31

220 9 15
                                    

20 menit sebelum Ian ditelepon Naya

"Dara, kamu sudah memutuskan?"

Pertanyaan yang terlontar dari mulut pria yang ia sebut Papa itu, membuat Dara menghentikan kegiatan makannya. Dara menatap wajah Papa nya, gadis itu berbicara.

"Aku minta 7 hari, untuk melepaskan Ian. Setelah 7 hari dan bang Ata pulang, aku yang akan mutusin dia sendiri." Ucap Dara.

"Ata besok sudah pulang, kata dokter kondisi nya sudah cukup bagus dan abangmu juga meminta untuk segera dipulangkan. Maka dari itu, selesaikan sekarang. Papa, Mama dan kamu akan berangkat ke Paris besok pagi." Jelasnya, membuat Dara tercengang.

"Pa? Dara mau disini aja sama abang. Dara janji nggak akan deket-deket Ian, Dara janji akan ikuti semua permintaan Papa dan Mama. Tapi tolong, biarin Dara disini Dara nggak mau pergi ke Paris." Pinta Dara, Mamanya terlihat menyesal.

"Bagaimana Papa bisa menjamin kalau kamu saja tidak dalam sepengawasan Papa? Jangan membantah dan ikuti saja." Ujarnya, meninggalkan meja makan.

Dara termenung memikirkan bagaimana ia harus memutus hubungannya dengan Ian? Rasa suka nya pada Ian sudah selama itu, bahkan sebelum orang tuanya menjadi sesukses ini.

Lantas, perasaan yang lama itu apakah bisa ia hapus dalam memorinya? Tidak, jawabannya tentu tidak. Kenangan bersama Ian, tidak akan bisa Dara lepaskan.

"Ra, maaf ya Mama nggak bisa bantu kamu." Wanita yang ia sebut Mama itu, memeluk tubuh Dara erat.

"Ma, andai kita keluarga sederhana apakah hubungan Dara dan Ian akan Mama Papa setujui?" Tanya Dara, lirih.

Hening. Tak ada jawaban apapun dari wanita itu, Dara hanya menangis dalam pelukan Mamanya. Pelukan pertama yang ia dapat setelah sekian lamanya. Hangat, sangat hangat.

Tidak mau berlama-lama menangis, gadis itu naik ke kamarnya. Kenapa? Kenapa harus secepat ini mereka terpisah? Dara mengambil ponselnya, membuka chat teratas yang ia sematkan masih dengan nama yang sama, Kak Ian ♡.

"Kak, makasih ya udah hadir dalam hidup aku. Makasih buat segala hal yang kamu kasih ke aku, aku minta maaf karena harus ninggalin kamu. Nggak papa kalo kamu mau anggap aku egois, yang pasti Dara selalu sayang Antariksa."

Masih memandangi layar ponselnya, tidak mengetik apapun hanya membaca keseluruhan isi chat antara dirinya dan Ian. Setelah puas dengan hal itu, Dara beralih pada galerinya.

Melihat foto-foto dirinya juga Ian yang baru saja mereka ambil sore tadi, juga foto-foto saat di Bandung, foto saat mereka baru pertama kali jadian juga foto-foto random yang Ian kasih pada Dara.

"Kalo aku minta, kamu nggak akan jatuh cinta lagi ke orang lain selain aku boleh nggak ya? Haha, aku egois banget. Maaf ya kak, tapi kalo boleh jujur aku mau itu."

5 menit setelah Naya menelpon Ian.

Dara menguatkan perasaannya sendiri, gadis itu kembali pada layar chatnya dengan Ian. Dengan air mata yang menetes deras, Dara mengetikkan hal yang begitu menyakitkan untuk hatinya.

Chat

Aldara :

Kak, kita sampe sini aja ya. Makasih, dan maaf.

Kak Ian ♡ :

Sabar Nay, dijalan.

Aldara :

Kak? Maksudnya, Kak Naya?

Kak Ian ♡ :

Eh Ra, maaf salah kirim.

Dara tersenyum pahit, kali ini bakan saat dia ingin menyudahi segala kenangannya bersama Ian nyatanya Ian bisa untuk mencintai wanita lain.

Tidak, bukankah itu lebih baik? Dara pernah meminta ini, mungkin tuhan mengabulkan permintaannya. Tapi, tidak bohong rasanya begitu sakit.

Chat

Kak Ian ♡ :

Ra, kalo bercanda jangan sekarang ok? Nanti aku telpon.

Aldara :

Nggak usah kak, aku emang pengen kita udahan.

You blocked this contact.

Dara melempar asal ponselnya, gila semuanya sudah gila. Entah apakah memblokir nomor Ian adalah hal yang benar, tapi Dara tidak sanggup menerima balasan lagi dari pria itu.

"Lo egois banget Ra! Lo bener-bener egois!!" Teriak Dara, memukul dirinya sendiri.

"Aksa, boleh aku marahin kamu?"

***

"Maksudnya gimana bunda?" Tanya Yona, sedikit terkejut atas perkataan Kemuning.

"Jauhi Adylan ya sayang, jalan kalian berbeda." Jawab Kemuning, tersenyum tipis.

Yona membeku. "Bun?"

Bunda hanya menggeleng, menyiratkan bahwa memang keduanya tidak bisa ia restukan. Yona baik, Kemuning tidak meragukan hal itu. Dan dari Yona, Adylan juga bisa menjadi lebih baik.

Tapi apakah meninggalkan tuhannya akan menjadi pilihan yang tepat?

"Bunda menyukai sikap kamu Lea dan Adylan juga sangat mencintaimu, bunda bisa melihatnya. Namun dengan perbedaan kalian yang tidak bisa bunda terima, bunda sangat meminta maaf karena pada akhirnya bunda tidak bisa merestui hubungan kalian." Jelas Kemuning.

"Kita nggak ada hubungan apapun kok bun, dari awal Lea paham kok dengan hal itu. Bunda nggak usah khawatir, Lea pasti pergi dari hidup Dylan." Yona tersenyum lebar, tapi Kemuning tetap tahu betapa menyakitkan nya perkataan itu bagi Yona.

"Kalo gitu, makasih buat cokelat panas nya ya Lea. Bunda pamit," Dirinya memeluk Yona sekejap.

"Iya, hati-hati bunda."

Yona mengantarkan Bunda sampai depan halaman rumahnya. Gadis itu melambaikan tangan, dan tersenyum manis kepada Kemuning.

Rintik hujan masih turun, dan kala itu Yona mengerti bahwa sepertinya hujan begitu membenci dirinya. Lagi, untuk kedua kalinya hawa dingin hujan malam mematahkan hatinya.

"Kalo tuhan benci gue, kenapa nggak ambil gue aja?" Batinnya.

tbc.

haloo, mampir sc yuk?? oiya, makasii buat yang udah baca cerita ini. so, boleh minta vote dan komen dari kalian?? hehe..

oke deh, see you on the next part!!🐙💗

ANTARIKSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang