membuat Yona tertawa sembari menggelengkan kepalanya tanda tidak akan melakukan hal itu.

"Lucu banget lo nangis, kayak anak kecil cengeng."

"Lo juga setan!"

Yona hanya tertawa mendengar perkataan Adylan. Kisah mereka memang tidak pernah menjadi romantis, mungkin bisa dibilang lebih banyak pertengkaran yang terjadi.

Namun, baik Yona juga Adylan keduanya menyukai itu. Menyukai bagaimana satu sama lain bisa berubah, menyukai bagaimana pertengkaran mereka terjadi, menyukai segalanya tentang satu dan lainnya.

Harusnya mereka bersama bukan?

"Le, bulan depan kan ulang tahun lo. Disini sampe hari itu aja bisa?"

"Ulang tahun? Kelahiran gue aja nggak pernah jadi hari spesial Dylan, tanggal itu adalah tanggal sial. Tolong jangan diinget karena gue benci."

"Kelahiran lo tetep spesial Le, seenggaknya bagi gue dan Leo."

"Makasih, gue harap kita bisa ketemu lagi. Bukan hanya bertemu di persimpangan jalan, tapi pada satu jalan yang sama. Sekarang udah malem, baiknya lo pulang."

"Bukan Adylan dan Yona, tapi Lea dan bedak Janshen?" Kekehan terdengar, dan Yona tertawa keras setelah itu.

Getar ponsel mengalihkan atensi Yona yang masih tertawa walau kesannya agak dipaksakan. Ia melihat ke arah ponsel Dylan, tertera nomor tidak dikenal disana. Sementara yang punya nya, hanya menatap Yona saja sedari tadi.

"Yang geter ponsel lo, kenapa liatnya gue?" Tanya Yona memetikan jarinya di depan Dylan.

"Soalnya hati gue geter kalo liat lo." Ucap Dylan, mengambil ponselnya lalu pergi berjalan menuju halaman depan.

"ALAY BANGET NAJIS!"

Adylan tertawa kecil saat menuju halaman depan rumah Yona. Pria itu dengan cepat mengangkat ponselnya dan menjawab panggilan dari nomor tidak dikenal tersebut.

"Halo?"

"Dengan Adylan?"

"Saya sendiri."

ANTARIKSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang