Menghilang

789 174 62
                                        

Jeonkook duduk di ruang keluarga dengan jemari memegang erat sebuah kertas. Ia sedang menunggu kedatangan Taehyung.

Sohyun sudah kembali tinggal di rumah ini sejak dua hari yang lalu. Saat berpapasan, Jeonkook mengulas senyum tipis dan tidak berani menegur. Rasa bersalah pada wanita itu sangat besar. Oleh karena itu, ia harus segera menjauh dari Taehyung dan Sohyun.

Bukan hanya karena merasa bersalah, tapi karena ia masih mencintai Taehyung. Jadi lebih baik Jeonkook segera pergi daripada harus menyakiti dua orang itu lagi.

Saat suara pintu utama dibuka seseorang, Jeonkook berlari menghampiri si pembuka pintu yang ia yakini adalah Taehyung. Dan ternyata benar. Pria itu pulang seorang diri dengan raut kelelahan.

"Hyeong, mengapa pulang sendiri? Di mana Noona?"

"Sohyun belum pulang? Mungkin sedang di jalan bersama sopir."

Jeonkook mengekor di belakang Taehyung sambil merangkai kalimat yang akan ia katakan. Menyadari hal itu, Taehyung berbalik dengan sebelah alis terangkat.

"Ada apa, Jeon?"

Jeonkook tertawa kecil sambil menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal. Meski ragu, ia menyerahkan selembar kertas yang ia pegang sejak tadi.

"Apa ini?" Taehyung menerimanya dan mulai membaca isi dari kertas tersebut.

"Itu tiketku. Aku akan berangkat ke Amerika dengan Jin Hyeong minggu depan."

Taehyung tertegun. Menatap Jeonkook tidak rela. Bukan karena masih mencintai adik angkatnya itu. Namun karena rasa sayangnya sebagai seorang kakak yang enggan berpisah dari sang adik. Apalagi Jeonkook tidak mudah bergaul dengan orang lain dan selama ini tidak memiliki teman dekat.

"Sudah saatnya aku mencari kebahagiaanku. Aku ingin bahagia sepertimu, Hyeong tanpa menyakiti siapa pun."

Tangan Taehyung terulur. Mengacak rambut Jeonkook penuh sayang. Dulu saat Jeonkook dikabarkan telah tiada, Taehyung benar-benar merasa kosong karena tidak bisa melihat pemuda ini lagi. Jadi apakah sekarang dia sanggup jika Jeonkook pergi untuk waktu yang bahkan tidak ia ketahui sampai kapan?

Namun akan sangat egois jika ia melarang Jeonkook pergi. Apalagi hatinya telah berubah. Ia tidak bisa memperlakukan Jeonkook seperti dulu lagi karena ada hati yang harus ia jaga, yakni Sohyun.

Dia benar-benar ingin sembuh. Dia ingin hidup seperti pria normal pada umumnya. Dan Taehyung ingin memiliki keturunan dari Sohyun.

Siap atau tidak, ia memang harus melepaskan Jeonkook agar pemuda itu dapat menemukan kebahagiaan baru.

"Kemarilah," Taehyung merentangkan kedua tangan, mempersilakan Jeonkook datang ke pelukannya.

Ragu-ragu, Jeonkook melangkah dan memeluk Taehyung. Aroma sang kakak dan pelukan hangat ini adalah hal yang sangat ia rindukan. Namun Jeonkook sadar, ia sudah tidak berhak lagi. Aroma Taehyung dan dekapan yang hangat adalah milik Sohyun sekarang.

"Maafkan aku, Jeon," Taehyung menghela napas panjang. Hubungan rumit ini bermula karena kegilaannya. "Andaikan dulu aku tidak mempengaruhimu, andaikan dulu aku tidak merusakmu, aku yakin kau akan hidup normal seperti orang lain. Aku sungguh minta maaf."

"Ini bukan salahmu, Hyeong. Dulu, aku juga menginginkan hubungan itu dan takut kehilanganmu. Maafkan aku karena sempat merusak kebahagiaanmu dengan Sohyunie-noona."

Taehyung melepas pelukannya. Mengusap rambut Jeonkook sekali lagi, mengembalikan tiket sang adik dan ingin segera ke kamar untuk mandi.

"Aku mau mandi. Jika Sohyun sudah datang, suruh dia langsung ke kamar. Dan perihal keinginanmu untuk tinggal di Amerika, aku akan memastikan Jin Hyeong memberimu tempat yang layak. Jika kau tidak menyukainya, beritahu aku. Aku akan mencarikan tempat baru untukmu. Dan jangan menyembunyikan apa pun dariku selama kau di sana. Jika kau ada masalah atau dalam bahaya, kau harus melaporkannya padaku. Mengerti?"

Black SwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang