Greg menegangkan wajahnya karena emosi. Gadis itu benar-benar... sungguh Greg sudah tidak tahu apa yang harus ia perbuat untuk membuat gadis itu menjadi penurut.
"Dia masih tidak mengangkatnya," ujar Zoe. Dalam hati dia juga kesal karena Zae sangat pembangkang.
"Haruskah kita pergi ke rumahnya?" tanya Jay. Mereka semua juga sudah berusaha untuk membuat Zae datang ke markas.
"Dia mematikan ponselnya selama liburan, dan hari ini masih jadwalnya libur. Ia pasti tidak akan mengangkat satu panggilan pun," keluh Paul.
"Aku akan menghubungi Jonah untuk menyeretnya ke sini." Kemudian Zoe langsung mencari kontak Jonah dan menghubunginya. Pada dering kedua, seseorang menjawabnya.
"Jonah?"
"Bukan, saya Winter, Nona Zoe," balas Winter.
"Eh, Winter? Kemana Jonah?" Gadis itu mengernyitkan dahinya kebingungan.
"Jonah pergi karena anaknya sakit. Ia tidak sengaja meninggalkan ponselnya. Apa Anda butuh bantuan, Nona Zoe?"
Zoe terdiam ragu. Ia tahu betul sejak kejadian Winter dikeluarkan dari CIA, hubungannya dengan atasannya tidak begitu baik. Greg membenci Winter dan Winter sangat membenci Greg.
"Nona?" Winter bertanya lagi setelah tak ada jawaban dari Zoe.
"Ah, tolong bawa Zae kesini. Jika gadis itu melawan, seret dia secara paksa." Zoe kemudian mematikan panggilan itu. Ah, semoga tidak ada pertikaian.
"Baik, kita mulai saja rapat kali ini." Greg akhirnya membuka rapat itu meski Zae belum hadir. Tiga puluh menit kemudian, terdengar ketukan pintu. Greg menyuruh orang itu masuk dan terlihatlah sebuah pemandangan yang mengejutkan.
Seorang pria menggendong gadis yang masih terbalut dalam piyama di punggungnya. Rambut gadis itu acak-acakan dengan bun yang terlihat tidak rapi. Matanya masih terpejam.
"Kenapa kau di sini?" tanya Greg dingin. Oh, dia sangat anti dengan agen yang telah menghancurkan nama baiknya.
Winter menyeringai tipis. "Kalau aku tidak ada, gadis ini tidak akan sampai di sini sekarang."
Wajah permusuhan yang kental terpampang di keduanya. Aura tegang memenuhi ruangan itu. Mereka berdua seakan bersiap untuk adu jotos.
"Mmhh...." Zae menggeliat dalam tidurnya. "Greg, babi," gumamnya pelan.
"Pft." Winter tak kuasa menahan tawanya. Sementara yang lain berusaha menggigit bibir mereka agar tidak tertawa. Cih, gadis ini benar-benar membenci Greg karena sudah mengganggu hari liburnya.
"Atasan sialan, kalau masih libur jangan seenaknya menyuruh masuk," racaunya lagi.
Greg mengeraskan rahangnya. "Bangunkan dia sekarang juga."
"Zae...." Winter menggoyangkan bahunya, mencoba membangunkan gadis itu. Tapi, Zae masih belum mau beralih dari alam mimpi.
"Membangunkan kerbau betina bukan seperti itu caranya." Dengan satu tarikan tangan, Zoe menarik tubuh Zae dari Winter. Gadis itu jatuh terduduk dan langsung terbangun dari tidurnya.
"Zoe dajjal!" umpatnya sambil mengusap bokongnya yang sakit. Gadis itu menatap kesal pada kembarannya. Sementara orang yang ditatap hanya menampakan wajah tak berdosa.
"Jadi, kenapa kau mengganggu libur kami?" tanya Zae ketika ia baru saja duduk. Semua tatapan tertuju pada gadis yang masih dalam keadaan acak-acakan.
"Kenapa kalian menatapku terpesona seperti itu? Aku memang cantik, ini yang dinamakan sebagai morning beauty."
"Ini sudah siang, bodoh." Zoe memutar matanya kesal. Yah, memang Zae itu cantik sekali apalagi ketika dalam tampilan bare face seperti itu. Kendati mereka berdua kembar, aura kecantikan Zae lebih terpancar daripada Zoe. Mungkin karena Zae lebih ceria ketimbang kembarannya yang sedingin es.
KAMU SEDANG MEMBACA
Conglomerate's Love
General FictionTHE LOVE SERIES #2 17+ Zae Ambroise, gambaran gadis sempurna dambaan umat manusia. Paras cantik, kekayaan tak hingga, dan otak cerdas sebanding dengan Einstein. Siapa sangka ia memilih untuk membangun kehidupan baru di sebuah negeri yang bahkan tak...