Seven

396 31 0
                                    

Sudah seminggu sejak kembalinya Zoe ke Amerika. Sekarang, Zae sedang mencoba membereskan segala kekacauan yang dia perbuat.

"Anda tidak bisa mengerjakan ini, Ms. Ambroise? Minggu lalu bahkan Anda mengerjakan soal yang jauh lebih sulit." Mrs. Elia menyilangkan tangannya.

Cih, guru satu ini memang punya dendam pribadi padanya. Kenapa pula Zoe harus menjawab pertanyaan dengan benar dari guru ini? Sedari tadi hatinya tak berhenti mengumpat pada Zoe. Oh, kalau Zae bisa, dia akan menembak kepala Zoe sekarang juga.

Zae tersenyum dengan terpaksa dan berkata, "Maaf, sepertinya minggu lalu saya kerasukan roh Einstein sehingga bisa jawab soal itu dengan mudah. Sayangnya saya lupa melakukan ritual pagi ini untuk memanggil kembali roh Einstein."

Suara tawa terdengar di kelas itu. Mereka sudah menganggap Zae benar-benar konyol kali ini. Mrs. Elia tersenyum masam. Gadis yang ada di hadapannya ini gemar sekali bermain-main.

"Sayang sekali, saya sebenarnya berharap bisa melihat keajaiban lagi hari ini. Kalau begitu, Anda boleh duduk, Ms. Ambroise. Tolong lebih serius lagi, karena minggu depan Anda sudah menghadapi ujian semester."

Zae berjalan kembali ke tempat duduknya dengan santai. Ia menatap Anna dengan tatapan kenapa kau harus terkejut begitu? Anna menepuk dahinya pelan. Cih, berdoa saja kau tidak dipanggil lagi ke ruang BK. Anna merasa sesuatu akan terjadi siang nanti.

Dugaannya tepat.

"Hei, kau lupa melakukan ritual pemanggilan roh Einstein pagi ini? Memangnya bagaimana cara memanggilnya? Tolong ajari aku, dong." Suara laki-laki itu bergema di kantin sekolah. Banyak orang tertawa mendengarnya.

"Aku juga mau. Siapa tahu, aku bisa semakin cerdas," sahut yang lain.

Zae diam saja mendengar ejekan itu. Yah, tidak masalah sebenarnya jika mereka ingin terus mengejeknya. Kalau dia marah, justru mereka akan semakin senang.

"Apakah caranya dengan memakan ulat dan belatung? Atau meneteskan darahmu ke lingkaran setan?"

"Ah, aku tahu caranya. Kau harus minum darah menstruasimu sendiri dan memberikan tubuhmu pada om-om. Kau tahu dia waktu itu pergi ke club malam, pasti saat itu dia—"

BUGH

Omongan itu terputus karena Zae sudah melayangkan bogem mentah tepat ke rahang laki-laki itu. Emosi Zae sudah sampai ke ubun-ubun dan ia perlu menyalurkannya agar tidak semakin menumpuk. Pertarungan pecah di kantin sekolah itu. Beberapa orang memekik terkejut. Zae melawan empat laki-laki.

"Hentikan, Zae! Kau bisa dikeluarkan!" Anna berusaha menahan tangannya. Tetapi, Zae menepisnya dengan kasar dan mendorongnya menjauhi arena perkelahian ini. Anna tidak boleh ikut terseret masalah, pikirnya.

"Hei, apa yang kau lakukan?" Seseorang berusaha membalas pukulan. Zae masih bisa menepisnya dan kembali melayangkan bogem ke wajah pria itu. Hidungnya sukses mengeluarkan darah.

Zae sengaja mengendurkan pertahanan. Seseorang sukses menonjok pipinya membuat ia sedikit oleng, tapi kaki itu tetap berdiri. Ia merasa pipinya sedikit sakit dan ia merasa sudut bibirnya sedikit pecah. Semua orang di sana hanya menonton pertarungan ini dengan perasaan was-was.

"Berhenti!" Suara lantang Jordan menahan pergerakan mereka. "Berhenti sekarang sebelum kalian mendapat masalah."

Terlambat, kepala sekolah telah datang dan memandang tajam pada lima orang yang terlibat perkelahian ini. Ia menunjuk kelima orang itu dan berkata dengan tegas, "Kalian berlima, ke ruangan saya. Sekarang! Dan kalian, jika ada perkelahian segera leraikan. Bukannya diam dan menonton saja!" suara lantang itu membuat mereka tertunduk.

Conglomerate's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang