Eight

381 31 4
                                    

Minggu ujian itu melelahkan. Winter, Jonah, dan River akan terus mengawasi Zae ketika belajar. Memastikan bahwa ia tidak kabur. Sebenarnya, itu hanya alasan saja. Mereka terus mengawasi Zae karena beberapa hari yang lalu Zae kabur ke club malam lagi.

"River, kau harus berhenti mengawasiku."

"Tidak bisa, Nona. Ini perintah langsung dari Winter," ujarnya. Mata River masih menatap layar ponsel dengan fokus.

"Kau sendiri juga tidak mengawasiku belajar."

"Kami mengawasi Anda agar tidak keluar diam-diam. Terserah Anda mau belajar atau tidak. Saya rasa Anda tidak perlu belajar karena memang otak Anda sangat cerdas," jelas River dengan jujur.

Zae menjadi semakin uring-uringan. Entah kenapa mereka bertiga menjadi amat menyebalkan kalau sedang masa ujian begini. Ah sudahlah, lagipula besok hari terakhirnya dan ia akan kembali mendapatkan kebebasan. Zae menghampiri River yang masih sibuk dengan gawainya. Ia lalu mengambil ponsel itu dan duduk di pangkuan River. Persis seperti ayah dan anak.

"Ada apa, Nona?" tanya River. Zae tidak menjawabnya. Dia hanya menaruh kepalanya di dada bidang pria itu.

"Bosan."

"Sudah saya bilang, Anda boleh melakukan apa saja asal tidak kabur dari ruangan ini. Memangnya kami tidak tahu Anda lebih sering menonton series daripada belajar." River terkikik ketika melihat wajah Zae yang salah tingkah.

"Aku belajar."

"Anda tidak bisa berbohong di hadapan bodyguard Ambroise."

"Itu berlebihan." Zae tertawa kecil. "River," panggilnya.

"Ya?"

"Kau merindukan New York?"

"Ya. Saya rindu karena ada istri saya di sana."

"Kau dan Chloe masih tidak ingin punya anak?"

"Istri saya mandul, Nona."

Zae terkejut dengan penuturan pria itu. Ia menatap mata River yang hangat. "Maaf," ucapnya menyesal.

"Tidak apa-apa. Kami sudah menerimanya. Lagipula, kami juga sudah menganggap kalian berdua seperti anak kami sendiri." River mengelus pipi gadis itu dengan perasaan sayang.

"Aku rindu balapan."

River terkekeh mendengarnya. Oh, siapa yang tidak rindu aksi liar yang mereka lakukan diam-diam. "Sstt, jangan biarkan Winter atau Jonah mengetahui aksi kita."

"Haruskah kita melakukannya lagi saat kembali nanti?"

"Jalanan New York terlalu bersalju apalagi bulan Desember. Mungkin kita baru bisa melakukannya saat musim panas."

"Aku berani bertaruh kita akan tetap melakukannya."

"Terserah saja."

Zae melepaskan dirinya dari gendongan River. Ia kemudian kembali ke meja belajarnya untuk menonton series.

"Anda belajar?"

"Tentu tidak."

...

Ujian sialan itu akhirnya selesai juga. Zae sudah tidak peduli nilainya. Sedari tadi, pikirannya hanya terpusat pada berlibur di Amerika bersama sahabatnya. Oh, itu pasti menyenangkan sekali. Saat ini, Zae sedang mengajak Anna membeli beberapa mantel tebal.

"Kau tidak perlu repot, Zae," ujar Anna ketika mereka dalam perjalanan menuju mall terdekat.

"Salju di New York bisa sangat tebal, Ann. Jaketmu itu terlalu tipis di sana." Entah berapa kali Zae menjelaskan ini semua, tetapi Anna tetap bersikeras menolak. Alasannya karena dia tidak mau terus-menerus menghabiskan uang Zae. Cih, kalau untuk Anna, Zae rela mengeluarkan miliaran sekalipun.

Conglomerate's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang