Thirty-Three

201 19 0
                                    

Dua orang itu masih bertatapan. Yang satu melayangkan tatapan permusuhan, satunya lagi hanya menatap lawannya dengan santai.

"Apa yang kau lakukan di sini, Greg Ford?" tanya Zae curiga.

Greg tidak langsung menjawab. Pria itu justru menyalakan rokoknya dan menghisapnya pelan.

"Jangan merokok di rumah ini, Bajingan!" Zae berusaha mengambil rokok dari tangan Greg. Namun, Greg lebih gesit menghindar.

"Pria pemilik rumah ini tidak melarangku. Memangnya kau siapa bisa melarang tamu ayahmu seenaknya?" balasnya santai.

Zae menatap ayahnya kesal. Bagaimana bisa Troyes masih saja diam setelah mereka diinjak-injak oleh bajingan ini?

"Lebih baik kita bicara di ruang kerja saya, Mr. Ford." Troyes kemudian menarik Zae untuk ikut bersama mereka. Zae mendengus kesal, tapi gadis itu menurut saja.

Ruang kerja sang ayah masih belum berubah dari yang terakhir Zae lihat. Rasanya seperti sudah lama sekali ia tidak menginjakkan kaki di ruangan ini. Gadis itu kemudian duduk di sebuah sofa, tepat di sebelah ayahnya. Sementara, Greg duduk tepat di depannya.

"Apa lagi yang ingin kau bicarakan?" tanya Zae langsung.

Greg terkekeh pelan. "Rupanya kau masih tidak suka basa-basi, ya. Baiklah, aku cepat saja. Kau mungkin sebenarnya sudah tahu, tujuan aku kemari adalah untuk mengajakmu kembali ke CIA."

"Aku menolaknya."

"Hoho, aku tahu kau akan selalu berbicara seperti itu. Tapi, kali ini kau tidak akan bisa menolaknya." Greg melempar sebuah amplop besar.

Zae mengerutkan dahinya ketika ia melihat itu. "Apa ini?" tanyanya curiga.

"Buka saja."

Gadis itu kemudian membuka amplop coklat yang Greg taruh di atas meja. Matanya seketika membelalak ketika melihat isi surat itu. Surat perintah dari para petinggi. Surat perintah untuknya kembali bekerja dengan CIA. Gila.

"Apa-apaan?!" Zae membanting surat itu. "Kau pikir aku apa? Seenaknya saja menyuruhku ini itu! Aku bukan boneka kalian!" Napasnya terengah ketika ia mengatakan kalimat itu. Zae memijat keningnya. Rasanya ia ingin menangis sekarang  juga.

"Kau tetap tidak bisa menolak, Zae Ambroise. Ini keputusan mutlak yang tidak bisa kau bantah," ucap Greg tegas.

"Aku tidak mau! Persetan dengan petinggi-petinggi itu. Jika aku bilang aku tak mau, ya tidak!" teriaknya sebelum melangkah meninggalkan ruangan itu.

Namun, lagi-lagi Greg menahannya. Satu tangannya terangkat dan memerintah anak buahnya untuk menghalangi Zae keluar. Gadis itu mendengus keras ketika ia tertahan oleh bawahan Greg.

"Perintahkan mereka untuk tidak menghalangiku. Greg Ford."

Pria itu tidak menjawab. Ia mematikan puntung rokoknya di asbak sebelum menghampiri Zae. Tatapan mereka kini bertemu dan Zae bisa melihat kelicikan di mata keparat satu itu. Tiba-tiba saja Greg mendekatkan dirinya pada Zae dan mengelus rambut gadis itu perlahan.

"Nicholas David is under my control," bisiknya sepelan mungkin. "Satu perintah saja dariku, entah apa yang bisa terjadi padanya. Mungkin lebih parah dari Winter?"

Tubuh Zae langsung menegang saat itu juga. Belaian yang diberikan Greg bukan belaian kasih sayang, namun cara dia mengontrol seekor singa betina. Sialan! Zae benar-benar dibuat tidak bisa berkutik. Pria ini rela melakukan segalanya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.

"Pikirkanlah lagi, Zae," ujarnya sebelum ia keluar dari ruangan itu diikuti oleh anak buahnya. Kini hanya tersisa Zae dan sang ayah yang terdiam.

Tidak. Nicholas tidak boleh terseret dalam hal ini. Greg sialan. Bagaimana pria itu bisa mengetahui soal Nicholas. Apakah karena Zae tidak berhati-hati? Ah, mungkin ia terlalu ceroboh untuk tidak menutup rapat-rapat soal ini. Gadis itu mulai terisak.

Conglomerate's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang