12

396 11 0
                                    


"Rumah gue?"

"Iya, waktu lu di Bandung lu pasti punya rumah kan?"

"Iyalah, tapi kenapa lo penasaran?"

"Siapa tau deket rumah gue dulu."

"Kalo deket, harusnya kita udah ketemu dari dulu lah."

"Mungkin belum takdir."

Yona tertunduk, tersenyum tipis saat mendengar kata takdir di telinganya.Takdir? Memangnya hal itu benar adanya? Yona kurang percaya dengan adanya hal itu. Sedikit marah, karena takdir tidak pernah berpihak kepadanya.

"Na!" Teriak Dara menghampiri tempat Yona dan Adylan sedang berbicara.

"Hm? Kenapa?" Tanya gadis itu.

"Ayok makan," Jawab Dara menggandeng lengan Yona.

Dara juga tidak mengerti mengapa gadis itu tampak sangat murung saat sampai disini. Entah fakta gelap apa yang ia sembunyikan dalam hatinya. Dara sangat ingin mengetahui hal itu. Tapi bagaimana caranya ia berbicara dengan orang se keras kepala seperti Yona?

"Ayok makan-makan," Ucap Ian tersenyum senang.

"Eh Ndra, lebih enak euy rasanya. Iya kan?" Ujar Agam mencairkan suasana.

"Iyalah, orang dimasakin bidadari. Tuh bidadari nya si Ian." Andra tertawa, disertai juga tawa yang lainnya.

"Bidadari gue udah dapet dayang-dayang nya nih." Ian menggoda teman-teman nya.

"Dayang? Gue cowok, jadi pengawal kek. Atau pasangan hidupnya juga boleh." Agam melirik jahil ke arah teman kecilnya.

"Halah, jangan kebanyakan halu deh." Ujar Andra menepuk kepala Agam.

"Hahaha, bener-bener. Udah-udah, bidadari gue malu tuh." Kali ini Ian menggoda kekasihnya.

"Eh, jangan malu atuh. Cantik pisan ya, buat gue aja lah Yan." Pukulan maut Ian langsung mengenai wajah Agam. Pria itu meringis kesakitan.

Kala itu tawa memenuhi ruangan. Seperti sebuah kebahagiaan besar datang menghampiri mereka. Dara juga senang, orang tuanya pergi karena urusan mendadak ke luar negeri hari ini.

Entah kapan mereka akan kembali, tapi berkat hal itu ia jadi bisa pergi ke Bandung bersama yang lainnya.

Malam semakin larut, mereka semua tertidur kecuali para pria yang berjaga didepan. Markasnya memiliki satu kamar, sebenarnya itu milik Adylan. Ia suka sekali menghabiskan malam disana.

Tapi kali ini, kamar itu dipakai oleh para gadis-gadis yang ikut. Agak sempit sebenarnya tapi apa boleh buat. Toh, mereka juga yang ingin ikut. Sebenarnya ada tenda juga yang disediakan, tapi Adylan melarang Dara, Yona, Alma, juga Anya untuk tidur di sana.

Bukan hanya keempat gadis itu yang ikut, banyak kekasih anggota juga ikut. Dan tenda itu disediakan untuk mereka, tapi Yona tetap mendirikan tenda sendiri. Seperti yang kalian tahu bahwa gadis itu sangat tidak penurut.

"Aksa!" Kini Dara mulai suka dengan sebutannya yang khas untuk Ian.

"Belum tidur? Udah malem." Ian tersenyum.

"Nggak ngantuk, aku kurang bisa tidur di tempat orang." Ucap Dara.

"Bandung enak ya Ra? Adem." Ian memulai perbincangan dengan gadis itu.

"Iya, enak. Apalagi disininya bareng Aksa." Dara tersenyum bodoh ke arah pria disampingnya.

"Aksa? Bukan Ian lagi ya?" Ian terkekeh kecil.

"Iya, tapi tetep sama Antariksa." Ujarnya.

"Antariksa terus, nggak bosen?" Dara hanya tertawa mendengarnya. Entah mengapa, tapi rasanya lucu saja.

ANTARIKSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang