Thirty-Four

213 20 0
                                    

Sejak Zae kembali didatangi Greg, Troyes langsung melakukan pengawalan ketat pada anak itu selama beberapa bulan ini. Pria itu takut, Zae kembali kabur-kaburan ke Indonesia.

"Anna pasti sedang sibuk mengurusi ujian masuk universitasnya dan tetek bengek kampus. Dad tidak perlu khawatir aku kabur lagi ke Indonesia. Kasihan Anna dan aku juga masih harus menyelesaikan kuliahku." Itu jawaban Zae ketika Troyes menjelaskan alasan kenapa ia memperketat pengawasannya.

Kini pria itu sedang duduk di kursi kebesaran miliknya. Ada sebuah pulpen yang sedari tadi ia genggam. Pulpen itu bukan pulpen biasa, melainkan alat perekam yang sengaja Zae jatuhkan.

"Nicholas David is under my control. Satu perintah saja dariku, entah apa yang bisa terjadi padanya. Mungkin lebih parah dari Winter?"

Rekaman itu terhenti ketika Troyes menekan sebuah tombol. Sudah berhari-hari Troyes terus mendengar rekaman itu. Ia tahu Zae tidak pernah melakukan segala sesuatu dengan tidak sengaja. Gadis itu pasti ingin menunjukan sesuatu padanya.

"Kau masih mendengarkan rekaman itu?" River baru saja masuk ke ruangan atasannya tanpa permisi. Ia kemudian duduk di salah satu sofa dan menyilangkan kakinya. "Apakah kau tidak bosan? Aku saja pekak mendengarnya."

Troyes mendengus kesal. Menyesal sekali rasanya mempekerjakan River sebagai asisten pribadinya. Tidak punya sopan santun sama sekali, berbeda dengan Winter yang selalu profesional.

"Kau itu tidak sopan pada atasanmu, ya."

River hanya terkekeh pelan. "Kau kaku sekali. Dan aku bukan Winter yang selalu mengikuti sifat kakumu itu."

Troyes kembali mendengus. Ia mengabaikan River dengan kembali mendengarkan rekaman itu.

"Nicholas David is under my control. Ayolah, Troyes. Itu sesuatu yang jelas sekali."

"Apa maksudmu?" Troyes memicingkan matanya menatap River.

"Itu adalah jawaban dari apa yang kau cari. Selama ini kau masih sibuk mencari siapa pembunuh Winter yang sebenarnya, kan?" ucap River yang kini membuat netra hazel itu membelalak.

"Bagaimana...bagaimana kau bisa mengetahuinya?"

River menyeringai tipis. "Kau tidak bisa membohongi mantan agen, Troyes. Aku tahu sedari awal kau sebenarnya curiga terhadap Greg Ford. Sayangnya, kau tidak memiliki bukti untuk menuduh pria itu. Dasar, padahal anakmu juga punya pemikiran yang sama. Kenapa kau menyia-nyiakan kesempatan itu? Kau tahu Zae punya kemampuan hebat yang berguna, kan?"

"Tentu saja aku tahu. Bagaimana mungkin aku tidak mengetahui kemampuan anakku sendiri?"

"Lalu kenapa kau menolaknya?"

"Entahlah."

"Dasar, bapak-bapak gengsi."

"Aku tidak gengsi, Sialan!" Troyes melemparkan pulpen itu ke kepala River. Sialnya, pria itu gesit menghindar sambil menertawakan teman sekaligus bosnya.

"Hah, lemparanmu lebih buruk dari Zae."

Troyes tidak menanggapi. Kini ia hanya ingin menyibukkan diri dengan pekerjaan yang semakin menumpuk kalau tidak segera ia kerjakan.

"Itu bukti yang kau cari, Troyes. Zae tidak pernah memberikan sesuatu secara kebetulan. Mungkin kau dan dia bisa bekerja sama untuk mengungkap siapa dalang sebenarnya."

Pria itu hanya bisa menghela napasnya pelan mendengar saran sahabatnya itu. "Mungkin aku akan berbicara dengan Zae."

"Bagus, jangan jadi bapak-bapak gengsi."

"Sudah kubilang aku tidak gengsi. Dasar sialan!"

River kembali terpingkal. Ah, menyenangkan sekali mengganggu bapak gengsian satu ini.

Conglomerate's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang