Zoe terduduk di ruangannya. Ia sudah benar-benar lelah menghadapi tingkah bos yang satu itu.
"Beristirahatlah, kau sudah bekerja sangat keras," ujar Jay sambil menyodorkan sebotol air padanya. Ada Paul dan Victor di sebelahnya.
Zoe bergumam berterima kasih. Ia meneguk air itu banyak-banyak. Hah, di saat seperti ini ia berharap Zae sudah kembali ke US.
"Bertahanlah sebentar lagi, Zoe. Saudarimu akan segera kembali, bukan?" Paul menatap Zoe kasihan
Zoe meremas botol itu dengan perasaan dongkol. "Tidak bisakah kita menyeretnya sekarang juga?"
Victor terkekeh pelan. "Hanya beberapa saat lagi sebelum dia kembali, bukan?"
"Ya, itulah mengapa aku akan ke Indonesia untuk menghadiri kelulusannya itu. Dan karena itu juga manusia sialan yang bernama Greg memberiku setumpuk kerjaan."
"Kau mengumpatiku, Zoe? Padahal aku berusaha bersikap baik padamu," sahut sebuah suara yang baru masuk ruangan itu. Greg tersenyum ramah.
Zoe sedikit terkejut ketika pria itu menatapnya. Sial, apa dia mendengar semua umpatannya?
"Tenang saja, aku tidak akan memberimu pekerjaan baru hanya karena kau mengumpatku. Dan alasan kenapa pekerjaanmu sangat banyak adalah karena itu pekerjaan milik saudarimu yang kabur."
Zoe mendengus pelan. Lihat, pria ini memang gila! Di saat yang sama, ia ingin segera memukul kepala Zae sekarang juga. Oh, gadis itu harus merasakan apa yang Zoe rasakan saat ini.
"Ini, kerjakan hal ini juga." Greg melemparkan setumpuk kertas. "Laporan itu harus segera selesai hari ini," perintahnya.
Zoe memutar mata kesal. "Bukannya Anda berjanji untuk tidak memberi saya tugas lagi? Lagipula, ini bukan pekerjaan saya."
"Cepat kerjakan sebelum aku mengirimmu ke negara lain," ucapnya tidak ingin dibantah.
Zoe mengacak rambutnya frustasi. Jay, Paul, dan Victor hanya bisa menepuk bahu gadis itu, berusaha menenangkan. Sepertinya Zoe harus lembur lagi malam ini.
...
Zae, Winter dan River sedang asyik bermain game. Mereka bahkan tidak menyadari Jonah yang sudah pergi selama tiga puluh menit dan baru saja kembali.
"Nona, besok Anda akan menghadapi ujian akhir. Bukankah lebih baik Anda belajar?"
"Hm," balas Zae.
Jonah berdecak kesal. Ia menoyor kepala Winter dan River secara bergantian. Dua orang itu mengaduh dan mengumpati Jonah.
"Zae sudah belajar," ujar Winter. Matanya masih tidak beralih dari layar ponsel.
"Oh ya, kau bisa buktikan itu?"
"Pelajaran itu sudah dia lahap bahkan ketika usianya tiga tahun. Kau yang lebih lama bekerja dengan Troyes masa tidak tahu?" Ketiga orang itu menertawakan Jonah.
"YES!" Zae, Winter, dan River bersorak senang ketika mereka berhasil. Tiga manusia itu beradu tinju merayakan kemenangan mereka.
"Memang lebih baik kalau Paul tidak ada," kata River. Mereka kembali tertawa-tawa.
"Ya, itu benar. Sepertinya memang Paul yang menjadi beban kita." Zae menyandarkan punggungnya untuk bersantai. Namun, sedetik kemudian, ponselnya telah direbut oleh Jonah.
"Jonah!" rengeknya berusaha mengambil ponsel itu dari tangan Jonah.
"Ponsel ini akan disita sampai Anda menyelesaikan ujian akhir," tegasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Conglomerate's Love
General FictionTHE LOVE SERIES #2 17+ Zae Ambroise, gambaran gadis sempurna dambaan umat manusia. Paras cantik, kekayaan tak hingga, dan otak cerdas sebanding dengan Einstein. Siapa sangka ia memilih untuk membangun kehidupan baru di sebuah negeri yang bahkan tak...