10

401 19 0
                                    

"Emang punya pacar banyak enak ya?"

"Sekarang sih udah males."

Yona hanya mengangguk-angguk malas. Adylan itu seperti hal yang sangat menganggu untuknya, tapi disisi lain pria itu juga terlihat sangat baik dimatanya.

Terkadang Yona berpikir, mengapa dirinya harus bertemu seseorang seperti Adylan. Lebih tepatnya dengan seseorang yang memanggil namanya dengan sebutan "Lea".

Mungkin bagi sebagian orang yang tidak tahu, hal itu begitu sepele. Tapi bagi Yona itu sangat berarti untuknya. Sebutan paling indah sebenarnya, dan ia juga menyukainya tetapi kali ini berbeda.

"Stop panggil gue Lea bisa?" Yona berujar, memecah keheningan.

"Lo ngomong ke gue?" Adylan menunjuk dirinya sendiri.

"Terus siapa?" Ucap Yona yang kali ini menatap mata pria itu.

"Kenapa emang? Menurut gue, enak aja kalo manggil Lea ketimbang Yona." Jelas Adylan.

"Itu kata lo, yang punya nama kan gue."

Adylan tersenyum. Sebenarnya tidak ada yang lucu, hanya saja jika berbicara dengan gadis ini dia benar-benar kehilangan pikirannya.

Jujur saja, Adylan tidak pernah sangat mencintai seseorang dalam hidupnya. Kecuali ibunya, orang pertama yang selalu dengan mudah mengambil perhatiannya.

Pria itu bahkan rela melakukan apapun untuk ibunya, karena bagi Dylan wanita itu sangatlah berarti bagi hidupnya. Ditambah lagi, pria itu bahkan sudah tak punya sosok Ayah dalam hidupnya.

"Besok main ke rumah gue mau?" Tanya Adylan melenceng jauh dari pembicaraan yang sedang mereka bicarakan.

"Nggak bisa, gue mau ke Bandung." Yona membulatkan matanya. Ia keceplosan.

"Bandung? Ngapain? Eh tapikan gue juga besok mau ke Bandung." Ujar pria itu.

"Nggak-nggak, hm gue cuman lagi mikirin Bandung aja jadi tadi keceplosan ngomong kayak gitu." Gadis itu mengelak.

"Yaudah, besok kita ke Bandung."

Dara sudah mendekati rumahnya. Gadis itu meminta di turunkan di depan cafe dekat rumahnya, alih-alih sampai depan rumah. Sesuai yang Yona katakan dengannya di telepon.

"Di cafe aja ya kak," Ucap Dara menunjuk dari kejauhan.

"Kenapa nggak sampe rumah?" Tanya Ian.

"Yona mau ketemu katanya." Dara berbohong, merasa tidak enak saja membicarakan masalah keluarganya dengan Ian.

"Yaudah, aku duduk sebentar boleh kan? Haus nih, haha." Ian memberhentikan motornya. "Loh, ada si Dylan." Ujarnya.

Keduanya memasuki cafe. Melihat Adylan juga Yona yang sedang berbincang-bincang. Tapi sepertinya kali ini berbeda, tidak ada tatapan maut di mata keduanya.

"Yona!" Dara berteriak, berhasil membuat Adylan juga Yona menengok ke arahnya.

"Heh, gimana tadi rapatnya. Sorry gue ga bisa dateng." Ujar Ian menepuk pundak Adylan dan duduk disampingnya.

"Pacaran mulu,"

Walaupun Adylan itu terkenal dengan sifatnya yang keras tapi pria itu seperti anak kecil. Saat marah dirinya hanya diam saja, atau mungkin lebih tepat disebut ngambekan.

"Halah, lu juga sama." Ian menepak kepala pria itu.

"Kayaknya lo seneng banget." Ujar Yona melihat ke arah Dara.

"Gue? Iya," Gadis itu tersenyum malu.

"Lu apain Yan?" Adylan menggoda pria itu.

"Gue bahagiain lah, emang elu cewek dibikin sakit hati mulu." Ian merasa bangga pada dirinya sendiri.

ANTARIKSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang