Louis masih menatapnya dengan tatapan menyelidik. Gadis di hadapannya masih saja menegak minuman beralkohol itu banyak-banyak.
"Baru satu tahun kau hengkang dari Amerika, kau sudah lupa, Lou? Apa wajahku ini tidak familiar?" pancing Zae.
Louis berusaha mengingat wajah itu. Seketika matanya membelalak ketika ia menyadari siapa gadis yang ada di hadapannya.
"Sepertinya ingatanku memburuk di sini, Nona Zae Leona Ambroise." Sial. Benar-benar sial. Bagaimana bisa Louis tidak menyadari bahwa gadis itu adalah anak dari pemilik perusahaan AM Group yang adalah partner bisnisnya?
Zae tertawa renyah. "Tak apa, bukankah kita sama-sama hampir tak terliput media?" Zae mengangkat gelasnya, mengajak Louis untuk cheers. Louis mendentingkan gelasnya. Kemudian keduanya kembali menegak whiskey itu.
"Kenapa kau ke Indonesia? Bukankah kau akan mengikuti jejak kakakmu?"
Zae menghentikan gerakan tangannya. Matanya memandang tajam pada netra biru itu. Bagaimana Louis bisa tahu rahasia itu. "Cih, sepertinya itu bukan rahasia lagi. Kau yang mencari tahu sendiri?"
"Aku tak sengaja mengetahuinya. Tenang saja, rahasia itu aman. Tidak ada untungnya juga untuk membocorkan itu. Kedua perusahaan bisa sama-sama rugi."
"Kau benar. Aku sengaja kabur ke Indonesia dua tahun lalu karena itu."
"Kau tahu seberapa keras kau pergi, mereka akan terus menerormu, bukan? Apakah tidak lebih baik kau menurut saja?"
"Dan menjadi kacung mereka? Aku lebih baik mati daripada hidup sambil menjilat kaki orang lain. Menjijikan."
"Lalu, apa yang kau rencanakan? Kabur untuk selamanya?"
Zae menyeringai. "Aku sudah punya rencana. Diam saja dan lihatlah."
Louis hanya mengangguk-angguk mendengar penuturan gadis itu. Tidak banyak yang tahu bahwa gadis kecil yang terlihat lemah ini adalah salah satu yang terbaik di bidang IT. Sejak kecil ia bahkan bisa meretas sistem milik perusahaan ibunya. Sejak saat itu, keamanan data perusahaan hanya dipercayakan pada Zae seorang. Banyak orang yang mengincarnya, salah satunya adalah kelompok agen rahasia di Amerika. Bagaimana tidak? Ia bisa melacak tiap orang di dunia ini dengan sangat mudah. Itu akan mempermudah pencarian buronan tersulit sekalipun.
"Omong-omong, aku punya teman yang betul-betul sesuai dengan tipemu."
"Sejak kapan aku menceritakan tipeku padamu?" Louis mengernyitkan dahinya heran.
"Kau pernah bercerita saat mom dan Ella berniat menjodohkan kita. Itu konyol, aku tahu and I'm ashamed for that. Tapi, sungguh kalian akan cocok."
Louis terkekeh pelan. "Aku tidak tertarik pada bocah."
"Aku akan bawa dia ketika 17 tahun. Bagaimana?"
"Simpan saja. Aku sudah punya pacar." Louis kembali menyesap whiskey miliknya. Botol itu sudah hampir tandas.
"Cih, aku berani bertaruh kau akan menyukainya."
"Aku menunggu taruhan itu."
"Satu juta dollar?"
"Deal." Kedua orang itu bersalaman. Apalah arti uang bagi mereka. Zae masih saja menegak minumannya sampai ia hampir tidak sadar. Gadis itu menghabiskan sebotol whiskey, tequila, dan wine seorang diri. Benar-benar gila.
"T-tolong seseorang hubungi Winter untukku," gumamnya setengah sadar.
...
Winter terbangun karena suara dering ponselnya. Dengan kesadaran yang belum penuh, ia mengambil ponsel yang berada di nakas. Matanya seketika bangun ketika melihat nama nonanya di layar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Conglomerate's Love
General FictionTHE LOVE SERIES #2 17+ Zae Ambroise, gambaran gadis sempurna dambaan umat manusia. Paras cantik, kekayaan tak hingga, dan otak cerdas sebanding dengan Einstein. Siapa sangka ia memilih untuk membangun kehidupan baru di sebuah negeri yang bahkan tak...