Ducati Panigale V4 itu menggilas jalanan kota New York dengan kecepatan tinggi. Seorang gadis yang telah beranjak dewasa memacu kecepatannya hingga batas maksimal. Ia kemudian memarkirkan kendaraannya di sebuah gedung sebelum berjalan ke ruko yang tak jauh dari sana.
"Kau itu kalau mau pamer jangan siang-siang begini. Menyusahkan saja," sahut sebuah suara yang tedengar ketus. "Kau hampir saja ditangkap polisi, bodoh." Zae mengabaikan orang itu dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Ia sudah terlambat.
Paul mendebas. Gadis ini memang suka sekali memancing kemarahan Greg terhadapnya. Tapi, mau bagaimanapun juga, Greg tidak mungkin melepaskan gadis yang sudah ia susah payah dapatkan. Kemampuan Zae terlalu hebat untuk dilepaskan begitu saja. Sudah lebih dari setahun Zae bekerja, dan terbukti performa mereka meningkat drastis.
"Kau terlambat lagi?" tanya Greg tajam ketika Zae baru saja masuk.
"Yeah, aku minta maaf untuk itu, Mr. Greg. Ini akan menjadi yang terakhir kalinya," katanya asal.
Jay, Paul, Victor, dan Zoe berusaha menahan tawanya. Oh, sudah berapa kali anak ini berkata demikian. Namun, ia pasti akan terus terlambat.
Greg mendengus kesal. "Sudahlah, kita punya misi penting hari ini." Pria itu melemparkan berkas ke atas meja. "Zae sudah menemukan lokasinya. Kalian harus menyelesaikan ini sebelum masalahnya semakin besar."
Mereka semua menatap berkas yang diberikan oleh Greg.
"Jadi, apa rencana kita?" tanya Jay setelah mereka membaca berkas itu.
"Tentu saja kita akan menangkap mereka. Apa lagi?" Suara menyebalkan itu berbicara lagi. Zae menatap mereka dan menyeringai. "Aku berjanji ini akan sangat menyenangkan."
...
"Hei, Ambroise! Akhirnya kau datang juga." Mereka bersahutan heboh.
"Iya, sudah lama sekali aku tidak mengalahkan kalian," katanya dengan sombong.
Semua orang yang ada di situ berdecak pelan. Ya, entah kenapa anak ingusan itu selalu berhasil memenangkan hampir tiap pertandingan.
"Zae, kau yakin akan balapan hari ini?" tanya Paul memastikan.
"Tenang saja, aku dan River tidak pernah kalah dalam balapan ini. Tugas kalian hanyalah mendukung kami dan memastikan kami melampaui garis finish terlebih dahulu." Zae tersenyum penuh rahasia.
"Jangan sampai kalah." Victor memberi semangat pada dua orang itu.
"Kau masih punya nyali untuk bertanding, Ambroise?" Seorang pria menghampirinya. Ia menginjak puntung rokok yang telah habis dengan sepatunya. "Aku pikir kau sudah menyerah."
Zae tertawa pelan. "Mana mungkin aku menyerah begitu saja, Arlen James? Aku bukan pecundang."
Arlen menggeram pelan. "Kalau begitu apa yang kau pertaruhkan untuk balapan kali ini?"
Zae menepuk kap mobil Lamborghini Sian terbarunya. "Aku akan memberikan mobilku jika kau berhasil mendahuluiku melalui garis finish."
Arlen bertepuk tangan. Ia menyeringai senang. "Kalau begitu, aku akan memberimu hadiah yang tak bisa kau bayangkan." Pria itu mendekati Zae dan berbisik, "Kau pasti akan menyukainya. Pergunakan mereka dengan baik, ya."
Keempat orang itu masuk ke dalam mobilnya. Zae dan River melawan Arlen dan Diego. Oh, ini pertandingan yang sangat menyenangkan. Suara mesin menderu kencang. Sebuah letusan di udara langsung membuat keempat mobil itu saling berebut posisi pertama. Zae kini berada di posisi paling belakang.
"Zae kenapa kau melambat? Kau ingin menjadi siput?" tanya River lewat sambungan suara. Mereka memang memakai semacam earphone untuk berkomunikasi.
"Pertahankan saja posisi paling depan itu. Aku akan segera menyusul." Dengan gerakan cepat, Zae memindahkan giginya dan kembali menginjak pedal lebih dalam. Ia berhasil menyusul Diego dan sekarang berada di posisi ketiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Conglomerate's Love
General FictionTHE LOVE SERIES #2 17+ Zae Ambroise, gambaran gadis sempurna dambaan umat manusia. Paras cantik, kekayaan tak hingga, dan otak cerdas sebanding dengan Einstein. Siapa sangka ia memilih untuk membangun kehidupan baru di sebuah negeri yang bahkan tak...