Hanya menunggu hitungan detik sampai kepala Zae benar-benar pecah. Sudah dua hari ini ia tidak tidur demi mencari segala hal terkait pengedaran narkoba sialan ini. Greg mengintimidasinya setiap hari, mengancamnya soal Winter, bahkan juga keluarganya. Atasan keparat! Mungkin Zae harus membunuhnya dengan tangannya sendiri.
"Jonah, tolong ambilkan berkas yang lain," pintanya pada asisten pribadinya itu.
Dengan sigap, Jonah segera mengambil berkas-berkas yang dibutuhkan oleh nonanya. Sejak awal, pria itu yang setia berada di samping Zae dan membantunya. Zae kembali tenggelam dalam tumpukan berkas-berkas sialan ini.
"Apakah kemampuan Ambroise sudah berkurang? Aku tak menyangka dia butuh sebulan untuk membongkar kasus ini." Suara menyebalkan itu datang dari belakang. Zae sebenarnya sudah pekak mendengar omong kosong Greg.
Semua agen yang ada di ruangan itu terdiam. Mereka tahu hubungan Zae dan Greg bermasalah sejak Zae belum bisa menemukan apapun soal pengedaran ini.
"Haruskah aku menggantimu dengan yang lain, Ambroise? Apakah hanya segini kemampuan 'hebatmu' itu?" Greg mencondongkan tubuhnya di hadapan Zae. Matanya kini menatap mata keemasan itu.
"Kalau mau ganti, ya ganti sajalah. Aku dengan senang hati mengundurkan diri," tukas Zae.
Greg semakin dongkol dengan kelakuan gadis yang ada di hadapannya ini. "Cepat selesaikan pekerjaanmu. Jangan menghambat kinerja tim."
Zae memutar matanya kesal. Ia berdiri dan membereskan seluruh barangnya. "Jonah, kita pulang sekarang."
Jonah mengangguk patuh. Ia juga ikut membantu membereskan segala berkas milik Zae. Namun, sebelum gadis itu melangkah keluar, Greg sudah menahan lengannya.
"Apa yang ingin kau lakukan?" tanyanya tajam.
Zae menyeringai. "Aku ingin melakukan ini di rumah. Memangnya tidak boleh? Kontrak mengatakan, aku bebas melakukan tugasku di manapun asal tetap menjaga protokol keamanan."
"Kau tidak bisa seenaknya, Ambroise."
Zae menghentakkan tangannya agar lepas dari Greg. "Ba. Cot." Gadis itu kemudian melangkah keluar yang diikuti oleh Jonah.
"Apa yang dia katakan, Zoe?" Greg menoleh pada Zoe.
"Dia sering mengatakan itu padaku. Jadi, dapat kupastikan itu adalah kata kasar," ucap Zoe tanpa menoleh sedikitpun pada Greg.
Pria itu mendengus kesal. Ia kembali ke ruangannya dengan hati yang gusar.
Maserati Quattroporte itu melaju di jalanan kota Manhattan. Zae sedari tadi hanya menatap jalanan dengan tatapan kosong.
"Nona," panggil Jonah. Zae menoleh pada pria yang fokus melihat jalanan.
"Ada apa?"
"Kenapa Anda tidak mengatakan saja yang sebenarnya. Bahwa Anda sudah menemukan jaringan peredaran narkoba itu?"
Zae tersenyum miring. "Greg mengerjakan tugas ini agar dia bisa semakin dipandang oleh para petinggi itu. Aku hanya ingin memberinya sedikit pelajaran." Oh, bukan Zae Ambroise namanya jika ia tidak licik.
"Tapi, Nona, apakah itu tidak berbahaya?"
"Semua anggota tim sudah mengerjakannya secara diam-diam. Kami memang sengaja membuat Greg frustasi." Zae terkekeh pelan. "Menyenangkan juga melakukan hal ini."
"Anda harus tetap hati-hati, Nona," ucap Jonah. "Kita tidak pernah tahu apa yang pria itu pikirkan."
Zae tersenyum pada Jonah. "Tenang saja, dia itu terlalu bodoh untuk menyadarinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Conglomerate's Love
Fiksi UmumTHE LOVE SERIES #2 17+ Zae Ambroise, gambaran gadis sempurna dambaan umat manusia. Paras cantik, kekayaan tak hingga, dan otak cerdas sebanding dengan Einstein. Siapa sangka ia memilih untuk membangun kehidupan baru di sebuah negeri yang bahkan tak...