Thirty-Two

218 21 0
                                    

Zae duduk di balkon rumah Anna. Hari masih sangat pagi dan gadis itu sedang termenung memikirkan percakapan dengan sahabatnya beberapa hari yang lalu. Zae tahu ia tidak akan pernah membenci ayahnya. Troyes hanyalah seorang korban, sama seperti dirinya. Troyes juga tak menginginkan hal ini terjadi. Seorang ayah pasti ingin anak-anaknya memiliki kehidupan normal.

Zae tahu betul ayahnya sangat mencintai dirinya dan Zoe. Rasa cinta yang begitu besar sehingga pria itu takut jika Zae atau Zoe membenci dirinya. Tapi, Zae tidak pernah. Ia tidak sekalipun membenci ayahnya meski beliau telah memisahkan Nicholas dengannya. Meski ayahnya pernah menamparnya. Ada kalanya sang ayah selalu berada di sampingnya, memeluknya, mengecup keningnya, bahkan melakukan hal gila bersamanya.

Berbeda dengan Anna, Zae bisa merasakan dengan jelas kasih sayang yang selalu ayahnya berikan. Avan mungkin mengukur kasih sayang dengan uang, tapi Troyes mengukur kasih sayang dengan memberikan yang terbaik bagi anaknya. Meski sibuk, pria itu selalu memberikan waktunya jika anaknya meminta. Ia rela menghabiskan waktu istirahatnya untuk sekedar mengobrol dengan Zae.

Zae sadar sekali. Ia mencintai ayahnya dan ayahnya juga sangat mencintainya.

Gadis itu merogoh ponselnya dan berusaha menghubungi seseorang. Di dering kedua, seseorang mengangkatnya.

"Zae? Kenapa kau tiba-tiba menghubungiku?" tanya orang itu.

Zae tersenyum tipis. Suara yang begitu ia rindukan semenjak lari ke Indonesia. Hubungannya mungkin baru seumur jagung, tapi pria itulah yang berhasil membuatnya bertahan. Terus meyakinkannya untuk tetap berdiri tegak.

"Zae?" panggilnya lagi.

"Aku hanya sedang merindukanmu, Nick. Kita bahkan belum mengucapkan selamat tahun baru," balas Zae tertawa.

"Bonne année, Mon Amour."

"Eh, parlez-vous français?"

"Oui, Mon Amour."

"Ya Tuhan, jangan bilang kau belajar Perancis hanya karena aku dulu sering meledekmu yang tidak bisa berbicara bahasa Perancis."

Nicholas berdeham kikuk. "Ya, dulu aku pikir kau pergi dariku karena aku tidak bisa menjadi teman belajar bahasa Perancismu. Jadilah, aku merengek pada dad, memintanya untuk memasukan ku ke kelas bahasa Perancis."

Zae tertawa terpingkal. Ternyata Nicholas David punya sisi konyol seperti ini juga."Kau ini ada-ada saja."

Pria itu ikut tertawa pelan. "Bagaimana kabarmu di sana, Zae? Apa kau baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja, Nick. Kau sendiri bagaimana? Apa yang kau lakukan saat tahun baru kemarin?"

"Aku? Aku hanya pergi dengan teman-temanku. Yah, hanya merayakan tahun baru seperti pada umumnya. Kami minum-minum, menyalakan kembang api, bersenang-senang selayaknya perayaan tahun baru pada umumnya. Uhm, ada juga beberapa perempuan." Nicholas ingin sedikit menggoda kekasinya yang satu itu.

Wajah Zae berubah ketus. "Lalu, kau bersenang-senang dengan mereka?"

"Yah, teman-temanku bersenang-senang dengan mereka–"

Belum selesai Nicholas berbicara, Zae sudah menutupnya. Hah, gadis itu memang terlampau cemburuan. Beberapa detik kemudian, Nicholas kembali menghubunginya. Ketika Zae mengangkat telepon itu, ia dapat mendengar Nicholas yang sedang tertawa.

"Ya, Tuhan. Kau benar-benar cemburu, Zae?" tanya Nicholas di sela-sela tawanya.

"Aku tidak melihat hal yang lucu di sini," balas Zae ketus.

"Maafkan aku, Zae. Ayolah, aku punya kekasih anak dari pemilik AM Group. Untuk apa aku melirik mereka semua, heh? Kau lupa akulah yang menunggumu selama 12 tahun?"

Conglomerate's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang