Thirty

283 20 0
                                    

Troyes masih menatap putri bungsunya yang satu itu. Sementara Zae berdiri dengan sikap permusuhan yang kental.

"Ke ruang kerja Dad sekarang juga," perintahnya tak ingin dibantah. Ia juga ikut menarik lengan gadis itu. Namun, Zae menahannya.

"Tidak mau. Ini  sudah subuh. Aku ingin tidur." Zae berusaha melepaskan cengkraman sang ayah. Troyes tidak ingin dibantah. Jadilah, pria itu menyeret Zae paksa ke ruang kerjanya.

"Dad itu apa-apaan?!" hardiknya ketika mereka sudah duduk di sofa ruang kerjanya.

"Kita harus bicara."

Zae memutar matanya kesal dan melipat tangannya. "Apa lagi yang harus kita bicarakan?"

Troyes menatap mata hazel itu lama. "Di mana kau bertemu dengan Nicholas?"

"Di nightclub waktu itu," jawabnya singkat.

"Bagaimana kalian bisa bertemu?"

"Takdir."

Troyes menggeram pelan. "Jawab yang benar, Zae."

"Itu benar! Aku bertemu dengannya secara tak sengaja. Takdir indah yang sudah dilukiskan semesta."

"Berhenti bersikap hiperbola seperti itu. Kau terlihat aneh."

Zae mencibir pelan. Cih, ayahnya semakin tidak seru. "Kalau begitu, sekarang jawab aku. Kenapa Dad menyembunyikan keberadaan Nick? Aku bahkan baru tahu dia ternyata bekerja di AM Group." tuntut Zae.

Troyes tidak langsung menjawab. Pria itu kemudian memijat keningnya pelan. "Aku tidak pernah menyembunyikan Nicholas."

"Bohong!" hardik Zae. "Kalau Dad tidak pernah menutupinya, lalu kenapa aku tidak pernah tahu."

"Memangnya kau mencari tahu?" Troyes mengangkat salah satu alisnya.

Zae berubah menjadi kikuk. "A-aku t-tidak tahu, k-karena kalian menambahkan nama tengah Nicholas," jawabnya gelagapan. "Nicholas James David. Dia hampir tidak pernah menggunakan nama tengahnya."

Zae bisa melihat Troyes tengah menahan tawa. "Kami mewajibkan karyawan mencantumkan nama sesuai akta kelahiran. Kalau kau tak percaya, kau bisa tanya ibumu."

Skak mat. Zae terlihat seperti orang tolol. Tapi, gengsi sekali bukan kalau dia kalah berdebat? "Lalu, kenapa kalian tidak mau memberitahuku?"

Troyes menghela napasnya pelan. "Bukankah kau sendiri yang bilang bahwa kau tidak mau mengingat masa lalu itu? Masa ketika kita pindah ke Massachusetts."

Zae terdiam mendengarnya. Mungkin memang ada benarnya dia tidak bertanya soal ini. Masa lalunya itu terlalu kelam untuk diingat. Zae kemudian berdiri dan meninggalkan sang ayah  yang menatapnya terdiam.

"Ya, mungkin memang lebih baik kau melupakannya, Zae," gumam Troyes. Ada sedikit kesesakan yang mendalam dari suara itu.

...

Zae sedang berkaca sebelum tiba-tiba ponselnya berdering.

Mon bébé d'amour 🖤
Aku sudah sampai.

Zae tersenyum simpul melihatnya. Setelah memastikan ia sudah rapi, gadis itu kemudian turun untuk menemui kekasih barunya. Oh Tuhan, kekasih baru? Pipi Zae kembali menghangat. Di tengah-tengah ia berjalan, ia bertemu dengan kembarannya. Zoe menatap Zae tajam.

"Siapa pria yang ada di depan?" tanyanya curiga.

Zae memutar mata. "Bukan urusanmu, Zoe."

"Aku hanya bertanya, bukan bermaksud menghalangimu juga. Pria itu terlihat familiar."

Conglomerate's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang