21

315 13 0
                                    

"Suka?" Tanya Adylan tersenyum tipis ke arah Farah.

"Banget, bonekanya aku suka! Lucu kayak kamu kalo lagi ngambek!" Balas Farah, antusias.

Lagi-lagi, pria itu hanya tersenyum. Sekitar 1 jam yang lalu Adylan juga sudah mengirimkan pesan pada Yona bahwa Adylan tak bisa menemuinya hari ini.

Adylan tak mau ada kesalahpahaman yang terjadi antara mereka, walaupun hubungan mereka saat ini belum jelas yang pasti Adylan menyukai gadis itu.

Perasaan Yona? Adylan belum mengetahui nya dengan jelas. Tapi yang ia jadikan prinsip hanyalah satu, tidak mau membuat lembar kesedihan lagi dalam buku kehidupan milik Yona.

"Kamu liat ponsel terus, lagi nunggu chat dari siapa? Naya? Gita? Atau gebetan baru kamu?" Tanya Farah, raut wajahnya terlihat sendu.

"Far, kalo aku bilang aku jatuh cinta sama perempuan lain dihari putus kita ini rasanya aku jahat banget ga sih?" Tanya Adylan, mengantungi ponselnya.

"Jahat, tapi bukannya kamu udah sering gitu ya? Kenapa kali ini, aku ngerasain hal yang beda dari ucapan kamu?"

"Lupain aja, sekarang kamu mau kemana lagi?" Tanya Adylan, mengalihkan pembicaraan.

"Makan deh."

***

"Makasih tumpangannya, Na." Ujar Alma memasuki rumahnya.

Yona hanya mengangguk singkat dari dalam mobil, setelah mengantar sahabatnya yang terakhir ia langsung bergegas pergi menuju kediamannya.

"Si bedak Janshen lagi sama Kak Farah, gue tidur dulu aja kali ya?" Gumam Yona, di sela-sela menyetir kendaraan beroda empat nya itu.

Rintik hujan mulai membasahi mobil Yona, awalnya hanya gerimis lalu berlanjut menjadi hujan deras. Saat mendapati belokan yang cukup tajam, gadis itu sedikit takut.

Tubuhnya gemetar, pikirannya kacau. Yona langsung membelokkan mobilnya dengan cepat mencari sebuah perhentian yang bisa ia singgahi setidaknya sebentar saja.

"Lea, plis kendaliin diri lo." Gadis itu menarik napas panjang, dengan tangan gemetar Yona masih memegang stir mobil erat.

"Cafe, di-disini ada ca-cafe." Bibirnya pucat, suaranya bergetar hebat.

Gadis itu memasuki parkiran cafe yang tidak terlalu ramai. Yona membanting pintu mobilnya dengan kencang, memegangi kepalanya yang terus mengingat-ingat kejadian mengenai kecelakaan abangnya. -Bang Leo-

Yona terduduk disamping mobilnya, kedua kakinya itu tidak bisa ia langkahkan sedikit pun. Tubuhnya, mati rasa. Ia menangis dalam, menunduk diantara kedua kakinya yang ia tekuk.

Ditemani hujan siang itu, Yona teringat lagi akan Bang Leo sang rembulan dalam hidup gelapnya.

"Lea harus hidup bahagia.. Abang pamit duluan ya? Ayok ketemu lagi, di jalan yang baru. Bukan Lea dan Leo, tapi seseorang yang ditakdirkan untuk bersama."

Klise itu, muncul kembali dalam hidup Yona. Terkadang ia bingung, katanya jika anak kembar akan selalu bersama mengapa ketika Leo tiada dirinya tidak diambil juga? Apakah tuhan ingin menghukumnya atas suatu hal?

"Bang, emang reinkarnasi itu ada?"

"Kalo abang sih nggak percaya. Tapi kalo beneran ada, abang mau ketemu Lea lagi."

"Lea juga! Kalo beneran ada yang namanya reinkarnasi, Lea mau Abang jadi pasangan hidup Lea. Supaya, Lea ngga harus ketemu sama cowok kayak Papa. Lea maunya sama Abang aja, ngga mau nikah."

"Masa gitu! Ya harus tetep nikah atuh Lea, kamu mau jadi perawan tua hah?"

"BIARIN!! Lea maunya sama Abang terus aja!!"

Ia terus menangis, tidak berhenti bahkan saat petir mulai terdengar kencang sekali ditelinganya.

Grep!

Tubuh kecil Yona, terdekap oleh seseorang. Rasa hangatnya, membuat Yona mendongak pelan. Netranya bertemu dengan lensa cokelat milik Adylan. Pria itu tersenyum lebar, menenggelamkan wajah Yona pada dada bidangnya.

"Aku yang sebabin bang Leo kecelakaan, Dylan. Kalo hari itu," Yona tak sanggup melanjutkannya.

"Hsyutt, udah. Masuk mobil dulu ya? Dingin, Lea." Adylan memapah tubuh gadis itu memasuki mobil Yona. Hujan membuat tubuh Yona basah kuyup, mungkin jika lebih lama lagi ia akan terkena flu.

***

"Aku boleh jelasin?" Tanya Ian, pria itu sedang berada bersama Dara di kantin rumah sakit.

"..."

Hening. Tak ada jawaban apapun dari Dara, sedari tadi Dara hanya berpura-pura sibuk dengan Tama. Membuat Ian harus menunggu setengah jam untuk mengajak berbicara gadis itu agar kesalahpahaman nya tidak berlanjut.

"Ra?" Dara hanya menoleh,

"Aku percaya kok sama kamu." Akhirnya, setelah menunggu lama gadis itu berbicara juga.

"Kamu percaya aku ngga selingkuh kan?" Tanya Ian memastikan.

"Iya, tapi aku tetep nggak suka kalo kamu deket banget sama cewek itu." Ujarnya.

"Maafin aku ya, aku nggak akan boncengin cewek lain lagi selain ibu, Lia, dan kamu." Ucap Ian mengelus pipi Dara.

Dara mengangguk. "Kamu ketemu orang tua ku nggak?" Tanya Dara, membuat senyum Ian terlepas dari wajahnya.

"Ketemu, tadi cuman saling sapa aja." Ucapnya, tersenyum lebar.

"Serius?! Mama sama Papa ku biasa aja sama kamu Aksa?" Dara berteriak antusias.

"Hey, ini rumah sakit." Ian menaruh jari telunjuknya di depan mulut gadis itu. "Emangnya harus gimana?" Tanya Ian lagi.

"Aku pikir, Papa sama Mama nggak mau terima kamu. Aku juga nggak boleh pacaran, orang tua aku emang gitu. Harus banget hidup dengan pilihan mereka, tanpa bicara dulu sama aku." Jawab Dara, Ian masih tersenyum lebar.

"Kalo kamu mau sesuatu bilang ke aku ya? Aku bakalan turutin semua maunya kamu."

Dara tertawa kecil, mendengar perkataan Ian. Entah mengapa, Ian selalu punya beribu kata manis yang dapat menenangkan Dara.

Ian masih bimbang apakah harus memberi tahu soal tadi kepada Dara atau tidak. Sudahlah, kali ini Ian akan berbohong pada gadis itu. Berharap, masih bisa ia tangani sampai ia mendapat keputusan.

tbc.

haloo, mampir ke sc ku yang di bioo yukk!! bebas, mau nulis kritik atau saran mau pesen" lain juga bolee banget 😁

okay, thnks for all and see you on the next part!!🐙💗

tt : cumicumipurple

ANTARIKSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang